Part 2

1 1 0
                                    

Duta memetik gitarnya dengan lesu. Entahlah … saat ini pikirannya kosong, ide-ide membuat lirik lagu seakan raib dari otaknya. Tidak lama gitar teronggok mengenaskan di pinggir tempat tidur.

Duta memilih mengurung diri di kontrakan. Saat ini, Jiwa pejuangnya untuk membuat lagu seakan menguap dengan kepergian permata hati. Ingin tidak memikirkan semua, tetapi nama itu telah terpatri di hati. Membuat Duta sesak napas menghadapi hati yang kini hancur berkeping.

Untung saja teman-temannya mengerti keadaan dia sekarang. Dari SMA mereka bersama. Mereka juga melihat perjalanan cinta Duta dengan Anggi yang indah walau cukup berliku. Mereka juga saksi hidup perjuangan Duta untuk dapat memperoleh restu ayahnya Anggi.

Duta beserta teman-temannya sudah beberapa tahun ini mengirim  demo lagu ke beberapa dapur rekaman. Setelah berjuang bertahun-tahun, akhirnya mereka diberi kesempatan masuk salah satu dapur rekaman. Setahun sudah band itu mencoba eksis di dunia musik yang kejam. Kini mereka mulai memetik hasil kerja keras mereka walau tidak banyak. Namun, kebahagiaan bandnya, berbanding terbalik dengan dirinya yang kini terkena sindrom patah hati.

Duta memilih merebahkan diri dengan kedua telapak tangan tertindih kepala. Angannya melayang jauh. Teringat pahit manisnya menjadi kekasih gadis cantik bernama Anggi.

Sebelum mengenal sosok Anggi, nama gadis itu sudah menggaung seantero sekolah karena kecantikan, dan kepintarannya. Dani … salah satu sahabatnya terang-terangan mengatakan bila dia naksir berat dengan Anggi. Sayang sekali, dia terlalu malu untuk berkenalan karena Anggi bagai tidak tersentuh sama sekali.

Duta dengan segala kesibukannya mengurus OSIS, dan mengurus band yang dia dirikan dengan teman-temannya, membuat Duta tidak pernah peduli dengan nama Anggi sedikitpun.

Tidak disangka suatu hari dia berkesempatan berkenalan dengan gadis itu. Akibat kelelahan dengan berbagai kegiatan, membuat Duta harus berakhir di ruang kesehatan. Siapa menduga ternyata salah satu tempat tidur  sudah ada yang menempati. 

Dua tempat tidur hanya dipisahkan oleh sebuah tirai yang mudah ditutup dan dibuka. Akhirnya Duta memilih ranjang satunya. Dia yakin  sebelah di tempati oleh seorang gadis. Terbukti dengan hijab panjang penutup kepala sempat terlihat walau sekejap.

Duta merebahkan badannya di ranjang yang sudah dia pilih. Kelelahan berpengaruh pada tubuhnya yang mulai terasa rapuh. Kegiatan OSIS dan band benar-benar menguras tenaga. Dirinya hampir saja terlelap, tapi niat untuk tidur sedikit terganggu karena terdengar percakapan dibalik tirai. 

Sepertinya sang gadis kedatangan teman, suara perempuan terdengar saling bersahutan. "Aduh Anggi, kok kamu bisa ambruk begini. Makanya jangan belajar terlalu keras, jadinya bukan ikut pelajaran, malah nginep di sini dah."

"Iya nih, habis sholat tahajud langsung belajar, udah beberapa malam begitu biar kalau semesteran siap. Nggak capek-capek ngapalin lagi. Malah ambruk."

Anggi ….

Jadi gadis di sebelah itu yang bernama Anggi. Gadis yang Dani taksir berat. Tirai yang memisahkan mereka tidak sengaja terbuka karena senggolan salah satu teman Anggi. 

"Wah ternyata Kak Duta ada di sini juga. Ngapain, Kak?" 

Ternyata salah satu teman Anggi yang berada di sana adalah Tia, salah satu anggota OSIS yang sering bertugas bersamanya. Wajar jika Tia menyapa Duta tanpa sungkan.

"Kecapean biasa. Ngurusin OSIS sama Band bikin badan ambruk. Makanya istirahat," jawab Duta ramah.

Ekor mata Duta melihat salah satu teman Tia menyenggol Tia seperti memberi kode. Duta sudah terbiasa dengan keadaan itu. Banyak gadis-gadis yang sering terpesona saat melihat tampangnya. Namun belum ada satupun yang mampu menaklukkan hatinya.

"Kak, kenalin ini teman-teman Tia."

Duta yang sedari tadi hanya menengok sekilas, berubah menatap semuanya. Dia bersalaman dengan dua orang teman Tia. Salah satu teman Tia yang sedang sakit, benar-benar bernama Anggi. 

Anggi memang hanya menangkupkan kedua tangan di dada sembari menggerakkan dagu disertai senyuman manis. Namun, pandangan langsung Duta seperti kehilangan fokus. Seolah-olah antensi tubuhnya tersedot hanya ke arah Anggi. Hati lelaki itu langsung berdetak kencang hanya melihat wajah Anggi yang ternyata memang seindah mawar merah.

"Aduh, kayaknya ada lagi nih satu lelaki yang kembali menjadi korban kecantikan Anggi si bunga sekolah."

Celetukan Tia membuat wajah Duta memerah karena malu. Sungguh baru kali ini dia tidak bisa menjawab Tia, padahal mereka sering sekali memperdebatkan sesuatu selama ini.

"Temen kamu membuatku kehilangan fokus, Ya," jawaban Duta membuat wajah Anggi memerah.

"Udah, Kak. Jangan digodain terus, kasian temen Tia jadi malu ih. Kakak mah gitu."

Tia langsung menutup tirai sambil tertawa melihat Duta yang tersenyum malu, dan Anggi yang wajahnya memerah karena digoda Duta.

Duta meringis pilu. Perkenalan pertama dengan Anggi begitu manis walau harus terjadi di ruang kesehatan karena kondisi tubuh yang sama-sama drop. Ah … betapa manisnya senyum Anggi kala itu. Bahkan setelah perkenalan, hanya senyum perempuan cantik itu yang terbayang oleh Duta. 

Duta memetik gitarnya untuk menghilangkan pikiran tentang Anggi. Apalagi sekarang mungkin gadis yang sangat dia cintai saat ini kemungkinan sudah menerima kata sah setelah sang suami mengucapkan ijab kabul. Mengingat hari ini Anggi menikah dengan calon suaminya. 

Dia lebih baik tinggal di kontrakan meratapi diri, daripada harus hadir dengan hati sangat terkoyak. Sungguh Duta tidak sanggup menghadapi semua itu. Baginya patah hati kali ini begitu menghancurkan hidupnya..

Ingin sekali dia tahu kabar Anggi. Namun, tentu saja dia tidak berani lagi menghubungi Anggi pasca putusnya hubungan mereka. Duta tidak punya nyali bahkan hanya mendengar suara perempuan yang masih begitu dia cintai itu.

Diraihnya handphone yang teronggok tidak berdaya di kasur. Tidak lama, dia menekan kontak Erna untuk menghubungi. Dia tahu pasti, Erna pasti sekarang ini sedang berada di rumah Anggi untuk menyaksikan perempuan itu melaksanakan ijab kabul.

Terdengar di telinga Duta, jika panggilannya telah diangkat. "Hallo," terdengar suara Erna berbisik.

Pandangan mata Duta langsung kosong dengan tetes airmata yang dengan lancang turun ke pipi. Saat Erna mengangkat teleponnya, bukan suara erna yang terdengar, justru suara lain yang terdengar begitu menusuk ulu hatinya. Saat ini rasanya Duta hanya ingin mati saja.

"Sahhh!"

"Sahhhh ….!"

Tbc

#BenitoPublisher
#LombaRomanceBenito

Saat Jodoh telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang