Teman-temanmu bilang aku ini seperti anak anjing yang suka mengikutimu ke mana-mana.
Mereka benar. Aku pun tak merasa tersinggung. Kau juga tak permasalahkan aku yang selalu menempelimu ke manapun kau pergi.
Orang-orang lihat kita seperti sepasang kekasih. Aku senang waktu mereka bilang begitu, walau kenyataannya aku ini hanya adik kelas yang baru mengenalmu tiga bulan.
Namun tak masalah. Aku tidak ingin terburu-buru. Kita memang baru kenal, tetapi satu yang bisa kupastikan sejak saat itu adalah aku tidak bisa jauh-jauh darimu.
"Hwang Yeji!"
Aku tak ingat berapa sekon rekor tercepatku untuk bisa sampai ke kelasmu. Begitu bel berbunyi, yang muncul di otakku adalah segera menemuimu.
Debar di dadaku berdentum tak keruan, ritmenya jadi berantakan. Entah karena lariku yang kelewat kencang atau rasa senang yang membuncah ingin segera melihat wajahmu. Mungkin saja keduanya.
Kulihat kau menunduk malu karena seisi kelas menggodamu atas kehadiranku yang mencuri perhatian. Waktu itu nalarku tak berjalan dengan baik, ancaman untuk tidak menjemputmu sepulang sekolah seolah luput dari memoriku.
Aku hanya tersenyum seperti orang tolol, melambaikan tangan ke arahmu yang terburu- buru menyambar tas sambil menutupi wajah. Kau semakin merunduk begitu mendengar seisi kelasmu semakin heboh menggodamu. Wajahmu lucu sekali, memerah seperti tomat.
"Ikut aku!"
Kau tarik aku untuk berlari, aku sempat terhuyung karenanya. Kita berlari tak tau aturan menerobos kerumunan manusia yang menyebar di sepanjang koridor, sebagian dari mereka menyumpahi kita yang membuat kerumunan jadi makin semrawut. Namun aku tak peduli. Kau juga tak ambil pusing. Tanganmu yang mengenggamku lebih penting dari serapahan mulut-mulut itu.
Di tempat yang agak sepi kau ajak aku mengambil napas. Kita berhenti untuk sejenak. Baru sadar acara kabur dadakan barusan benar-benar menghabiskan stok oksigen. Paru-paru kita butuh pasokan. Maka dengan rakus kau mengambil napas banyak-banyak, memegangi lututmu untuk bertumpu badan.
Kuncup-kuncup rambut panjangmu yang diikat tinggi bergerak ringan. Bahumu naik turun dengan napas yang terengah-engah. Sementara aku bersandar di dinding bata, tersenyum bodoh sambil menetralkan napasku yang naik-turun.
Ctak! Satu jitakan datang tanpa kunyana. Kepalaku dapat satu jitakan yang lumayan menyakitkan.
"Bodoh ya? Kan sudah kubilang jangan datang ke kelasku!"
Katamu, dengan nada marah yang bagiku terdengar dibuat-buat. Bibirmu yang mengerucut seperti bebek itu mana bisa membuatku ciut. Yang ada aku ingin menjawilnya karena gemas.
"Dan lagi, jangan seenaknya memanggil namaku. Panggil aku 'noona'. Aku ini lebih tua darimu. Panggil aku Yeji-noona."
Kau titah aku untuk memanggilmu noona, lagi-lagi dengan wajah menggemaskan dan suara cempreng yang paling kusuka.
Perbedaan umur kita memang hanya setahun, tapi jujur saja aku tak suka embel-embel itu. Memanggilmu noona sama saja memberi batas di antara kita.
Sekali saja aku pernah memanggilmu noona. Waktu itu, saat pertama kali kita bertemu tiga bulan lalu.
Adalah ajakan teman-teman kita yang menarik benang di antara kau dan aku. Kau dibawa oleh temanmu, Choi Jisu, dan aku bersama tetangga sekaligus kakak kelasku, Changbin-hyung. Mereka berteman karena sekelas, sedang kita tak saling kenal meski beberapa kali bersisian di kantin.
Kita canggung, tak banyak bicara dan hanya saling senyum sungkan saat tak sengaja bertemu pandang. Kupikir kau orang yang pemalu, saat mereka berisik bermain bowling, kau hanya duduk menyemangati dari bangkumu.
KAMU SEDANG MEMBACA
semut merah - [hhj x hyj]
Fanfiction2Hwang | Oneshoot | PG 17 | Romance | High School AU "Kalau tidak sibuk, mau ya jadi pacarku?" Seulas senyum, dan diammu yang coba kuartikan. Senyum itu kemudian mengembang sampai ke pipi. Sepertinya aku tahu jawabanmu.