-reuni 2-

694 104 2
                                    

Kara pura-pura sibuk memainkan hapenya saat matanya tidak sengaja menemukan mantan pacarnya waktu SMA melihat ke arahnya.

Pria itu Kala.

Pria brengsek yang dulu memutuskannya sampai Kara menangis seperti orang gila dikamar kosnya sendirian. Bahkan Kara pernah nekad memohon pada pria itu agar mereka tidak putus.

Sial, Kara jadi malu sendiri mengingat kebodohannya bertahun-tahun yang lalu.

"Ra, lo kenapa diam aja?". Tanya Martya.

"Eung, gue lagi sakit perut Mar". Bohong Kara.

"Yaiyalah sakit perut, kaget liat mantan lagi setelah sekian lama". Ejek Sasha yang duduk disebelahnya.

" Ck apasih Sa, mantan zaman kapan itu haa masih aja diomongin".

"Ya abis elo sama Kala kaya orang yang sama-sama sok gak ngeliat satu sama lain padahal diem-diem ngelirik kan?". Sasha makin mengejek.

" Dih nggak ada ya gue lirik-lirik. Mana berani gue lirikin suami orang". Ucap Kara ogah.

"Eh tapi Kala belom nikah tau!".

" Hah yang bener?". Kara melongo.

"Dih kenapa emang kalo dia belom married?". Martya ikut menggoda.

" ya gak kenapa-napa gue shock aja dikit".

"Btw si Kala makin cakep aja, ya emang sih waktu SMA dia udah populer banget karena cakep tapi kan harusnya dia makin tua nggak sih? Ini kok enggak, jadi makin hot aja gitu ya". Sasha tertawa cengengesan membuat Kara sedikit melirik kearah pria itu diam-diam.

" Masa sih Kala belum married? Kok bisa?". Bathin Kara.

"Kara Kartika, lo ngapain melamun?". Kara terkesiap karena teguran Martya, ia segera menyadarkan dirinya untuk berhenti memikirkan Kala lagi.

Sangat tidak etis rasanya jika ia yang sebentar lagi akan menikah malah mendadak memikirkan mantan pacarnya. Terlebih itu Kala.

Pria yang dulu sangat tega memutuskannya.

***

Kara sedikit tergesa-gesa melangkah menuju parkiran, dengan cepat matanya menemukan keberadaan mobil Dikta-- calon suaminya.

Hari ini Kara terpaksa meminjam mobil Dikta karena mobilnya sedang mendekam di bengkel. Tidak ada pilihan lain walaupun Kara amat malas mengemudi mobil Dikta yang tergolong tidak murah tersebut. Skill mengemudi Kara sangat tidak dapat diandalkan. Entahlah, Kara juga tidak mengerti kenapa ia susah sekali mengemudi dengan benar.

Kara pun berjalan cepat menghampiri mobil mercedez milik Dikta. Ia keluarkan kuncinya dari dalam tas kemudian ingin membuka pintu mobil.

Namun, langkah Kara mendadak berat. Ia menatap datar pada seseorang yang ada di seberang mobilnya. Seseorang yang juga sama ingin masuk ke mobil namun terhenti pula langkahnya.

Sejenak, Kala tampak kikuk tetapi Kara cukup kaget karena Kala tiba-tiba melemparkan sebuah senyum kepadanya. Aneh.

Aneh saja rasanya, setelah sekian tahun tidak bertemu dan tidak berkomunikasi, terlebih pertemuan terakhir mereka bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dikenang. Kara merasa senyum itu seperti sedikit melukainya.

Ya, sedikit.

Sebab, Kara masih tidak ikhlas sepenuh hati pada apa yang terjadi di masa lalu. Bukan Kara tidak bisa bangkit dan kelain hati tetapi karena sikap Kala waktu itu terlalu kejam Kara rasa untuk ia maafkan dengan mudah.

Entahlah, padahal sebelumnya Kara tidak begitu mengingat lagi luka lamanya. Namun, melihat wajah Kala lagi seakan-akan dendam itu pelan-pelan mengudara.

Namun, Kara sadar ia tidak boleh begini. Kelapangan hati untuk berdamai pada masa lalu adalah sebuah keharusa baginya agar dapat menjalani segalanya lebih tenang ke depannya.

Karena itu ia memilih detiki ini untuk melemparkan senyum juga ke arah Kala.

Sebuah tanda, ia sudah memutuskan untuk berhenti mendendam. Yang mana artinya, apapun yang pernah terjadi di antara mereka sudah Kara putuskan untuk dilupakan, selamanya.

Kara membuka pintu mobil dan keluar dari parkiran tanpa berkata apa-apa. Senyum terakhir yang ia berikan pada pria yang masih berdiri memandangi mobilnya menjauh sudah menjadi ketegasan Kara bahwa ia lebih memilih hidupnya yang sekarang. Benar-benar meyakini hidupnya yang sekarang.

KALARA   |•kaistal•|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang