Amor Fati

29 1 0
                                    

Setiap sudut perpustakaan kala itu menjadi saksi atas setiap kata yang tergores pada secarik kertas miliknya.
Sajak kembali terangkai, berisikan doa dan harapan, majas lalu perbandingan, pembuka kemudian penutup, semuanya terangkum dalam satu kesatuan utuh selembar puisi.
Buku catatannya kembali ternodai sisa-sisa robekan.

"Assalamualaikum, Wan?." tanya seorang perempuan yang menghentikan gerak jemarinya sejenak.

"Waalaikumsalam, Najwa ya.?"
Awan melirik sembari membuka kacamata miliknya.

"Hhmm kayaknya Hasbi sedang tidak bisa bertemu, tiba-tiba ada kepentingan mendadak. Tadi dia ijin pamit pulang duluan." Jelas Najwa pada lelaki itu.

"Oh gitu, yaudah gapapa. Bukan kesalahan juga kok, kita juga pasti akan dan pernah mengalami seperti dia." Tuturnya memaklumi

"Tapi dia bilang maaf belum bisa ketemu, terus nitip salam. Yaudah makasih ya." Jawab Najwa yang sedikit merasa bersalah.

"Semua kan ada masanya, bertemu atau pamit, tinggal atau pergi, rehat atau tetap melanjutkan, ada waktu untuk itu Naj.  Waalaikumsalam, salam kembali ya bilang." Tegas Awan yang mulai merapihkan alat tulisnya.

Terdengar hanya sebuah kalimat, tapi Najwa yang sedikit-sedikit mengerti ilmu linguistik paham betul apa yang dimaksud lelaki itu.
Awan kian hari kian mencuri, Najwa tengah berada di gerbang menuju pintu ritmenya. Dilain sisi dia enggan untuk masuk, kisah romansa bersama bagian dari dirinya yang terakhir masih menyisakan sedikit traumatik yang harus membuatnya hati-hati.

"Heeyy, kok bengong?" Tanya Awan yang sembari melambai-lambai tangan didepan wajahnya.

"Astaghfirullah, iya iya kenapa? Siapa yang bengong.?" Najwa terperanjat bukan main.

Lelaki itu hanya tertawa renyah melihat tingkah laku Najwa linglung kebingungan.

"Bareng gak? Perpustakaan lumayan jauh dari parkiran. Kan udah mulai sore juga." Ajak lelaki itu sembari merapihkan rambut ikal panjangnya.

"Duluan aja, aku masih ada kepentingan disini." Sahut Najwa

"Oh gitu. Yaudah, duluan ya."
Tandasnya sembari berlalu meninggalkan perempuan itu.

'Baru dua kali bertemu seperti sudah berulang kali saling sapa. Lelaki itu bukan sekedar orang baru, lebih dari itu dirinya seperti matahari, memiliki daya tarik. Mungkin dia bersikap seperti itu pada semua orang.' Gumam Najwa dalam hatinya.

****

Jalanan sore ramai seperti biasanya. Awan sudah memperkirakan itu, ia harus segera ke kedai kopi itu untuk mulai bekerja. Sampingan yang sudah digelutinya selama masa kuliah, selain untuk meringankan beban, Awan sadar, beberapa kebutuhan harus ia beli sendiri dengan uang hasil kerja kerasnya.

Kopi Pemuda, nama kedai kopi  tempat dirinya mencari pengalaman dan jati diri. Semua orang benar mengenai pendapatnya tentang kopi.

Kopi ada untuk sejenak meredam lelah, kopi cantik dengan hitamnya, kopi memukau dengan pahitnya. Robusta ataupun Arabica, mari bermutualisme bersama para petani kopi dan pecinta pesonanya.

Paling tidak hal itu yang menjadi ilmu dari owner kedai kopi itu. Orang berjasa tersebut bernama Pak Andre.
Jika menerka-nerka mungkin orang itu sudah berumur kepala lima.
Ketika mengadakan sebuah diskusi bersama para karyawannya Pak Andre tidak pernah luput untuk bercerita masa mudanya, berkeliling Indonesia tentang kopi, mengumpulkan berbagai macam jenis kopi, lalu ia dedikasikan dengan mendirikan kedai kopinya. Cerita lama orang tua, selalu saja punya daya tarik. Meski diungkapkan berulang, ada perasaan ini itu yang membuat pendengarnya tidak merasa bosan.

Pada 1/3 MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang