Prolog

16 4 2
                                    

Perhatian!
Cerita ini hanyalah sebuah fiksi dan mohon dimaklumi jika masih terdapat kesalahan dalam pengetikan

Sretno čitanje 💋

Prolog •

–––––

"Cake and Cold"

–––––

Angin mulai sering berhembus kencang dan udara terasa lebih dingin, musim penghujan akan segera tiba. Hidungnya yang sudah sensitive selalu menjadi lebih sensitive lagi pada musim ini, jangan lupa untuk mengingatkannya agar selalu membawa jaket serta payung mulai dari sekarang.

Hembusan angin itu dengan mudah membuat tulang dalam tubuhnya bergetar. Baju panjang yang lebih terlihat seperti sweater ini tidak dapat menghalau tubuhnya dari rasa dingin.

Ia harus segera pulang, hanya beberapa meter lagi hingga ia menemukan rumah berhalaman luas—bergaya klasik dan berlantai kayu. Bayangan mengenai secangkir teh chamomile hangat serta aroma khas dari lembaran buku yang dibalik membuat kakinya berjalan tidak sabar.

Jika saja bukan karena Adhyasta meminta untuk dibelikan sepotong kue, ia tidak akan mau keluar di tengah cuaca dingin seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, mengingat kondisi Kakaknya itu dalam keadaan kaki berbalut gips membuat ia tak bisa menolak. Bagaimanapun juga hanya ada dirinya, hanya ada mereka berdua. Dan tak ada lagi selain itu.

Netra abunya sudah dapat melihat rumah berlantai satu tersebut, dengan halaman yang ditumbuhi banyak bunga hasil kerjanya selama beberapa tahun. Pohon mangga yang ia tanam pun kini telah berbuah walaupun masih dalam bentuk kecil, ia bisa merasakan bagaimana manisnya hasil buah dari pohon tersebut meski hanya membayangkannya.

Kaki jenjangnya berjalan menyusuri trotoar, kemudian berhenti seraya menengok ke kanan dan ke kiri bersiap untuk menyebrang. Namun seorang pria berjaket jeans hitam yang berada tak jauh darinya membuat ia terpaksa berlari dan menghampirinya dengan tergesa.

“jangan lakukan!”

Pria bergaya rambut tousled wave itu berhenti, menggantungkan kedua tangannya di udara sebelum sempat melakukan apapun hal yang hendak dikerjakannya.

“jangan melakukannya,” pintanya kali ini dengan nada yang lebih pelan dan lembut. Pria itu terdiam, masih dengan kedua tangannya yang terangkat di udara.

“kenapa?”

“karena ini adalah hal yang salah,” sudah sepantasnya bagi seseorang untuk menegur sebuah tindakan salah, bukan hanya dirinya. Namun semua orang memiliki kesempatan yang sama. Dan kali ini ia melihat hal tersebut, tanpa berpikir panjang ia pun berlari. Nyaris menerjang jika saja pria itu tidak berhenti karena mendengar teriakannya.

Ia tidak pernah berpikir jika tindakannya saat ini adalah sebuah perbuatan yang salah, namun ia juga tidak tau jika sesuatu yang tidak salah ini akan berdampak besar dalam kehidupan seseorang, dan dalam kehidupannya sendiri.

•••••

And the story is begin•

Jangan lupa nantikan part selanjutnya, serta tinggalkan jejak berupa vote & coment ✔

See you in the next part 💋

Dyaa°

Dinamika KesendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang