3

2.8K 172 7
                                    

Yey! Akhirnya punya kesempatan untuk nulis ^^

Selamat membaca semua ^^

Aku tau, ini sudah lewat dari tengah malam, tapi walaupun aku sudah mencoba untuk memejamkan mataku, aku tetap saja tidak bisa tidur. Akhirnya aku memutuskan untuk bangun dari tempat tidurku dan berjalan – jalan keluar sebentar.

Memang susah untuk bangun dengan kepala sakit seperti ini, apa lagi sekarang aku mulai berkhayal di diangan yang gelap ini ada orang yang sedang duduk di sofa yang ada di ruanganku. Apa mungkin itu ayah ya? Ah, mana mungkin. Ayah kan masih di Australia mengurusi bisnisnya yang ada disana bersama ibu. Lalu, kalau bukan mereka, siapa orang itu?

“Akhirnya kau bangun juga dari kepura – puraanmu,” bayangan hitam itu berdiri dan melangkah mendekatiku.

Karena panik, aku segera berdiri dan mencari saklar lampu. Saat lampu menyala, aku bisa melihat pria tampan yang aku lihat tadi siang. “Kamu? Ngapain disini?”

Tak ada respon darinya. “Hei! Kau mendengarkukan? Kau sedang apa disini? Memangnya pasien disini bisa keluar masuk seenaknya?” kataku sebal.

“Kamu harus membantuku,” ucapnya dengan suara pelan yang masih dapat kudengar.

“Heh!? Membantumu? Untuk apa?” tanyaku heran. “Aku tidak mau, lagi pula aku tidak mengenalmu,” kataku judes.

“Kau, harus, membantuku,” ucapnya penuh penekanan.

“Aku bilang, aku tidak mau!”

“Kau harus membantuku, kalau tidak…”

“Kalau tidak apa!?”

“Aku akan membunuhmu,” ia mencengkram kedua lenganku.

Aw! Tangannya terasa dingin, walaupun tidak menyentuh kulitku secara langsung, tapi aku bisa merasakan dinginnya tangan milik pria ini. Apa yang akan dilakukannya? Dia mencengkram tanganku dengan sangat kuat! Sampai – sampai aku merasa tidak bisa menggerakkan kaki serta tanganku! Bahkan bibirkupun terasa keluh, tak bisa mengucapkan sepatah katapun.

“Aku, serius dengan ucapanku,” ucapnya dengan tegas. “Kau, harus membantuku!” ia menatapku dengan sorot mata yang amat tajam.

Karena tak bisa mengucapkan sepatah katapun, aku hanya sanggup mengangguk.

Ia pun melepaskan cengkramannya yang membuat kedua lenganku terasa sakit dan mulai mengambil jarak diantara aku dan dia. Aduh… sepertinya lenganku memar, keluhku.

Setelah merasa ia tidak akan berbuat hal macam – macam kepadaku, aku berteriak sekencang mungkin, “TOLOOOONNGGG!!!!!!!!!!! DOKTER! SUSTER! TOLOONNGG!!!!!!”

Saat aku sibuk berteriak, samar – samar aku mendengarnya berkata, “… bodoh, percuma … tidak akan …”

Tak berapa lama, aku mendengar suara langkah kaki yang tergesah – gesah terdengar semakin kencang. Brak! Suara pintu dibanting. Dokter dan suster yang memang sedang bertugas malam itu datang memasuki ruanganku dengan wajah paniknya. “Ada apa?” tanya dokter terlihat panic.

“Orang itu dok…” aku menunjuk kearah pria yang sekarang berdiri disebelah sofa. “Dia… dia ingin mencelakaiku, dok,” ucapku sambil terus menunjuk kearah pria itu.

Dokter dan suster terlihat kebingungan melihatku. “Maaf mbak Aurel, disini tidak ada siapa – siapa, kecuali hanya kita bertiga,” ucap sang suster.

“Suster apa – apaan sih!? Jelas – jelas orangnya tuh ada disitu! Disebelah sofa!” aku terus menerus menunjuk ke pria yang sedang tersenyum melecehkanku.

“Mungkin nona ini mengalami mimpi buruk, dan mungkin ini juga efek samping dari obat penenang yang tadi diberikan,” jelas sang dokter. Dokter pria itu pun meraih lenganku dan menuntunku kembali keranjang, “sebaiknya nona banyak – banyak istirahat.”

Aku hanya mengangguk sambil meringis kesakitan karena dokter itu memegang lenganku yang masih sakit.

Ia membantuku untuk berbaring dan menarikkan selimut untukku, “istirahat yang cukup ya nona Aurel, mungkin yang tadi hanya khayalanmu saja karena efek dari obat bius,” ucap sang dokter pria yang masih muda itu. Setelah berkata seperti itu, dokter dan suster itu pergi meninggalkanku.

“Sudah ku bilang, percuma,” pria tersenyum licik sambil melangkah mendekati ranjangku.

Aku sangat ketakutan melihat matanya yang tajam itu, seolah – olah ia bisa mengintimudasiku atau membunuhku hanya dari tatapan matanya. Perlahan – lahan aku menarik selimutku hingga separuh wajahku tertutup, saat ingin menutup mataku dengan selimut itu, tangannya menarik selimutku hingga terjatuh ke lantai.

“Se-sebenarnya, siapa kau?” tanyaku setelah berhasil mengumpulkan keberanianku.

Ia hanya diam sambil menatapku tajam. “Kenapa mereka tidak bisa melihatmu?”

“Bodoh. Terserah kau mau memanggilku apa. Intinya, dulu aku yang menempati ruangan ini.”

“Apa… kau… adalah hantu?” tebakku ragu – ragu.

“Mungkin.”

“Berarti kau… sudah mati?” tanyaku masih penuh keraguan dan ketakutan.

Memangnya ada ya, hantu yang belum mati? Aurel ada - ada aja nih -_-

Aurel: Heh, author! Inikan kamu yang bikin, kok aku yang disalahin sih!?

Author: Iya, maap. Saya khilaf... -_- (didamprat juga sama ratu sekolahan-_- #nasib)

Falling In Love, with GHOST!?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang