🍉🍉Mohon diperhatikan sebelum scroll ke bawah untuk baca.
1. Ini cerita berbayar
2. Cara pembayaran dengan posting 1 unggahan berkaitan dengan Palestina di akun sosial media kalian.
3. Aku mungkin gak akan tau kalau kalian tetap baca tanpa melakukan pembayaran, tapi aku yakin kalian orang jujur.
4. Maaf ya kalau berantakan dan bahasa atau alurnya aneh, ini cerita lama awal nulis. Tolong dimaklumi juga typonya.
5. Hard angst story, bisa jadi tokoh utamanya meninggal.Happy Reading
..
.
.
.
Jungkook duduk dengan gusar, meremas ujung kaos yang dipakainya. Kepalanya menunduk, bibir bawahnya digigit dan matanya sudah memerah menahan tangis.
"Apa sebenarnya yang kau lakukan di sekolah Jungkook? Cobalah untuk belajar dengan baik, walau tidak mendapat peringkat pertama setidaknya tidak mempermalukan mama dengan mendapat nilai terendah di kelas."
"Maaf ma," ucap Jungkook lirih
"Mama lelah jika Jungkook terus seperti ini. Coba lihat kakak-kakak mu! Kak Yoongi dulu sangat pintar dan selalu juara satu di sekolah walaupun ekonomi kita terbatas dan mengandalkan beasiswa, sekarang dia menjadi lulusan terbaik di universitas dan bekerja di rumah sakit terbesar. Kak Jimin walaupun sering sakit juga selalu menjadi juara kelas. Sedangkan Jungkook yang memiliki tubuh sehat dan dibiayai sekolah dengan baik oleh kakak Yoongi malah malas-malasan dan mempermalukan mama," omel Kim Ilhwa, yang merupakan ibu Jungkook.
Jungkook menyeka air matanya dengan punggung tangan dan tidak menjawab ucapan ibunya. Memang benar kenyataannya bahwa diantara saudara-saudaranya dia yang paling berbeda. Dia tidak pintar seperti kedua kakaknya, walaupun begitu tetap saja ucapan ibunya begitu membuatnya sakit hati dan semakin merasa kecil.
"Papa pulang," Seru seorang laki-laki yang merupakan kepala keluarga, Kim Namjoon.
"Loh apa yang terjadi? kenapa diam? rumah sunyi sekal." Heran Namjoon saat melihat istri dan putra bungsunya berada di ruang tamu namun saling diam.
"Jungkook lagi-lagi mendapat peringkat tiga terbawah di kelas. Aku tidak habis pikir apa saja yang dia lakukan selama di sekolah sampai mendapat nilai serendah itu," adu Ilhwa kepada sang suami.
Namjoon menghela nafas, memilih duduk di samping putra bungsunya yang terisak tanpa berani menatap ia dan juga Ilhwa.
"Jadi Jungkookie, apa yang bisa kamu jelaskan untuk ini?" Tanya Namjoon dengan nada yang sebisa mungkin untuk tidak menghakimi.
Jungkook menggeleng dan masih terisak " hiks papa maaf."
Namjoon merangkul bahu bungsunya dan mengusap lembut.
"Sudahlah Ilhwa, kau tau kan tidak segala sesuatu bisa diukur dengan nilai. Bukankah guru Jungkook juga memuji bahwa putra bungsu kita adalah anak yang baik sehingga di sukai oleh teman-teman dan gurunya?" Bela Namjoon, menatap sang Istri yang masih memasang wajah masam.
"Tapi tetap saja percuma jika dia mendapat banyak angka merah pada rapotnya," ucap Ilhwa masih tidak terima.
"Prestasi tidak hanya dilihat dari nilai akademik. Kau lihat piala dan medali olahraga yang Jungkook raih? Lihat angka sempurna untuk pelajaran seni yang Jungkook dapat? Jungkook kita berprestasi dengan caranya." Bela Namjoon lagi.