❲ ⌗ 𓄽𓆣 ❳ ❝Ꮇᥲgιᥴᥲᥒ't❞ ⋆。˚⋆。༉

5 3 1
                                    

"Menantangku?" tanya Henry sinis.

"Ya," jawab Scarlett, kini mulai berani. Ia menyerahkan segalanya pada insting saat ini. Dan perintah pertamanya adalah: berjalan mendekati Henry. "Aku akan menunjukkan sulap yang lebih baik darimu, lalu menjawab pertanyaanmu. Mudah, kan?"

"Oh, jadi kau cuma ingin pamer di sini?" tanya Henry mengintimidasi-yang selain lebih tinggi hampir empat puluh senti dari Scarlett, noda darah di wajah dan bajunya sama sekali tidak membantu. "Kau kurang ajar juga, ya. Aku suka."

Scarlett mempertanyakan alasan dari pernyataan Henry dalam hati, tapi kali ini ada yang lebih penting. "Aku akan menunjukkan kalau aku adalah pesulap yang lebih baik darimu."

Scarlett bisa merasakan banyak bisik-bisik serta sumpah serapah yang entah ditujukan pada siapa, dengan tambahan banyak pasang mata yang memandang mereka. Henry tampak sangat tertarik pada Scarlett, memandang gadis itu penuh minat sampai Scarlett merasa dirinya juga bisa dikuliti dengan tatapan mata saja. Scarlett berjalan keluar dari mejanya, melangkahkan kaki perlahan menuju Henry, sebisa mungkin tidak terlihat gugup. Kaki Scarlett masih selemas jeli, dan dia tidak ingin memperlihatkannya saat ini.

Di depan gurunya yang sangat mengintimidasi, Scarlett mencoba sebisa mungkin untuk membayangkan hal-hal menyenangkan. Ia menarik nafasnya dan berkata, "kalau begitu panggungnya untukku." Di luar dugaan, suara Scarlett terdengar lebih berani dan kurang ajar dibandingkan yang ia bayangkan sendiri. Scarlett mengikuti instingnya untuk menatap Henry tajam dengan sebelah mata jingganya yang terlihat semakin berkilau dalam cahaya temaram. Sepasang netra amber Henry bertatapan langsung dengan sebelah mata jingga Scarlett yang keras kepala-dan lebih percaya diri dibanding sebelumnya-sama-sama mengeluarkan tatapan tanpa emosi.

"Baiklah," kata Henry. Ia menyingkir untuk memberi Scarlett jalan untuk lewat. "Persembahkan sulapmu di depan kelas, eh ... siapa namamu?"

"Scarlett. Scarlett Schneider," jawab si pemilik nama. Mengepalkan tangan kuat-kuat dengan mata yang menjelajah para penghuni kelas-serta mencoba mengabaikan dua mayat berdarah-darah nan berserakan di atas sana-Scarlett menatap Oliver yang masih duduk di bangkunya dan memberikan jari jempolnya.

Scarlett gugup sekali, namun ia tidak tahu kenapa bisa bertingkah setenang ini-pasti dia sering mengalami kejadian seperti ini sebelum kehilangan ingatan. Menarik nafas perlahan, Scarlett berjalan mondar-mandir dan berkata, "rasanya aku lupa menaruh kartuku. Dimana, ya?"

Sandiwara sangat dibutuhkan agar penonton bisa terhibur-begitulah yang Scarlett ingat. Agar seluruh perhatian terfokus padanya-yang sebetulnya tidak begitu sulit karena sejak awal ia sudah menimbulkan bahan pergunjingan baru-Scarlett menyiapkan skenario kecil untuk sulapnya kali ini. "Hei, kalian!" seru Scarlett-yang sangat tidak cocok karena ekspresinya datar. "Perkenalkan namaku Scarlett Schneider. Aku di sini untuk menantang guru kita Henry, dalam adu sulap kami.

"Ah, kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku melakukan hal ini, atau kenapa aku menantang seorang guru, dan blablabla." Peran sarkastik yang sangat cocok untuk Scarlett. Gadis itu bahkan tidak memikirkan kata-katanya, seolah bibirnya mampu memproduksi kata-kata sendiri. "Untuk sekarang, silahkan nikmati saja pertunjukan sulapku, yang tentu saja tidak akan ada pertanyaan mengenai rahasia triknya!"

Scarlett tidak melihat Henry, namun gadis itu yakin ekspresi gurunya itu akan seperti bubur busuk. Wajah dan baju Scarlett masih berlumuran darah-membuat sosoknya terlihat agak menyeramkan-namun ia sama sekali tidak memedulikan hal itu. "Untuk permulaan," kata Scarlett sambil mengibaskan tangannya, "aku akan memanggil kartu sebanyak mungkin ke kelas ini."

Seisi kelas yang sedari tadi berbisik menggunjingkan Scarlett kembali menemukan topik baru untuk dibicarakan.

"Satu pak?" tanya Scarlett sambil mengeluarkan satu pak kartu dari saku celananya-yang masih dibungkus kotak-dan menunjukkan benda itu. Mengeluarkan kartu dari dalam kotak, Scarlett memperlihatkan lima puluh dua kartu itu dengan cara melemparnya ke atas dengan trik tangan luar biasa, menimbulkan bunyi kartu yang enak didengar. Scarlett belum melatih trik itu tadi, namun hasilnya ternyata luar biasa. Decak kagum terdengar, dan karena kali ini suasananya lebih santai dibanding yang tadi, beberapa tepuk tangan juga terdengar. "Oh, sepertinya lima puluh dua kartu belum cukup," kata Scarlett. "Mari ambil lebih banyak kartu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dark SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang