Sekolah berangsur-angsur sepi. Terkecuali area lapangan di mana tim sepak bola masih berlatih dan para pemandu sorak sibuk melakukan gerakan baru disertai pom-pom mengilat warna perak. Mereka yang berada di lapangan terlihat bersemangat. Peluh mengucur namun terus fokus pada kegiatan yang mereka lakukan.
"Oper bolanya woi!"
"Awas! Terus giring bolanya!"
Di pinggir lapangan...
"Five, six seven, eight!"
"Kamu, kakinya diangkat lebih tinggi. Jangan malas-malasan!"
"Ulang lagi dari awal ya semuanya!"
Penyerang sekaligus pemain bintang dari tim sepak bola wanita SMA Oakwood Champions berhasil menendang bola melesat ke dalam gawang. Kendati hanya latihan, teman-teman satu timnya menghambur untuk memberinya pujian. Pelatih tim pun puas melihat performa timnya hari ini. Sang pemain bintang, Joanne Shin seperti biasa menyengir senang menampakkan whisker dimples khas miliknya. Satu lagi hari yang menyenangkan, pikirnya.
Joanne tidak sadar bahwa seseorang sedang menatapnya dari kejauhan. Tepatnya di bangku tribun yang biasa penuh oleh suporter saat pertandingan olahraga berlangsung. Hari itu sepi, hanya ada orang itu dan beberapa siswa lainnya yang bisa dihitung jari. Orang itu ikut tersenyum melihat senyum Joanne. Goresan pulpen pada jurnal miliknya terhenti. Waktu seakan berhenti setiap Joanne tersenyum.
Setidaknya bagi orang itu.
Di sisi lain, orang itu tidak sadar bahwa seseorang sedang memerhatikannya dari sisi lapangan. Perempuan yang memandanginya berhenti menggerakkan pom-pom. Anggota pemandu sorak yang lain pun ikut berhenti sebab mengikuti sang ketua. Perempuan itu mengikuti arah pandang orang itu dan menyadari fokusnya tertuju pada Joanne yang sedang dikerumuni anggota timnya.
Hatinya mendadak perih.
"Oke, kita istirarahat dulu lima belas menit. Bubar!"
Wakil ketua pemandu sorak berseru. Setelah itu ia menghampiri ketuanya, berdesah risau sebelum menepuk pundaknya.
"Julia, ayolah. Lebih baik kamu istirahat dulu."
Julia Choi, sang ketua pemandu sorak. Perempuan bertubuh mungil namun lincah, rambut panjang indah jatuh hampir seukuran pinggang, pemenang queen of the school tahun lalu akibat kecantikan dan bakat yang dipunya. Julia adalah definisi perempuan sempurna. Bibir tipisnya membentuk senyum.
Senyum kecut.
"Kamu duluan aja, Judy. Aku mau ke tribun sebentar."
Judy hanya menghela nafas pasrah. Ketua sekaligus sahabatnya itu memang bisa menjadi keras kepala pada waktu tertentu. Menasehatinya akan percuma.
Julia berlari kecil menuju tribun. Seiring pandangannya melihat sosok itu semakin dekat, tempo debaran hatinya berangsur-angsur menjadi cepat. Kakinya menaiki tangga tergesa, berhenti di barisan di mana orang itu duduk si salah satu bangku yang tersedia. Senyum kecut yang tadi terbentuk langsung tergantikan senyum lebar. Julia bahkan berusaha menahan dengan cara menggigit bibir bawahnya. Tidak mau terlalu kentara terlihat bahagia melihat si dia.
"Hai, Lucy."
Orang yang dipanggil menoleh, "oh, hai, Lia."
Panggilan itu spesial hanya boleh keluar dari mulut seorang Lucy Hwang.
Satu-satunya orang yang diijinkan.
Satu-satunya orang yang menempati hatinya.Lucy tersenyum manis lalu menepuk bangku di sebelahnya, mengisyaratkan Julia untuk menemaninya. Tentu saja Julia tidak menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The ITZY Oneshot
FanficAll about ITZY and ITZY only. Oneshot and incorrect convos. Baku & nonbaku. No shipping with men. Sorry not sorry ;) gxg