Baru saja Dani ingin menjalankan motornya untuk keluar dari parkiran sekolah Sekar, ponsel Dani berbunyi nyaring pertanda ada panggilan masuk. Ia dengan cepat menjalankan motornya untuk keluar dari sekolah, karena tak lucu jika Dani terkunci dari luar walau satpam pasti akan membukakan gerbangnya lagi, sih. Ia kemudian segera meminggirkan motornya saat telah keluar dari area sekolah Sekar.
Sepuluh panggilan tak terjawab dari istriku.
Dani mengerutkan alisnya. Ia melihat jam panggilan masuk tersebut, dan ternyata Reina sudah menghubunginya sejak Dani masih di jalan pergi bersama Sekar. Tanpa pikir panjang, Dani melepas helm dan kembali menghubungi istrinya itu.
"Kenapa?"
"Iya, ini aku sudah di luar sekolah."
Wajah Dani yang semula datar, kini berubah masam, bola matanya mulai bergerak ke sana sini seperti gelisah.
"Bagaimana mungkin bisa seperti itu?"
Dani langsung mematikan panggilan tersebut secara sepihak, kemudian mendesah frustrasi sambil mengacak rambutnya. Ia menoleh ke belakang, melihat gerbang sekolah Sekar yang sudah tertutup rapat.
Pandangan Dani memudar. Saat itu, entah sudah yang ke berapa kali Dani merasa gagal menjadi ayah yang baik untuk putri semata wayangnya.
Di sisi lain, Sekar sedang mengumpulkan keberaniannya. Dengan perlahan ia membuka pintu kelas, kemudian langsung berjalan menuju kursi paling belakang. Kepalanya masih setia menunduk, bersamaan dengan napas yang terengah-engah karena tadi ia seakan berlari untuk cepat sampai di tempat teramannya.
Oh, aman? Kata siapa?
Sekar malah dikerumuni oleh wajah-wajah asing teman satu kelasnya itu. Ada yang lagi membuka tas Sekar dengan lancang, memainkan rambut Sekar yang terkepang, juga mengambil kacamata tebal milik Sekar.
Di mana tekadnya untuk berusaha tersenyum kepada orang-orang? Tolong ingat, kejadian bersama Salsa cukup membuat Sekar berada di titik terendahnya lagi.
Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh Sekar?
Hanya menunduk dan terdiam, seolah tak merasakan apa-apa karena selalu baik-baik saja. Mungkin itu satu-satunya respon yang bisa diberikan Sekar.
"Kenapa sampe dianter bokap? Udah tau kalo lu bakal di-bully? Jadinya lo bawa bokap biar orang-orang takut gitu sama lo?"
Miris. Bahkan Sekar saja tak mengenal orang-orang yang sudah merendahkan dirinya itu. Baru beberapa menit Sekar berada di kelas baru, di jenjang baru, apa memang tak ada orang baik selain Dina dan Alan? Oh, omong-omong Sekar belum melihat kehadiran dua malaikat itu.
"Selain cupu, lo tuli dan bisu, ya? Gak bisa denger dan jawab gue?"
Akhirnya Sekar memberanikan diri untuk mengangkat kepala yang tadinya menunduk, kemudian menatap lawan bicara yang sedang menyeringai lebar. Benar, Sekar sama sekali tak mengenal tujuh perempuan yang berada di sekelilingnya itu.
Siswi yang berada tepat di depan Sekar bertepuk tangan pelan, ia menatap Sekar dengan antusias. "Gue kira lo jelek kalo cuma nunduk, ternyata pas lagi hadap-hadapan gini juga jelek. Oh, bukan, lebih jelek."
Tujuh siswi itu tertawa terbahak-bahak, bahkan sampai ada yang terjungkal akibat terlalu bersemangat. "Nunduk lagi aja mendingan, deh. Takut sakit mata gue kalo liat lo lama-lama."
Rasanya Sekar ingin sekali menjawab, makanya pergi dari sini, gausah liatin aku lagi. Namun, Sekar masih punya akal pikiran. Bagaimana nasibnya jika Sekar mengucapkan perkataan seberani itu? Memikirkannya saja sudah membuat tubuh Sekar gemetar.
"Mulai sekarang mohon bantuannya, ya. Denger-denger lo pinter, jadi lo harus kasih contekan kalo ada tugas atau ujian, setuju?"
Siswi yang dari tadi banyak omong itu memajukan tubuhnya hingga kini mulutnya berada di sebelah telinga kiri Sekar. "Kalau lo mau selamat, sih," lanjutnya dengan berbisik yang lagi-lagi membuat Sekar merinding.
Setelah membuat Sekar semakin tegang bak patung selamat datang, ketujuh siswi itu kembali ke tempat duduk asalnya. Membuat Sekar sedikit demi sedikit mengendurkan bahunya juga menghembuskan napas yang sedari tadi berusaha ia tahan.
Benar. Ia telah terbiasa dengan itu semua. Dan Sekar yakin, ia bisa melaluinya, ia pasti akan baik-baik saja.
Dua pelajaran berlangsung dengan khidmat, dimulai dengan perkenalan singkat juga cerita-cerita dari guru membuat suasana kelas Sekar menjadi menyenangkan. Setidaknya, tak ada yang bisa melarang Sekar untuk tertawa, dan Sekar bersyukur akan hal itu. Pasalnya salah satu gurunya mempunyai lawakan garing yang persis seperti ayahnya, tetapi cukup membuat perut Sekar tergelitik karena lucu. Teman-teman sekelasnya juga berubah menjadi anak yang ceria dan tak jarang dari mereka malah ikut melemparkan lelucon sampai membuat Sekar tanpa sadar meneteskan air matanya karena saking lucunya.
Namun, di tengah-tengah kebahagiaan itu, siswi yang duduk di depan Sekar membalikkan tubuhnya. Menatap tajam Sekar sambil berkata, "Siapa yang bolehin lo ketawa sebahagia itu?"
Bersambung ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Sekala [HIATUS] ❌
Teen FictionSekar Dwi Rahayu, anak SMA yang periang juga menyenangkan. Dapat membawa vibes positif pada orang-orang di sekitarnya, tetapi mereka memilih menutup mata dan hati seakan tak peduli pada kelebihan Sekar yang belum tentu dimiliki oleh semua orang. Se...