"Jadi, apa yang kau lakukan di sana?" Tanya Jongdae yang baru saja keluar dari pintu toserba dengan dua botol minuman, juga sebuah handuk kecil dalam genggaman tangannya. Pria itu terus saja menggoda aksi gilaku karena meneriaki namanya tadi.
Aku terdiam, menundukkan kepalaku menahan malu. 'Akan sangat memalukan jika dia tau kalau aku mencemaskannya dan mengira bahwa korban tabrakan itu adalah dia.' Batinku.
"Kau mengira jika korban itu adalah aku, dan karena itu kau meronta pada polisi yang terus menahanmu agar tidak mendekati tempat kejadian?!" Tebaknya. Ada nada khawatir yang tersirat dari pertanyaanya barusan.
Lagi, aku hanya diam. Entah bagaimana dia dapat menbaca isi pikiranku.
Jongdae memberikan satu botol minuman yang di belinya padaku. "Jangan pernah libatkan dirimu dalam bahaya lagi. Meskipun itu karenaku. Aku tidak ingin kau terluka!" Tegasnya, seraya menyelimuti bahuku dengan handuk yang dia bawa.
Aku menegakkan kepala guna menatap sepasang obsidian miliknya yang menatapku lekat. Ada penegasan di balik pekatnya manik hitam itu. 'Kau tidak boleh terluka, Kim Jira!'
"Kau tau kenapa para polisi itu berusaha menjauhkanmu dari lokasi kejadian?" Kali ini dia bertanya, dengan suara yang lebih lembut.
Aku menggelengkan kepala. Aku benar-benar tidak memikirkan keadaan sekitar saat itu. Yang ada di pikiranku, jika korban kecelakaan itu benar-benar Jongdae, aku hanya ingin mendekapnya untuk terakhir kali.
"Tangki mobil itu bocor. Bensinnya menggenang dan menyebar kemana-mana. Mobil itu bisa saja meledak dan akan melukaimu. Aku tidak ingin itu terjadi." Ada emosi terpendam di balik kekhawatirannya.
"Sunbae, maafkan aku." Aku merasa bersalah setelah mendengar kekhawatiranya terhadapku. Benar-benar tidak terpikirkan olehku jika hal itu bisa saja terjadi. Aku bisa saja melukai diriku juga orang lain karena kebodohanku itu.
"Hei, jangan merasa bersalah. Aku tahu jika kau tengah mengkhawatirkanku saat itu." Wajahnya terlihat begitu menyesal. "Dan ini juga salahku karena tidak memberitahumu lebih jelas. Seharusnya aku langsung saja menuliskan nama toko buku itu, agar kau tidak perlu mencariku setibanya di Gwangwhamun."
Otakku langsung bekerja dengan keras begitu Jongdae mengatakan toko buku. Jadi pertemuan pertama kami bukan di museum, tapi di toko buku? Aku berusaha menginggat tempat mana saja yang aku kunjungi saat aku ke Gwanghwamun waktu itu. Benarkah pertemuan pertama kami di toko buku?
"Kau tidak menginggatnya?" Jongdae bertanya setelah tidak mendapatkan respon apapun dariku. Dengan jujur, aku mengelengkan kepala.
Pria itu menghela nafas, "Pantas saja nilai kimiamu sangat jelek. Menginggat kejadian yang mudah seperti itu saja kau tidak bisa, apa lagi jika ku suruh menginggat nama-nama senyawa bahan kimia yang kau pelajari di kelas sepuluh. Aku yakin kau tidak menginggatnya sama sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time
Fanfic"Sesuatu yang indah untuk seseorang yang juga tak kalah indah." -Kim Jongdae Ini hanya kisah manis sepasang remaja yang tidak menyadari jika mereka saling mencintai satu sama lain. Ini kisah sederhana yang coba penulis ceritakan dengan diksi penuh r...