Dua jam yang lalu Narend mendengar seseorang berkata, begini katanya. "Hidup itu bukan cuman perkara cinta doang." yang praktis membuat Narend yang asik dalam alam haluanya seketika menoleh, lalu kembali lagi menatap kanvas. "Ya, emang.""Sifat manusia itu selalu inkonsisten. Selalu berubah-rubah, jadi tidak cukup kita mengenal seseorang hanya dengan waktu singkat. Tak selamanya juga perasaan akan sama ketika pertama kali bertemu."
"Jadi? Hubungannya dengan hidup dan cinta itu apa?"
"Sama hal nya cinta yang selalu berada di fase-fase nya seperti: temenan, pdkt, jadian, langgeng. Ciahhhh mulus bener." Wina terketawa gamang. "Hidup itu juga gitu, berada di fase: jatuh, bangkit, berjalan, lalu sampai tujuan. Meski gak semulus itu, karena disaat kita berjalan pasti ada saja batu atau rumput berduri yang tanpa sengaja terinjak dengan kaki."
Narend sempat memutar bola matanya tanpa menoleh, berfikir Tumben.
Tapi memang bisa diakui. Seorang Winata Aergibta pernah mengeluarkan pemikiran otak encer setara IQ pak Presiden bisa dihitung dengan jari. Seorang pemuda yang kegiatannya ongkang-ongkang kaki, tiba-tiba berbicara seperti itu jelas membuat Narend terheran-heran.
"Tapi Abang tuh fasenya bukan temenan, pdkt lalu jadian. Tapi temanan, temenan, temenan, gitu doang sampek mampusss!!"
Wina jelas bersungut-sungut. "Eitsss gini-gini seantero kampus pada kenal Abang tahu! Winata, bukan pujangga bukan juga pemuda penikmat senja, tapii---"
"Hm, terus kesimpulannya apa?"
"Jadi.... IH NGELAG!! REND, MINTA HOSPOT DONG!!!" sontak membuat Narend langsung menyembulkan kepalanya untuk mendapati bang Wina tengah duduk manis diatas kursi dengan layar laptopnya.
"Buat apa?!"
"Nih, artikelnya berhenti sampek sini doang masa? Kan gue belum nyalin."
Kerja otak Narend sempat tak berfungsi untuk seperkian detik. Lalu tersirat dalam fikirannya. Jadi dari tadi dia baca artikel dari Mbah Google? Pantessssss...
"Nggak ada." menyesal sudah ia memuji bang Wina yang tiba-tiba berlagak bijak. Usut punya usut ternyata cerocosan panjang dan lebar seperti tadi itu dari Mbah Google.
♤♤♤♤
Menghilangkan kejadian satu jam yang lalu, sebelum akhirnya Narend akan dibuat gila, dirinya sudah memutuskan untuk menikmati suasana sore seperti sore sore biasanya.
Langit menjelang pukul empat sore cukup cerah. Campuran warna biru, kuning, dan semburat oren seakan menyatu membuat kolase warna yang indah, jarang sekali langit Jakarta mendapati suasana sehangat ini. Daun-daun yang berguguran disore hari menyibak jalanan membuat trotoran berserakan dedaunan kering. Menambah pekerjaan dinas kebersihan.
Narend melengos masuk pada sebuah toko minimarket. Wajahnya diterpa angin dingin dari AC ketika mendorong gagang pintu minimarket, aroma lemon dari pengharum ruangan juga dapat ia rasakan. Dari kasir ia sudah bisa mendapati mbak-mbak dengan dempul lumayan tebal tengah tersenyum.
"Selamat sore kakak, selamat berbelanja." ucap pegawai perempuan ramah.
Narend tersenyum, mengambil keranjang belanja berwarna merah itu. Padahal ini cuman toko kecil penyedia barang-barang kebutuhan rumah. Tapi pelayanannya tak kalah dengan pegawai Indomaret. Itulah alasan Narend senang berbelanja disini, meski hanya sekedar membeli satu kaleng Neocoffe.
Narend menyelusuri rak-rak snack, sebenarnya ia kesini-- ah tidak tahu ia kesini tujuan jelasnya apa. Padahal ia tidak ingin membeli apa-apa. Cuman mau ngadem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen FictionSekian banyak orang yang dapat Narend tebak aura dan ingatan mereka tapi tidak dengan, dia. Dia terlalu gelap dan Narend tidak menemukan apa-apa di matanya. Kata orang abu-abu itu ketidak jelasan antara hitam dan putih. Ya, tidak salah juga, sebab o...