empat belas september

225 16 1
                                    

tw; cursing words

Aji hempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas kasur begitu ia menginjakkan kaki di lantai kamarnya. Tak peduli pada sepatu yang masih menggantung, juga tak peduli pada pintu kamar yang masih terbuka lebar. Dirinya sudah terlalu lelah, hingga tak lagi pedulikan apapun selain ingin cepat rebahkan tubuh dan menuju alam mimpi dengan segera.

Seperti hari sebelumnya, seharian ini Aji habiskan dengan berkutat di studio bersama Bayu dan juga Calvin. Menyelesaikan proyek lagu mereka yang tenggat waktunya tinggal esok hari. Seharusnya tidak sepadat ini, mereka bertiga selalu pastikan pekerjaan sudah terselesaikan H-5 sebelum tenggat waktu. Tetapi dikarenakan client kali ini dengan seenaknya mengubah konsep di dua hari terakhir, jadilah mereka harus bekerja ekstra keras mengerjakan proyek itu agar selesai tepat waktu.

Berterima kasihlah pada otak cemerlang milik Aji, pengepul segala sumber kegalauan alias Calvin, juga otak jenius milik Bayu, sehingga mereka bisa menyelesaikannya tepat satu malam sebelum tenggat waktu.

Aji sudah hampir terlelap ketika dering ponsel mengusik indera pendengarannya. Aji ingin abai, namun ponsel yang masih terus saja berbunyi membuatnya mengeram, dengan kesal menyambar ponsel tersebut.

"Halo!"

"Weist santai bro. Baru juga nelpon gue."

Aji memutar bola matanya malas begitu dengar suara yang sangat ia hapal dari sebrang sana. "Ngapain si bang? gue mau tidur, capek banget baru balik dari studio."

"Lo baru balik?"

"Iye."

"Tumben banget, ada masalah?"

Aji mengusap wajahnya kasar. "Client minta ganti konsep H-2 deadline, jadilah kita ngebut biar tepat waktu."

"Loh kok gitu?" terdengar suara bangku diseret dari sebrang sana. "Perjanjian awalnya gimana emang?"

"Taulah gue capek. Udah dijelasin tetep aja kita kalah, ujungnya malah bilang bakal nuntut kalo kita gak mau revisi."

"Lah ngaco. Mana bisa begitu." Lawan bicaranya terdengar kesal. "Mana sini orangnya ketemu gue sama Jev Biar gue ajarin gimana caranya kerja sama yang benar."

"Udahlah. Udah kelar juga kok, doi udah suka sama yang ini. Malah kita dapet bonus."

"Oiya harus dong. Kalo gak dapet beneran gue datengin orangnya."

Aji mencibir.

"Kuliah lo gimana?"

"Aman si, minggu ini gue lagi dapet jadwal dikit jadinya bisa gue akalin buat nguli di studio."

"Bagus dah, asal jangan lupa makan aja lo."

"Iye."

"Mandi sama tidur juga jangan lupa. Kasian adek ipar gue dapetin lo yang begitu."

"Berisik lo ah." Aji dengar dengusan dari lawan bicaranya. "Kenapa nelpon?"

"Ya emang kenapa si kalo gue nelpon? Mau ngecek adek gue masih hidup apa kaga."

Aji mencibir. "Tumben banget, ada angin apa nih?" Aji lirik jam sekilas. "Mana jam segini banget lagi, dah kelar latihan emang lo?"

"Udah." Bian berdeham. "By the way, mau kado apa?"

"Tumben banget." Aji mengernyit, pindahkan ponsel ke sisi lain telinganya. "Sumpah lo abis kepentok apaan bang?"

Bian berdecak. "Gue serius ini."

anniversaire(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang