Chapter 7

775 21 0
                                    

Mari continue ada idea sikit ni.

Hari ke tiga untuk acara bulan madu keduanya di Pulau. memang tidak begitu membosankan karena dihari itu pula, Hujan tak begitu banyak turun menyerbu dari langit. Meski hamparan pantai masih berselimutkan es, Boboiboy dan Yaya tetap bisa bermain di sekitar sana meski akhirnya kejadian memalukan tadi harus tetap terjadi.

Setelah mandi serta makan malam, Yaya rebahkan tubuhnya dengan nyaman sambil menyender di kepala ranjang. Dia nyalakan TV lalu mencari saluran yang dapat membuatnya tertarik. Suaminya sendiri sekarang tengah asyik dengan mainannya. Dia lihat Boboiboy masih betah duduk di sofa sambil memainkan PSP. Yaya bersikap acuh. Ia sendiri nampak puas dengan tontonan yang sekarang tengah menjadi pusat perhatiannya yakni televisi.

“Sayang” Boboiboy berseru lantang “Besok kita harus pergi ke rumah Mama aku . Dia mengatakan jika kita tidak boleh lupa untuk mengunjunginya saat datang ke sini”

“Hemh….kau atur saja, Boboiboy” dengan sekenanya, Yaya menyahuti.

Boboiboy men-pause gamenya sejenak. Dia arahkan ke dua matanya ke arah Yaya yang sekarang masih asyik menonton televisi. Boboiboy men-play lagi gamenya.

“Bibi Yah Juga sudah menelepon terus. Katanya, kita jahat sekali jika sampai lupa pada janji untuk mengunjungi mereka”

“Hyaaaaaa!!!”

“Kau ini!” maki Yaya setelah teriakan suaminya terdengar “Aku bilang kau atur saja! Apa kau tidak lihat jika aku sedang fokus menonton televisi? Mengangganggu saja”

Boboiboy mengembungkan pipinya dengan sebal. Satu tangannya dia gunakan untuk meraih bantal yang tadi Yaya lempar dengan sadis ke mukanya. Jangan tanyakan bagaimana nasib gamenya. Karena akibat lemparan bantal tersebut, gamenya yang sudah hampir memasuki level akhir harus kandas. Kasihan. HemhHh

“Dasar istri penyiksa”Boboiboy mengejeknya

“Apa?!”

“Apa? Kau lanjutkan saja menontonmu. Aku tidak mengatakan apapun”

Yaya mendengus memerah sejenak saat suaminya balas berucap. Walau pelan, tapi dia bisa dengar ocehan ringan suaminya tadi. Bibirnya berdecak namun tak lama kemudian, Yaya kembali menonton televisi.

Dari arah sofa, Boboiboy masih menatap kesal serta sedih layar PSPnya. Ia ingin marah namun tak berani. Padahal jika Yaya tak mengganggunya, mungkin sekarang dia bisa berteriak kegirangan karena gamenya sudah selesai masuk level akhir dengan selamat berlabelkan ‘you’re the winner’. Tapi, jika dia tunjukan kesal serta marahnya, kemungkinan besar kesempatan untuk mendapatkan jatahnya akan kembali musnah.

Jatah?

Seketika otak lemotnya mulai bekerja. Boboiboy menyimpan PSPnya dengan asal dan ia sedikit berlari untuk menghampiri istrinya. Boboiboy naiki ranjang dengan sedikit tergesa-gesa. Hal pertama yang dia lakukan adalah mendekatkan tubuhnya serapat mungkin dengan Yaya, kemudian dia gunakan satu tangannya untuk mengelus lengan Yaya manja.

“Sayang…” nada suarnya terdengar rendah. Jemarinya mengelus lembut lengan Yaya “Sudah malam, apa kau belum mengantuk?” lanjutnya masih menatap Yaya dari samping.

“Sebentar lagi” sahut Yaya tak menoleh ke arah Boboiboy “Acaranya sangat bagus. Aku tidak mau melewatkannya”

“Tapi ini sudah malam, sayang…” selanya lagi “Nanti kita bisa bangun kesiangan”

“Sebentar lagi, Awak . Tanggung”

“Ayolah, sayang…tidur terlalu malam itu tidak baik”

“Kau duluan saja, Boboiboy”

“Tapi say-“

“Yak!”

Kembali pekikan tercipta yang serta merta ditanggapi dengan raut muka takut dari Boboiboy. Melihat mata istrinya yang memelototi dirinya buat kepala pria itu sedikit mundur ke belakang dengan dahi mengkerut. Aura istrinya sedang tidak mengenakan. Boboiboy harus hati-hati. Yaya hembuskan napasnya secara perlahan kemudian menatap suaminya dengan senyum.

“ Boboiboy sayang” ucapnya dengan mencoba lembut ditambah senyum yang dipaksakan “Kau tidur duluan saja, ok? Aku masih ingin menonton. Selamat tidur, sayang”

Kecupan singkat diberikan Yaya pada bibir suaminya. Setelahnya, dia kembali duduk dengan tenang dan tetap dengan posisi berselonjor seperti semula. Menonton televisi kembali Yaya lakukan. Boboiboy berdecak pelan. Dari posisinya yang tadi menyamping, pria itu kemudian rubah menjadi sama yakni menghadap televisi. Dia melirik istrinya dalam diam dan hening. Membosankan. Pikirnya yang mulai tidak tahan.

Tidak mau ambil pusing, satu tangannya kemudian melingkari pundak Yaya Mengintruksikan wanitanya untuk menyender di dadanya. Yaya menatap Boboiboy sekilas. Dilihatnya, sang suami tak berekspresi apapun dengan tetap melihat ke depan. Yaya tak peduli. Dia kemudian nikmati posisinya yang menyandar di dada suaminya.

Lama hal itu terjadi dengan keadaan hening dan hanya bertemankan suara televisi yang kini masih asyik menyuarakan serta menampilkan tontonan kartun Spongebob.

Pikiran-pikiran mesum yang semula berkeliaran di otak Boboiboy kini, mulai hilang entah kemana. Namun nyatanya, bibirnya tetap bekerja untuk kecupi ringan puncak kepala istrinya walau ke dua matanya tetap berfokus pada layar televisi. Telapak tangannya yang semula hanya merangkul pundak Yaya, kini sedikit demi sedikit berubah menjadi mengelus lengan Yaya pelan.

Boboiboy tetap lakukan itu hingga beberapa saat kemudian, satu tangannya yang lain mengelus pipi Yaya dengan pandangan teduh. Dia tak bisa diam begitu saja. Saat Yaya menatapnya bertanya, pria itu tak banyak berucap langsung meraup bibir istrinya dengan lembut. Hal demikian sanggup membuat Yaya mengerang tertahan namun tak beri penolakan.

Layar televisi tetap menampilkan tontonannya dengan tenang walau suara pertengkaran Spongebob, Patrick sertaSquidwardmasih mendominasi mengisi keheningan yang ada. Ciuman itu tetap berlanjut sampai satu gerakan tercipta. Boboiboy angkat tubuh istrinya untuk duduk di atas pangkuannya. Tak sedikit pun ciumannya dia lepas. Seakan diberi jalan, hal itu buat kegiatan mereka semakin lama semakin memanas.


A Sweet LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang