☆01 ~ Vivliopistimt ☆

560 101 29
                                    


       MANUSIA setidaknya dianugerahi satu petabyte untuk tiap memori otaknya. Lebih mungkin, mengingat bagaimana bagan perjalanan kehidupan akan selalu menyajikan ingatan baru yang terekam dalam setiap detiknya. Menghadirkan sebuah senyuman kebahagiaan atau air mata yang mengalir deras penuh kesakitan menyesakkan. Paling tidak itu lebih baik, daripada kekosongan hati di mana kenangan dalam ingatan tersebut terenggut begitu saja, menghadirkan lubang besar berisi tanya yang membuat sakit kepala. Jisoo benci itu.


Si gadis hanya bisa menghela napas pasrah. Sekuat apa pun usahanya mengingat, nyatanya tidak ada yang tersangkut barang sedikit pun. Meski begitu, hidupnya terus berjalan normal, dirinya mengingat setiap nama, setiap kisah, bahkan setiap peristiwa yang rasanya belum pernah ia lakukan sebelumnya. De javu, begitu pikirnya.


Pikirannya kembali melayang. Namun demikian, sebuah senyum manis dengan dimple di pipi dari seorang pemuda beserta sebuah tanya mampu meraup kembali atensinya. "Kau memikirkan apa, Ji?"



Jisoo membulatkan mata seketika. "Astaga, Kak! Kau mengagetkanku saja," ucap Jisoo terkejut. Bagaimana tidak terkejut, tiba-tiba pemuda itu sudah hadir di hadapannya denga sorot mata tertuju fokus pada dirinya.


Pemuda itu hanya terkekeh pelan. "Kau saja yang terlalu banyak melamun, Ji. Aku 'kan hanya menyapa," kata Namjoon.


"Aku tidak—" Mendadak lidahnya kelu, Jisoo tahu itu benar. Tanpa sadar dirinya melamun dan terhanyut dalam pikiran. Terlalu banyak hal yang ingin ia ungkap ke permukaan. Tidak ada penjelasan pasti tiap kali ia bertanya, toh memang hanya dirinya yang tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kehadiran Namjoon hanya sekedar menyadarkannya.



"Hei! Bahkan kehadiranku saja tidak kau sadari, kalau bukan melamun, lalu apa?" sahutnya lagi.



"Itu ... emm." Tidak ada lanjutan untuk ucapannya. Jisoo menggigit bibir bawahnya, gadis itu bingung—bahkan untuk dirinya sendiri. Mempertanyakan apa yang ingin ia ketahui.



Melihat itu, Namjoon tersenyum simpul. Mata elangnya menatap lebih dalam, merasuk jauh pada manik hazel yang dipenuhi akan keraguan. Gadis di hadapannya jelas tengah kebingungan. Dunia ini memang seperti itu, tiap orang memiliki peran, entah dirinya tahu akan perannya ataupun tidak, sehingga membuatnya seakan hanya ikut terseret dalam kubangan penuh tanda tanya. Namjoon tahu itu. Namun sekali lagi, mengingat bahwasanya ada pepatah yang mengatakan tidak ada asap jika tidak ada api, membuat Namjoon kembali menghela napas panjang. Mulutnya terkatup rapat, bukan haknya untuk menjelaskan atau akan berujung kembali pada kehancuran.



"Kau tahu, Ji. Terkadang manusia terlalu memaksakan diri hingga tidak sadar dengan kapasitasnya sendiri. Manusia memang memiki otak untuk berpikir, tapi jika digunakan berlebihan, bisa saja rusak. Gila mungkin?" Jelas penyataannya bukanlah hal sepele, meski begitu, ada kekehan kecil di akhir kalimat membuat sang lawan memicing tajam padanya.



"Kakak menyumpahiku gila? Aku masih waras tahu." Tanggapan si gadis malah membuat Namjoon semakin tergelak. Jisoo mengerti sebenarnya. Akan tetapi, menyejukan suasana yang nyaris membuat tubuhnya terbakar adalah opsi yang bagus saat ini. Terbukti dengan tawa ringan dari seorang pemuda yang notabene sahabat kakaknya sekaligus atasannya di sini.



Meski berstatus atasan dan bawahan, Jisoo merasa tak sungkan dengan pemuda di hadapannya itu. Bukan maksud Jisoo bertindak lancang atau tak sopan. Hanya saja, yah. Kau tau? Hubungan pertemanan di antara keduanya lebih kental, atau mungkin kakak, adik? Mengingat Namjoon pun pernah mengatakan bahwa sudah menganggap Jisoo seperti adiknya sendiri.



Eukasia (VSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang