You're not my friends

5 1 0
                                    

"Hey, kau melihatnya lagi?"

Aku sedikit tersentak karena bisikan yang tiba-tiba dari orang di sebelahku.

Toby Restu. Satu-satunya siswa yang mau mengajakku berbicara di sekolah. Aku tidak begitu tahu siapa dia sebenarnya, tapi yang jelas dia selalu ramah -atau berusaha ramah- kepadaku. Mungkin dia menjadi satu-satunya orang yang bisa kupanggil "teman" selama bersekolah disini. Kami sudah satu sekolah sejak SD, dan hampir selalu berada di kelas yang sama. Namun, aku baru benar-benar mengenalnya ketika kami sama-sama di kelas 11 SMA hingga kini.

"Kau melihatnya lagi? Perempuan yang selalu muncul di 'mimpi' mu?"

Aku melepas headphone lalu mengangguk. Kami berjalan beriringan hingga memasuki kelas. 

"Apa ngga sebaiknya kamu coba cerita ke guru BK?" Aku memutar mata, yang benar saja, guru BK?

"Maksudnya, yahh, ngga ada salahnya dicoba kan?" Lanjut Toby. Aku hanya menggeleng dan menjatuhkan bokongku ke kursi.

"Yang ada nenek bakal dipanggil ke sekolah, terus mereka nyaranin buat ke psikiater atau semacamnya." Jawabku ketus karena Toby masih memperhatikanku.

"Kalau gitu, kenapa ngga cari tahu asal dari mimpi itu?"

Sebelum sempat menjawab, obrolan kami harus berakhir karena bel masuk sudah berbunyi. Kali ini pelajaran Sejarah, guru ter-tidak dinginkan olehku akan mengisinya. Yup! Wali kelasku sendiri, Bu Sonya, yang nampak seperti perempuan itu.

***

"Mila, bisa datang keruang guru sebentar? Buku tugas kalian harus dibagikan untuk mengerjakan PR." Guru itu tidak lah jahat. Dia justru sangat baik terhadapku, selalu tersenyum dan bersikap sopan meskipun aku selalu menatapnya dengan tatapan sinis.

"Biar saya temani, ya bu." Toby menyambar. Entah kenapa, dia selalu ingin berada di sebelahku dan mengajakku mengobrol selama kami di sekolah. Tetapi lain lagi ketika kami bertemu diluar sekolah.

Pernah suatu ketika, aku dan nenek sedang berbelanja di pasar tradisional dekat lingkungan rumah kami. Saat itu jelas-jelas aku dan Toby bertemu, bahkan aku berusaha menyapanya duluan. Tetapi Toby menatapku dengan tatapan aneh, seolah-olah dia tidak mengenalku. Ketika esoknya kutanya mengapa, dia berasalan bahwa ibunya akan marah dan berfikir macam-macam kalau ia dekat atau mengobrol dengan perempuan. Klise, tapi aku pun tak punya hak apa-apa untuk melarangnya melakukan semua itu.

Setelah membawa semua buku tugas dari meja bu Sonya. Toby berinisiatif untuk membagikannya kepada teman-teman yang lain, sehingga aku pun keluar untuk membeli roti keju dan susu pisang kesukaanku.

Aku lalu menuju ke gedung dimana Ruang TU dan Ruang Kepala Sekolah beserta wakil-wakilnya berada. Di belakang gedung tersebut, terdapat anak tangga yang apabila ditelusuri akan menuju atap gedung. Di situlah aku biasa bersantai sejenak. Tempat itu ibarat oase yang membuatku bertahan sekian lama di sekolah busuk ini.

"Seperti biasa, kamu selalu makan di atap sendirian." pekik perempuan muda, yang biasa kupanggil Kaila. Ia dan pacarnya Anton selalu datang setiap kali aku ada disini. Aku tidak benar-benar tahu siapa mereka, tetapi mereka mengenakan seragam SMA yang mirip denganku. Walau bisa dibilang model bajunya sangat kuno dan sudah ketinggalan jaman.

"Kamu tidak pernah membawa teman. Apa hanya kami temanmu disini?" Ujar Anton.

"Hey, kamu ngga boleh gitu. Kan kita ini temannya Mila."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Haunted By BodiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang