2

87 13 4
                                    

Langit di luar sudah gelap ketika Tay terbangun dari tidurnya. Ia menatap langit-langit dan teringat apa saja yang baru ia lakukan. Tay buru-buru mendatangi apartement New begitu ia menerima kotak yang berisi kondom dengan berbagai rasa dari New. Ia tahu New memberikan Tay kondom tersebut sebagai hadiah jadian mereka dan tentu saja, Tay nyaris menggunakan semua kondom yang ada. Ia yakin New tidak dapat berjalan dibeberapa hari ini.

Tay tertawa dan menatap lelaki yang tertidur dengan nyaman disampingnya. Wajah New begitu manis dan tenang ketika ia tidur membuat Tay rasanya ingin mencium New lagi, namun ia tahu lebih baik untuk tidak membangunkan New. Ia butuh istirahat yang panjang untuk memulihkan staminanya kembali sebelum bekerja esok hari.

Apartemen New terasa dingin begitu Tay menapakkan kaki. Ia berjengit ketika merasa sakit kepala yang hebat, "Ugh," bisiknya pelan agar New tidak terbangun. Tay berjalan gontai kearah dapur yang berada tepat didepan kamar New. Sesungguhnya, Tay sudah menyarankan agar mereka tinggal berdua karena pada akhirnya, Tay atau New pasti akan mengianp di salah satu rumah, namun New bersikeras untuk tinggal terpisah. "Tidak Tay, kau harus fokus terhadap pekerjaan mu," kata New setiap kali Tay bertanya perihal berbagi rumah agar menghemat pengeluaran mereka, terutama mereka hanyalah seorang polisi dan kepala detektif. Tidak sebesar seorang CEO sebuah perusahan. Hanya seorang detektif lokal.

Tay memilih untuk membuat secangkir kopi hangat sembari menatap ke jendela luar yang memiliki pemandangan Bangkok pada malam hari. Apartemen New memiliki view yang tidak ada duanya. Tay sangat suka untuk menatap keramaian malam yang penuh dengan sinar lampu berkelap-kelip ditambah suara hujan yang mulai membasahi jendela dengan damai. Bau semerbak kopi membuat Tay merasa nyaman. Ia mulai menyeruput kopi dengan berhati-hati, namun sekelebat memori datang dengan begitu tiba-tiba membaut ia menumpahkan kopi itu kebaju. "Shit," bisiknya. Ia menghela nafas dan membiarkan memori itu memenuhi kepalanya.

Kala itu Tay berumur 10 ketika pamannya datang. "Tay, paman membawa durain," teriaknya senang, Tay tersenyum kepada pamannya degan hangat. Namun, pada malam hari, Tay merasakan sesuatu yang ia tidak pernah duga, pamannya masuk ke dalam kamar dan menggunakan Tay dengan kasar. Jantung Tay berdegup begitu kencang begitu ia merasakan tangan pamannya yang membelai pipinya dengan lembut dengan bisikan manis yang mematikan, "tenang Tay, ini tidak akan sakit," namun yang ia rasakan adalah sebaliknya. Ia tidak dapat bergerak karena pamannya jelas-jelas lebih kuat dari dirinya. Ia tidak bisa berteriak karena mulutnya disumpal dengan kain. Yang ia dapat lakukan hanya menangis dalam diam.

"TAY!" New mengguncangkan tubuh Tay dengan kasar. Ia akhirnya membuka mata dan mendapati dirinya sudah terbaring di lantai. Kopi membasahi bajunya, dan darah mengalir dari tangannya yang tidak sengaja menghantam pecahan gelas kopi. "Oh Tay," New tahu apa yang menyebabkan Tay berlaku sedemikian rupa. Ia sudah menceritakan masa lalunya yang pahit kepada New, ia sudah menceritakan segala sisi Tay mulai dari baik dan buruk berharap New akan menerimanya dengan tangan terbuka, dan tentu saja, New mencintai Tay apa adanya.

New mendekap Tay kearah tubuhnya yang dingin. Kehangatan mulai menjalar kedalam tubuh Tay tang masih bergetar akibat Syok. "Maaf," bisik Tay pelan. Ia merasa kerongkongannya sakit karena kering. "Tidak perlu meminta maaf, kau berhak menangis karena apa yang kau lewati sangatlah berat," New membelai kepala Tay sambil tersenyum manis, "bagaiman kalau kita mandi dengan air hangat? Mungkin itu bisa membantu menenangkan pikiran kita?"

Air hangat tentu membantu Tay sedikit rileks. Ia membiarkan New bersandar di dadanya karena bath tub yang berada di apartemen New hanya diperuntukan untuk satu orang membuat mereka harus berdesak desakan untuk memuatkan diri. "Tidak apa-apa, aku disini," New mengelus tangan Tay dengan lembut dan Tay mendekap New dekat dengan dadanya. "Iya aku tahu, terimakasih." Ia sangat bersyukur memiliki New disisinya sekarang, karena Tay tidak yakin dia bisa melanjutkan hidup tanpa orang yang terus menerus mengingatkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. "Apakah ini terjadi lagi karena pembunuhan itu?" ah Tay hampir lupa dengan kasus pembunuhan yang ia sedang selidiki. "Tidak yakin," jawabnya pelan, "karena sejujurnya, Singto mengatakan bahwa tidak ada bukti kekerasan seksual, hanya kekerasan saja, dan berdasarkan yang aku amati, memang tidak ada bukti kekerasan seksual didalam tubuh para anak kecil tersebut. Namun kami masih tidak yakin." 

Untuk perrtama kalinya dalam hidup, Tay merasa sangat buntuh dengan apa yang dia kerjakan. Dahulu dia sangat memimpikan pekerjaan menjadi detektif karena ia ingin membalas apa yang pamannya lakukan terhadap dirinya, terutama karena pembunuhan yang ia lihat ketika ia masih kecil. Ia sanagt ingin tahu apakah pembunuhan tersebut sudah terselesaikan atau tidak, karena sejujurnya, Tay tidak pernah mendengar kelanjutan pembunuhan tersebut, seperti pihak kepolisian sudah merasa buntu karena tidak ada jawaban. Persis seperti sekarang.

"Hey, aku yakin kau bisa memcahkannya Big guy, you are the hero in the team," Tay tertawa geli mendengarkan perkataan New yang aneh, "yeah sure, but thanks for that babe." Tay kembali rileks sambil memikirkan jasad yang ia lihat tadi pagi. Lelaki berumur kurang lebih 7 tahun, lehernya terbelit kain merah yang mungkin menjadi bahan pembunuhan yaitu dengan dicekik, kakinya diikat menggunakan kain baju korban, dan matanya terbuka lebar. Sungguh kejam untuk pembunuhan anak kecil. Tiba-tiba, New bangun dari duduknya membuat muka Tay tersiram air hangat dan sabun, "Hei," erangnya dan New tertawa, "ayo bangkit jika kau tidak ingin berubah menjadi Tay tua karena keriput. Kita masih punya pekerjaan untuk besok," Tay akhirnya bangkit dan mendapati New menatap mukanya dengan manis, "berikan aku ciuman," pintanya pelan. Tay tersenyum dan mencium bibir merah tersebut sambil memeras pantat New yang bulat, "hey, tidak ada adegan PSA lagi, kita sudah mandi dan berendam Sudah waktunya tidur bapak detektif," Tay hanya tertawa dan melihat New mulai membasuh diri.

Semakin ia memperhatikan New, ia baru saja sadar New memiliki sebuah lebam di paha kirinya yang membuat Tay bertanya-tanya mengapa lebam yang ia miliki begitu ungu. "Hei babe, itu lebam kenapa?" Tay mempertanyakan tanpa ba bi bu yang membuat New berbalik dengan kaget, "oh, aku tidak sengaja menabrak meja ketika berlari di kantor kepolisian, aku pun kaget melihat hasilnya yang begitu biru dan ungu," Tay mengangguk dan mencium paha lelaki itu dengan manja, "nah semoga ga sakit lagi," tawa Tay dengan penuh percaya diri, dan New hanya dapat menggelengkan kepalanya, "dasar aneh."




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PenumbraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang