BAB 1

3.1K 295 96
                                    

"Jadi gimana? kamu udah nentuin tanggal yang tepat untuk perceraian kita?"

Liora memandang lelaki di hadapannya dengan wajah tanpa ekspresi. Nada bicaranya begitu tenang, seakan kalimat yang baru saja ia ucapkan adalah hal yang sangat sepele.

Fabian membalas tatapan Liora dengan senyum jenaka. Hidup selama tiga bulan bersama wanita itu sudah membuatnya terbiasa dengan sikap Liora yang begitu dingin, seakan tidak berperasaan.

"Nggak sabar banget. Mau balikan sama mantan kamu?" Fabian bertanya dengan nada bercanda. Namun Liora hanya membalas dengan dengusan kecil, baginya lelucon yang dilemparkan lelaki itu sama sekali tidak lucu.

"Aku masih mencari tanggal yang tepat," Fabian berkata lagi, "kebetulan dua bulan lagi peresmian cabang Alvaz di Bali. Sedangkan empat bulan lagi, Oma ulang tahun. Kita harus memikirkan surprise dan hadiah untuk beliau."

Fabian menelusur wajah Liora yang datar tanpa ekspresi. "Tenang aja, semuanya akan berjalan sesuai harapan kamu, nggak akan lewat barang sehari pun," ucapnya kemudian.

Liora menghela napas sedalam mungkin. Meski terlihat konyol, ia tahu Fabian lelaki yang bisa diandalkan. Terbukti, lelaki itu mengurus pesta pernikahan mereka dengan baik pada tiga bulan lalu. Liora hanya perlu mempersiapkan kebutuhan pribadinya—semacam gaun, sepatu, perhiasan—sedangkan selebihnya menjadi urusan Fabian. Liora bahkan tidak perlu repot-repot memeriksa catering maupun dekorasi tempat. Sebab jauh sebelum hari-H, segalanya sudah diatur dengan baik.

Dibalik sikapnya yang tidak pernah serius, Fabian justru sosok yang sangat terorganisir.

"Skandal perselingkuhan. Apa itu cukup?" tanya Liora.

Fabian terdiam sebentar, tampak berpikir. Kemudian ia bangkit dari sofa, berjalan menuju jendela besar pada ruangannya yang terbuat dari kaca. Ia berdiri di sana, menjatuhkan pandangan pada kendaraan yang berlalu lalang tanpa henti.

"Kamu yakin mau dicap sebagai tukang selingkuh?" Lelaki itu balas bertanya.

"Nggak masalah. Kebetulan, aku bukan orang yang cukup peduli dengan pandangan orang lain."

"Terus, kamu udah punya calonnya? Pria yang akan berperan sebagai selingkuhan kamu?"

Fabian memutar tubuh membelakangi jendela. Dengan kedua tangan terlipat di dada, pandangannya kembali tertuju pada Liora. Selama beberapa detik, mata keduanya bertemu.

"Untuk saat ini, belum. Tapi itu bukan hal yang sulit. Selama kita memiliki uang, segalanya dapat diatur dengan baik," Liora menyahut datar.

"Wahhh...," Fabian menggeleng-gelengkan kepala, takjub dengan pemikiran Liora. "Kamu benar-benar mengagumkan. Meski sedikit arogan, aku suka sifat kamu yang cuek dan sangat praktis. Hm, sekarang aku justru takut, nantinya akan menyesal telah melepas sosok istri yang langka seperti kamu."

Liora mendecih. Entah Fabian benar-benar memuji atau justru menyindirnya, wanita itu tidak peduli. Ia hanya menginginkan satu hal; segalanya berjalan sesuai rencana awal.

Bahwa pernikahan mereka tidak boleh melebihi jangka waktu satu tahun.

"Sembilan bulan. Masih tersisa banyak waktu memang, tapi kita tetap tidak boleh bersantai. Semua harus terstruktur dengan baik." Usai mengucapkan rangkaian kalimat tersebut, Liora meraih clutch hitam berlabel Gucci miliknya, lalu bangkit dari sofa. "Apa siang ini aku harus menemani kamu makan?"

"Nggak perlu, siang ini aku harus meeting dengan klien," sahut Fabian.

Liora mengangguk mengerti. Lantas ia berjalan menuju pintu, disusul Fabian yang mengekor di belakangnya. Begitu pintu sang bos besar terbuka, ekspresi wajah Liora mendadak berubah seratus delapan puluh derajat. Raut datarnya berganti senyum lebar, tatkala beberapa karyawan berlalu lalang melewati ruangan tersebut. Semuanya menyapa wanita itu dengan sopan, dan Liora membalasnya dengan sangat ramah.

Fabian yang kini berdiri di sisi Liora menyeringai kecil. Orang-orang hanya tidak tahu bagaimana sesungguhnya sifat Liora. Perempuan itu terlalu pandai berakting. Dan hanya perlu menunggu beberapa detik, akting Liora pasti semakin menjadi.

Terbukti, kini Liora memutar tubuh menghadap Fabian. Ia merapikan letak dasi lelaki itu dengan tersenyum lebar, seakan dirinya adalah wanita paling bahagia di dunia. Padahal, sinar matanya berbanding terbalik dengan hal tersebut.

"Aku nunggu kamu di rumah. Jangan pulang lama-lama ya, kita makan malam bareng."

Liora berusaha menahan rasa ingin muntah saat mengucap kalimat tersebut. Terlebih saat harus memaksakan agar nada suaranya terdengar manja. Meski merasa jijik, Liora tidak memiliki pilihan. Ini menjadi salah satu komitmen mereka di awal pernikahan; selalu terlihat romantis di depan khalayak.

Fabian membalas senyum Liora, ia membelai puncak kepala gadis itu dengan lembut.

"Tentu, Sayang. Kamu hati-hati ya pulangnya."

Sebuah kecupan mendarat di dahi Liora. Fabian biasa melakukannya untuk mendukung sandiwara mereka.

Liora mengangguk. Lantas, ia berjalan meninggalkan Fabian, menyisakan aroma vanilla yang merangsek indra penciuman lelaki itu. Rambut panjang bergelombang miliknya bergerak-gerak, seiring langkahnya yang begitu anggun, bak seorang model tengah berjalan di atas catwalk. Senyum lembut menghiasi wajah cantik Liora, mengundang decak kagum setiap karyawan yang berpapasan dengannya.

"Gila, Bu Liora anggun banget, ya. Mana murah senyum lagi."

"Cantik banget ya Tuhaaannn ... serasi banget sama Pak Fabian yang ganteng."

"Iri banget sama mereka. Bener-bener pasangan ideal."

"Meleleh gue kalo udah liat interaksi mereka. Dua-duanya sweet dan romantis abisss..."

Bisikan-bisikan bernada pujian itu terdengar seiring derap langkah Liora, membuat wanita itu terbahak dalam hati.

Andai saja mereka semua tahu kenyataan yang ada. Bahwa Fabian dan Liora tidak sesempurna apa yang mereka tampilkan. Bahwa sesungguhnya, tidak ada cinta di antara keduanya.

Bahwa sang bos besar dan istrinya sepakat menikah hanya untuk ... bercerai.

♥ ♥ ♥

Heihooo, aku kembali bawa cerita baruuu.
Aku melahirkan tokoh Fabian dan Liora karena rindu menulis kisah pernikahan, hueee.
Nantinya, cerita ini akan update secara bergantian dengan Beautiful Rose dan Ma Cherie.
Itu juga kalo kalian minat bacanya sih, wekekekk.

So, aku cek ombak dulu deh.
Lanjut jangan nih?
Yang pengen baca, ada berapa banyak nih?
Yu komen yuuu....

The Boss and His WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang