Tentang remaja cantik yang tidak punya arah tujuan. Bagaimana bisa maju, melangkah saja ia tak mampu. Naja azzahra syamjaya. Gadis lugu yang dipaksa kuliah dengan jurusan yang ia tidak minati. Menjalankan hari-harinya dengan terpaksa, di kota orang.
Memikirkan nilai yang harus tinggi, belum lagi biaya kuliahnya yang mahal membuatnya semakin gila. Saat ia mendaftar kuliah, kedua orang tuanya kecelakaan dan akhirnya meninggal. Ia harus berusaha sendiri agar hidupnya berubah.
Naja seringkali dimanfaatkan oleh teman-temannya setiap ada tugas. Menjadi orang peduli itu susah. Dianggap bodoh atau baik, hanya pikiran pribadilah yang tau.
"Kalo dunia gue gelap, apa ada orang yang mau jadi cahayanya?" Naja mendaratkan pantatnya ke kursi putih yang berada di bawah pohon rindang.
"Lo gapapa kan, Ja? Muka lo pucat soalnya. Atau mau gue beliin obat?"
"Ngga usah, Mut. Gue cuma lagi stres aja sama hidup. Orang tua gue udah ngga ada, gue cuma punya tante Maya sekarang. Sampai kapan dia mau nampung gue, dia juga punya anak yang butuh uang banyak. Gue takut nyusahin kalo kelamaan tinggal sama mereka. Sedangkan rumah gue udah gue jual buat biaya hidup sama kuliah.
"Setiap orang itu punya titik terendah masing-masing. Tergantung kita yang ngejalanin, Ja. Kalo lo ngga mampu sendiri. Gue ada buat lo!" Muti memperjelas setiap kalimatnya. Menangkup wajah naja yang tampak murung.
"Dari awal gue daftar di kampus ini, cuma lo yang mau punya sahabat introvet kayak gue, Mut." Kedua mata naja memanas, mengeluarkan cairan bening yang tertahan .
"Walaupun dengan air mata, lo harus bisa jadi sarjana." Sepenuh hati Muti meyakinkan Naja untuk tetap semangat.
Ia memang baru mengenal Naja, namun ia benar-benar menganggap Naja seperti saudarinya. Ditambah mereka berdua adalah anak rantau yang tengah menuntut ilmu. Persaudaraan bisa terikat walau mereka tidak sedarah.
Naja mengambil buku diary dari dalam tote bagnya. Menggoreskan pena silver di atas kertas putih dengan beberapa stiker lucu sebagai hiasan.
"Nama lo, akan jadi pembukaan di dalam diary gue ini." Ucapnya dengan senyuman yang di balas anggukan oleh Muti.
Suara notifikasi yang bersumber dari dalam tas Muti, membuat pandangan gadis itu teralih. Membuka layar handponnya, mencari aplikasi yang benar saja, tiba-tiba komtingnya memberi tahu informasi. Bahwa ada jadwal perkuliahan yang akan segera dimulai.
"Yahh, Ja. Gue cabut dulu ya, ada dosen yang majuin jadwal. Mana dadakan lagi." Pamit Muti dengan beberapa hembusan nafas lelahnya.
Kini, ia kembali merasa sendiri di antara beberapa mahasiswa yang lalu-lalang di sekitarnya. Tidak ada yang ingin mengajaknya bicara, hingga pandangannya buram. Ia merasa dunianya gelap sekarang.
Membuka mata perlahan, Naja dibuat bingung dengan ruangan yang ia belum pernah masuki sebelumnya. Matanya tak hentinya memperhatikan sekitar, yang pasti ia yakin, bahwa ia sedang berada di ruangan kesehatan. Karena ia bisa melihat ada beberapa alat medis yang disusun rapi di rak kaca.
"Udah bangun?" Suara berat yang semakin lama semakin dekat ke dalam pendengaran Naja, seakan sambaran petir yang membuat gadis itu hampir saja terkena serangan jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Algaftar[On Going]
Teen FictionFor Mr A.s "Choaheyo," Cerita ini murni dari pemikiran author sendiri 🤧 # 4 dusta 🦋23 September 2022