BAGIAN 4

214 14 0
                                    

Terjadinya penculikan terhadap Putri Randu Walang, langsung membuat semua prajurit kerajaan menjadi kalang kabut. Ketiga prajurit yang pertama mengejar, sempat melihat si penculik. Namun bukan main kagetnya mereka, ketika melihat apa yang dilakukan penculik itu. Meski samar-samar di kegelapan malam dan berada agak jauh tapi jelas kalau penculik itu tidak melompati tembok istana yang tinggi. Tapi...
"Astaga! Dia berjalan di muka tembok!" desis seorang prajurit.
"Gila! Orang itu pasti memiliki ilmu 'Cecak'...!" timpal kawannya.
"Heh?! Apa pedulinya?! Meski berilmu setinggi langit, kita harus mengejar dan menangkapnya. Orang itu telah menculik Putri Randu Walang!" sergah prajurit yang seorang lagi.
"Ah, iya! Hampir saja dia membuat kita lupa. Ayo, kumpulkan yang lain. Kita tangkap dia bersama-sama!" seru kedua prajurit yang tadi terpaku, kini seperti tersadar.
Salah seorang dari mereka segera berteriak. Maka lebih dari tiga puluh prajurit berkuda langsung keluar dari gerbang istana untuk mengejar penculik Putri Randu Walang.
Tiga puluh prajurit kerajaan tidak bisa dianggap sembarangan. Mereka merupakan prajurit terlatih yang rata-rata memiliki ilmu olah kanuragan cukup hebat. Mereka mendapat perintah langsung dari Panglima Kurata.
"Heaaa...!"
Derap langkah kaki kuda bergemuruh laksana ribuan pasukan besar yang tengah menuju medan laga. Malam ini demikian kisruh dan amat menjengkelkan. Baru saja terjadi kehebohan di kemah-kemah para peserta sayembara, kini dikejutkan oleh hilangnya Putri Randu Walang. Dan sudah barang tentu yang amat geram adalah Gusti Prabu Arya Turangga Waskita.
Pasukan itu dipimpin tangan kanan Panglima Kurata, yairu Ki Srengseng. Mereka bergerak ke utara, di mana tiga orang anak buahnya telah melihat penculik itu lari ke arah sana. Kuda-kuda dipacu kencang, sampai tiba di tepi sebuah hutan.
"Berhenti...!" teriak Ki Srengseng, tiba-tiba.
Laki-laki tegap berusia sekitar tiga puluh delapan tahun itu memberi isyarat pada anak buahnya, ketika melihat dua orang tengah bertarung. Salah seorang terlihat memondong tubuh ramping, yang tak lain Putri Randu Walang. Ki Srengseng langsung memberi perintah untuk mengepung.
"Tangkap mereka berdua!"
"Yeaaa...!"
Mendengar teriakan para prajurit kerajaan, kedua orang yang tengah bertarung tersentak. Sesaat mereka menghentikan pertarungan langsung menoleh ke arah datangnya teriakan tadi. Namun justru kesempatan itu digunakan seorang yang memakai penutup kepala hitam serta memondong Putri Randu Walang di pundaknya, untuk melemparkan sesuatu.
"Hiiih!" Pemuda berbaju rompi putih yang menjadi lawannya tersentak kaget. Namun dia cepat melompat ke atas menghindari.
Dum!
Seketika benda yang dilempar meledak menimbulkan asap tebal, menghalangi pandangan. Pada saat kaki pemuda itu mendarat kembali di tanah, melesat beberapa utas tambang ke arahnya dan langsung membelitnya.
Set! Set!
"Huh!"
Pemuda itu berusaha menyentak saat kedua tangan dan kakinya terbelit. Empat sosok tubuh mendadak melayang. Bukannya mereka terbanting karena sentakan, melainkan meminjam tenaga sentakan untuk membelit lebih erat dengan saling berpindah di antara mereka sendiri. Sehingga dengan sendirinya, dalam waktu singkat dan tanpa disadari, keempat orang itu berhasil membekuk pemuda itu.
Dan ketika asap mulai sirna, kini terlihat siapa yang tertinggal. Para prajurit kerajaan telah mengepung tempat itu. Empat di antaranya meringkus pemuda berbaju rompi putih. Sedangkan lawannya yang mengenakan topeng dan memondong Putri Randu Walang di punggung, lenyap entah ke mana!
"Hih! Siapa kau?! Dan, apa yang kau kerjakan di sini?! Mengakulah! Kalau tidak akan kuhukum berat!" bentak Ki Srengseng, galak.
"Kisanak! Namaku Rangga. Aku hanya seorang pengembara. Tujuanku tidak buruk. Hm... Melihat dari seragam yang dikenakan, pastilah kalian prajurit Kerajaan Cadas Walang. Lalu kenapa kalian diamkan saja orang tadi dan malah menangkapku? Kulihat, dia keluar dari istana dan membawa seseorang. Tindakannya mencurigakan. Sehingga dia kuikuti. Aku bermaksud mencari tahu. Namun orang itu ternyata bermaksud buruk. Karena, dia langsung menyerang. Kemudian aku bermaksud meringkusnya, sampai kalian merusak rencanaku," jelas Rangga, dengan sikap tenang.
"Dusta! Kalian telah bersekongkol menculik Putri Randu Walang! Sekarang katakan, ke mana kawanmu itu pergi?!" bentak Ki Srengseng, galak.
"Kisanak... Aku bicara apa adanya. Kau boleh percaya atau tidak."
"Kurang ajar! Penculik busuk! Kau akan merasakan akibatnya atas sikap keras kepalamu! Pengawal! Bawa dia...!"
"Tunggu!"
Keempat pengawal yang tadi meringkus menggunakan tali, bersikap hendak mengikatnya dengan kuda. Pemuda itu jelas akan diseret menuju istana. Tapi niat mereka terhenti, ketika mendengar bentakan itu. Sepasang mata pemuda yang memang Rangga mendelik garang. Wajahnya berubah sinis, saat menatap tajam ke arah Ki Srengseng.
"Kisanak! Aku telah bicara yang sebenarnya padamu. Kau boleh percaya atau tidak. Tapi membawaku ke istana dengan cara seperti ini? Hm, tidak bisa!"
Setelah berkata begitu, Rangga mendengus geram. Kemudian dia membentak keras seraya melompat ke atas.
"Heaaat...!"
Tes! Tes!
"Uhhh...!"
Keempat prajurit kerajaan itu terkejut. Mereka berusaha menahan, namun sentakan itu demikian keras. Tali yang melilit di tubuh Pendekar Rajawali Sakti putus, membuat keempat prajurit melayang. Mereka berusaha menahan keseimbangan tubuh, namun Rangga telah lebih dulu meluruk menyerang.
Duk! Buk!
"Aaakh...!"
Para prajurit itu kontan terpental disertai jerit kesakitan. Mereka jatuh bergulingan. Dan sebelum bangkit, pemuda itu telah berdiri tegak, tepat di hadapan Ki Srengseng.
"Kau boleh katakan pada rajamu! Aku tiada urusan dengan penculik putrinya. Tapi bila kalian mau bekerjasama, aku bersedia membantu!" tegas Rangga.
"Huh! Apa derajatmu berani mengaturku?! Kau harus tunduk pada perintahku, karena selama ini tak ada seorang pun yang boleh membantah apa yang kukatakan!" dengus Ki Srengseng.
Setelah berkata begitu, laki-laki tegap ini langsung memberi perintah pada semua anak buahnya untuk meringkus Pendekar Rajawali Sakti.
"Ringkus dia sampai dapat...! Kalau melawan, kalian boleh bertindak keras!"
"Yeaaa...!"
Semua prajurit yang mengurung tempat ini serentak maju menyerang. Untuk sesaat Rangga terkesiap. Namun selanjutnya, Pendekar Rajawali Sakti mendengus geram, langsung melompat dan mencabut pedangnya.
Sring!
"Heaaa...!"
"Heh?!"
Para prajurit itu terkejut. Dalam kegelapan ini, mereka melihat cahaya terang berwarna biru yang terpancar dari batang pedang pemuda itu. Namun hanya sekejapan mata saja. Sebab, selanjutnya cahaya itu bergerak amat cepat ke arah mereka.
Trasss...!
Kembali para prajurit itu dibuat kaget. Tanpa bisa berbuat apa-apa, senjata para prajurit putus dibabat Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Bahkan lebih dari lima belas orang langsung terjungkal sambil menjerit kesakitan terkena kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang berkelebat cepat. Sisanya yang tersentak dan berusaha melawan dengan balas menyerang atau menghindar, agaknya hanya menunggu waktu saja.
Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat. Dan dalam keadaan marah seperti ini, dia bertindak tidak kepalang tanggung. Semua lawan yang berada di dekatnya ambruk tanpa bisa melakukan perlawanan berarti. Dalam waktu singkat, semua prajurit kerajaan yang senjatanya telah dilucuti itu jatuh bangun dihajarnya.
"Pergilah kalian. Dan carilah si penculik itu!" ujar Pendekar Rajawali Sakti, setelah menjatuhkan lawan terakhirnya. Dan berdiri tegak memandang kepala pasukan prajurit kerajaan ini.
"Huh! Kau kira bisa berbuat semaumu?! Kau belum menang, Kisanak! Kau akan kutangkap dengan kedua tanganku!" dengus Ki Srengseng. Setelah berkata demikian, Ki Srengseng melompat. Langsung diterjangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan pedang terhunus.
Sret!
"Hiiih!" Pedang di tangan kepala pasukan prajurit itu berkelebat cepat menyambar bagian leher, dada, dan pinggang. Namun Pendekar Rajawali Sakti hanya mendengus kecil. Kemudian pedang diputar menangkis senjata Ki Srengseng.
Tras!
"Heaaa!"
Pedang Ki Srengseng kontan putus dibabat senjata Pendekar Rajawali Sakti. Namun itu sama sekali tidak membuatnya kaget. Bahkan malah menyodok dada Rangga dengan hantaman telapak tangan kiri.
Plak! Wuuut!
Rangga mulai jengkel melihat keadaan ini. Cepat dia bergerak ke kanan, lalu menangkap pergelangan tangan Ki Srengseng, kemudian melesat ke belakang sambil menelikungnya.
Ki Srengseng agaknya tidak tinggal diam. Dia berusaha melepaskan diri, dengan membanting pemuda itu ke depan. Bersamaan dengan itu, tangan kanannya menyambar ke pinggang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sebelum hal itu dilakukannya, Rangga telah lebih dulu mendorongnya ke depan.
Ki Srengseng terhuyung-huyung, namun cepat berbalik hendak menyerang. Dan saat itulah Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan tendangan tepat ke perut.
Begkh!
"Ugkh..!"
Ki Srengseng terjungkal keras. Dia berusaha bangkit, namun satu tendangan berikutnya telah menghantam dada. Tangan kanan Panglima Kurata itu menjerit lebih keras. Kali ini, dia tidak cepat bangkit. Telapak kirinya mendekap dada. Wajahnya tampak berkerut menahan sakit yang hebat.
"Maaf, Kisanak. Aku tidak bermaksud mencelakaimu. Tapi karena kau memaksa, maka aku harus membela diri...!" ujar Rangga seraya menyarungkan pedang.
"Selama ini, telah banyak kudengar kehebatan orang-orang persilatan. Namun begitu, tidak ada yang mampu semudah itu menjatuhkanku. Kau tentu bukan orang sembarangan. Kalau boleh kutahu, siapa sebenarnya nama besarmu...?" tanya Ki Srengseng datar.
"Kisanak... Aku tidak mempunyai nama besar. Rasanya, hal itu tidak perlu. Dan karena di antara kita tidak ada urusan lagi, maka aku mohon diri...," sahut Rangga.
Ki Srengseng mencoba mencegah, tapi pemuda itu tidak mempedulikannya. Pendekar Rajawali Sakti terus saja melangkah tanpa seorang pun yang berniat mencegahnya. Para prajurit hanya mampu menatap dengan wajah penuh tanda tanya.

148. Pendekar Rajawali Sakti : Putri Randu WalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang