Alasanmu sederhana,
tapi cukup membuatku berdebar karenanya.°°°
"Kamu nggak mau ikut Oma sama Opa aja? Disini sendirian, loh,"
"Nggak, aku disini aja. Masih ada Bi Siti sama Pak Jupri juga. Jena gapapa disini aja, Oma,"
"Tapi Oma khawatir ninggalin kamu,"
"Aku gapapa, Oma. Jena udah gede,"
"Yasudah, tidak usah dipaksa, Oma. Biarin Jena disini dulu. Toh, Jena nanti juga kuliah di Jerman. Iya, kan?"
"Iya, Opa."
"Yasudahlah, kalo itu mau Jena Oma bisa apa?"
Percakapan antara dirinya dengan Oma Opa nya tadi sebelum mereka pulang ke Jerman masih terngiang di telinga Jena. Sejujurnya ia ingin tinggal di Jerman bersama Oma Opa nya. Akan tetapi, rasanya ia masih belum sanggup meninggalkan rumah ini, rumah yang menjadi saksi ia dan abangnya tumbuh bersama.
Jena merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Memejamkan matanya berusaha agar terlelap dan ketika bangun ia harap ini cuma mimpi. Tapi mustahil rasanya.
🍁🍁🍁
Rapih dengan seragam putih abu-abunya, Jena turun untuk sarapan. Disana sudah ada Bi Siti yang sedang menyiapkan makanan.
"Aku bisa ambil sendiri kok, Bi." Kata Jena saat Bi Siti mengambilkan nasi goreng untuknya.
"Ndakpapa khusus untuk kesayangan Bibi ini,"
Senyum Jena mengembang menatap Bi Siti. Bi Siti lah yang merawat ia dan Abangnya dulu setelah orang tuanya meninggal. Jena sudah menganggap Bi Siti seperti ibunya sendiri.
"Makasih, Bi."
Jena menerima sarapannya dan memulai ritual makannya. Bi Siti tersenyum mengelus rambut lurus Jena yang tergerai indah. Lalu duduk memerhatikan Jena makan. Jena memang selalu minta ditemani saat makan.
"Bi Siti udah makan?" Tanya Jena disela-sela makannya.
"Belum, nanti saja kalo Non Jena sudah berangkat,"
"Yaudah Bibi makan, Jena udah kenyang," Jena berdiri diikuti Bi Siti yang disampingnya.
"Loh ini belum habis kok sudah mau berangkat,"
"Udah siang takut telat, Bi. Assalamualaikum," pamit Jena lalu mencium telapak tangan dan pipi Bi Siti. Kebiasaannya setiap akan pergi.
"Waalaikumsalam, belajar yang bener, ya." Jena mengangguk tersenyum lalu melangkahkan kakinya keluar rumah.
Niatnya hari ini ia ingin diantar jemput Pak Jupri, sopirnya. Rasanya ia terlalu malas untuk menyetir sendiri.
Mata Jena melotot melihat motor ninja hitam terparkir di halaman rumahnya. Terlebih lagi saat melihat pemiliknya yang sedang berdiri gagah ditemani Pak Jupri yang sedang tertawa.
"Kakak ngapain disini?"
"Pagi-pagi pake seragam kesini ya sudah pasti mau jemput Neng Jena lah," bukan Angkasa yang menjawab tapi Pak Jupri yang kini sedang tersenyum menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jena
Teen Fiction"Selama ini Kakak anggap aku apa?" Berawal dari pesan terakhir mendiang sahabat Angkasa yang mengharuskan ia menjaga gadis cantik bernama Jena, adik sahabatnya. Hari demi hari Angkasa lewati menggantikan peran sebagai kakak untuk Jena. Hingga pada...