Foto?

44 3 0
                                    


Ardhia Rahmah, namanya mencuat ketika baru saja ia menjadi mahasiswa. Atas sikap beraninya menggerakkan mahasiswa baru untuk menolak ospek yang tidak manusiawi. Kejadian bersejarah yang akhirnnya dikenal sebagai aksi TSC atau "Tolak Senior Carut"

"Dea, Namamu disebut-sebut lo tadi pas Rapat di UKM Wicara." Wulan nyeletuk, sesaat saja setelah menjawab salam Pak Oji, tanda kelas Statistika usai.

"Disebut-sebut bagaimana?" Dea merespon seadanya, antara tertarik atau tidak, tidak ada yang tahu.

Namun dasar 'Wulan The Investigator', jiwa wartawan sepertinya sudah mendarah daging. Najwa Shihab atau Mbak Nana adalah idola dan panutannya.

"Kamu calon kuat jadi Ketua BEM Fakultas lo Dea.." Wulan memasang wajah serius dan berapi-api.

"Kamu bisa aja Lan.. Dengan tugas Pak Oji sebanyak ini, masih sempat mikirin itu? waduh.. amit-amit.." Dea bergegas merapikan buku catatan, beberapa dokumen, blek blek, masuk tas dan bergegas meninggalkan Wulan dengan segala ide-ide kewartawanannya, 'Semua adalah berita'.

"Yak.. Deyak.. Bang Gabriel titip salam.." Seperti biasa, Dea dan Wulan memang sudah dekat sejak sekolah dasar. Meski berbeda pemikiran dan kegemaran, mereka adalah contoh persahabatan ideal, tetap kompak walau tak sama.

"Siapa lagi tu?" Dea mengerutkan kening tanda tak tahu.

"Waaaahhh... Idola kaum hawa tuh... sampai-sampai para Akhwat Rohis nggak kuat iman." Wulan kaget, namun dengan kaget yang mencurigakan, seperti Mbak Nana yang siap dengan pertanyaan tajam lainnya.

"Gaya kamu yang seperti ini, justru menambah rasa penasaran lelaki lo Dea." Wulan sedikit mencondongkan badannya, berharap Dea menjawab segala berita yang ia bawa.

"Eh... Ja'... Mau kemana?" Dea malah memalingkan wajah. Menyapa si Reza, mahasiswa seangkatan mereka, namun beda kelas.

"itu... ke.. itu... aa..." Reza setengah kaget, jarak mereka terhadalang oleh taman koridor. Dea dan Wulan kearah kantin. Reza ke arah yang ditanyakan oleh Dea.

"Kami ke kantin dulu ya.." Dea melambai supel dan berlalu. Reza pun sama, sama-sama berlalu.

"Reza itu sebenarnya gagah, Tinggi, Bersih dan Tutur katanya sopan.. tapi sayang..." Wulan melirik-lirik kearah Reza yang sudah menjauh.

"Tapi sayang apa?" Dea bertanya sembari menaikkan alis.

"Aneh.. dan Parut diwajahnya itu.. Bikin Serem kalau ketemu.. hahahah.." Wulan mencoreng wajahnya sama dengan posisi bekas luka diwajah Reza, sembari terbahak jahat.

"Ih kamu ini.. itu namanya Body Shamming."

Dea dan Wulan tiba dikantin. "Mas.. Nasi Sup nya satu ya.. Kamu pesan apa Lan?"

"Sama aja Mas, nasi Sup, minumnya air putih aja." Wulan setengah berteriak.

Mereka mengambil posisi biasa, dua meja dari pintu masuk. Dari sana Dea dapat fokus tanpa harus memperhatikan kasir yang selalu ramai, dan abang pembuat jus yang selalu bising. Tetapi tidak juga jauh dari keramaian. Kalau Wulan, bahagia saja diamampun berada.

"Dea, minta foto terbaikmu ya. Aku sudah buat Artikel bagus nih. Pasti bakal VIRAL seantero Fakultas."

"Foto?"

DeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang