8

5.7K 898 76
                                    

Pulang, bertemu dengan ibu. Aku belum siap. Jawaban apa yang akan kuberikan, serta penjelasan seperti apa yang akan kuuraikan pada beliau?

Maaf, Bu. Yuri jatuh cinta pada om Abim, mantan ibu.

Yuri tidak sadar, Bu. Perasaan itu hadir begitu saja.

Tidak. Semua alasan itu belum satupun dibenarkan oleh logikaku.

"Nggak mau lihat-lihat dulu?"

Aku menggeleng. Ini rumahnya. Sangat tidak sopan jika aku berkeliaran.

"Siapa tahu ada yang harus diubah." om Abim menunjukkan sebuah piano. "Misalnya, itu. Apa harus Mas pindahkan?"

"Yuri nggak paham begituan. Lagian, ini rumah Om. Kenapa Yuri harus repot-repot mikir?"

"Nanti juga jadi milik kamu."

Masih seperti mimpi. Kejadian dari pagi sampai sore ini, di luar jangkauanku.

"Tenang saja, rumah ini Mas bangun bukan untuk ibumu."

Aku mengerjap. Mungkin bahasan kami tidak akan jauh-jauh dari ibu. Ibu merupakan sosok istimewa dalam hidupku, juga pernah menjadi sosok spesial dihatinya.

"Mas tahu. Ayahmu kaya. Makanya, nggak sedikitpun Mas luangin waktu untuk bangunin rumah ini atas nama ibumu."

Aku tahu. Yang diberikan om Abim pada ibu selama ini adalah pikirannya.

"Sudah Mas bilang. Masih ingat saat di Bali?"

Ah. Ingat Bali, aku jadi ingat pertama kali om Abim mengetahui perasaanku.

"Sejak kapan Om tahu tentang perasaanku?"

"Mulutmu mau diajarin?"

"Kenapa? Yuri salah ngomong?" aku bertanya, nggak nyela juga. Di mana yang salah?

"Mas. Bukan Om. Memangnya kamu mau panggil suami kamu nanti dengan sebutan Om?"

Apa?

"Biasakan. Mas mau dengar."

Tidak bisa. "Kalau tidak mau jawab nggak apa-apa juga," kataku. Gimana mau panggil Mas? Tahu dia ngomong serius seperti di mobil tadi sudah bikin aku syok.

"Cobain."

"Kapan-kapan saja," elakku. Sekalipun aku suka padanya, tidak pernah terpikirkan olehku tentang sebutan 'mas'.

"Tentang diary-mu, kamu tidak mau tahu?"

Tubuhku menegang. Mataku menelisik. Apakah...

"Hilda membacanya."

Astaghfirullah. Wajahku terasa panas.

"Sebelum ujian awal semester."

Ya Rabb..
Setahun yang lalu?

Sudah se-lama itu mereka tahu?

"Awalnya Mas nggak percaya." om Abim menatapku dengan wajah serius.

"Dan Mas tidak harus meminta maaf karena sudah membaca catatan harian calon istri Mas."

Tanganku kuremat cukup keras. Di sana pujian untuk laki-laki itu amatlah jelas.

"Mas mencintai ibumu, dulu." kata-kata itu diucapkan sangat pelan, seolah menjaga sambungan kata-kata agar tak terputus. "Hari ini." om Abim menggeleng. Hatiku ketar-ketir di dalam sana, menantikan kalimatnya.

"Tidak. Delapan tahun yang lalu, di saat hatiku masih terpaut pada wanita lain, Tuhan menghadirkan rasa padamu. Kamu menjaganya untukku. Dan Tuhan memberitahuku setahun yang lalu."

CATATAN HATI YURI (bab Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang