01. Siapa Dia?

105 15 22
                                    

Februari 2015

"Beli minum gak?"

Aku menoleh saat tangan itu berada pada bahu ku.

Anak itu, Kim Sejeong.

Gadis berponi tipis dengan rambutnya yang saat ini ia ikat. Sedikit basah oleh keringat.

"Hmm, nanti aja deh. Nunggu yang lain." jawab ku untuk pertanyaan darinya tadi.

Sejeong mendecih pelan,

"Bilang aja mager jalan ke kantin."

Aku tidak tahu apa dia meledekku dari kalimat nya itu. Menanggapinya, aku hanya tersenyum samar.

Mapel olahraga usai,

Kami berjalan beriringan untuk menepi dan mengambil tempat duduk di tepian lapangan.

Sembari menunggu satu teman ku yang lain, aku dan Sejeong memandang beberapa teman kelas yang bertugas piket pada hari ini.

Hanya menonton tanpa ada niat tuk ikut membantu.

Tak ada suara diantara aku dan Sejeong. Gadis tersebut tengah sibuk membenarkan ikatan rambutnya yang sedikit longgar.

Detik berikutnya, tatapan ku beralih kesisi lapangan.
Satu anak laki-laki yang kini berlarian kecil sembari membawa keranjang yang berisi beberapa bola disana.

Hari ini jadwal piket nya membersihkan peralatan olahraga. Harusnya ia tak sendiri.

Anak laki-laki lain meninggalkannya.

Huang Renjun.

Pemuda yang datang ke kelas ku lima hari lalu. Dia mendapat tempat duduk paling belakang di barisan meja ku. Tapi setelah dua hari, ia bertukar tempat dengan teman yang duduk tepat di belakang ku.

Ini perihal Huang yang memiliki masalah dengan mata nya.

Anak itu menarik perhatian ku disaat awal dirinya masuk ke dalam kelas.

Dirinya berbeda, membuat rasa penasaran ku muncul dan ingin tahu lebih akan dirinya.

Jika di ingat, ia cukup tak mendapat perlakuan baik dari hampir semua teman ku. Pasalnya, di hari pertamanya, ia terpaksa meninggalkan kelas selama dua jam pelajaran.

Bukan tanpa sebab. Huang Renjun dipaksa melakukan orientasi siswa baru.

Hmm, semacam mengurung dan membully siswa pendatang baru di kamar mandi.

Tentu saja, anak-anak nakal kelas yang melakukannya.

Awalnya, aku pikir dia belum mampu bersosialisasi di hari pertamanya. Buktinya, ia tak memberontak ataupun melawan saat beberapa anak merundung dirinya.

Namun, setelah beberapa hari, ia tetap sama.

Dia pendiam dan pemalu.

Hampir tak ada siswa yang berbicara dengannya di setiap hari.

Beberapa temanku pun melarang, saat aku mencoba membuka komunikasi dengan anak itu.

Dia terlalu menutup diri.

Huang selalu berada di dalam kelas, duduk di kursi miliknya dengan kepala menunduk, menghadap sebuah kertas dan tangan yang tak lepas dari pena.

Aku cukup merasa kasihan. Berharap anak itu mampu bersosialisasi dalam waktu dekat.

~~~

Setelah mengganti seragam, aku dan Sejeong pergi ke kantin untuk mengganjal perut setelah jam olahraga.

Ineffable HRJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang