dua puluh dua september

237 15 8
                                    

22 September 2015

Gadis itu berjinjit, mengintip dari balik pohon Akasia yang menutupi hampir keseluruhan tubuhnya. Mata kucingnya tatap fokus pada sosok lelaki yang tengah bercengkrama, sesekali teguk isi botol yang ada di genggamannya, sesekali juga ia seka keringat yang membasahi dahi akibat permainan basket yang ia lakukan sebelumnya.

Mata kucingnya masih memicing, semakin memicing ketika seorang anak kecil hampiri lelaki itu, interupsi percakapan mereka dengan tangan menyodorkan entah apa.

Si gadis bermata kucing itu meneguk ludah, rasakan perutnya mules seketika. Matanya memejam, merapal doa dalam hati agar setidaknya, untuk hari ini saja, semesta dapat berpihak kepadanya.

Setidaknya sampai tujuannya mencapai kata berhasil.

*

                          Mahesa usak surai miliknya yang basah selagi dirinya tertawa atas lelucon yang di lontarkan Aji, ketika sosok anak kecil dengan tiba-tiba menghampirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                         
Mahesa usak surai miliknya yang basah selagi dirinya tertawa atas lelucon yang di lontarkan Aji, ketika sosok anak kecil dengan tiba-tiba menghampirinya.

“Kak Esa.”

Gerakan tangan Esa terhenti, ia tolehkan wajah, tatap wajah bulat milik anak lelaki yang kini berdiri di hadapannya.

“Eh? Iya kenapa, dek?”

“Ini.” Anak itu sodorkan sebuah amplop berwarna biru ke hadapan Esa. “Ada titipan buat Kak Esa.”

Meski dengan raut wajah bingung, Esa menerimanya. “Dari siapa?”

Anak lelaki itu menggeleng, sebelum berbalik lalu berlari dari sana tanpa menjawab apapun.

Esa mengernyit, tangannya tatap amplop tersebut lalu beralih ke arah anak kecil tadi menghilang secara bergantian.

“Apa tuh, Sa?”

Esa mengedikkan bahu. “Entahlah.”

“Surat dari secret admire lo kali.” Celetuk Haris.

“Cie Esa punya secret admire.”

Esa berdecak. “Ngaco aja lo.”

“Cuy! Dah pada kelar belom? Lanjut lagi nih kita!” Seruan dari tengah lapangan mau tak mau membuat mereka yang tengah duduk, dengan segera bangkit.

Di saat teman-temannya berlari menuju tengah lapangan, diam-diam Esa buka amplop biru tersebut. Ujung bibirnya terangkat begitu matanya tangkap sederet kalimat yang tertulis di atas kertas berwarna baby blue di dalamnya.

“Sa. Cepetan!”

Dengan terburu ia masukan kembali isi surat tersebut, merapihkannya sebelum sisipkan amplop tersebut ke dalam tas miliknya secara hati-hati.


*

Gadis itu bergerak gelisah. Tangannya tak henti meremas satu sama lain. Matanya sesekali lirik ke arah jam di pergelangan tangan, menunjukkan pukul dua siang. Kali ini dirinya bersembunyi di balik tembok penghubung antara koridor dengan taman sekolah yang berhadapan langsung dengan lapangan outdoor.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

anniversaire(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang