BAGIAN 7

194 13 0
                                    

Satu sosok bertubuh ramping tampak pucat dan kotor dengan kedua tangan dan kaki terikat pada sebuah tonggak kayu di sebuah ruangan tertutup. Tubuhnya sedikit kurus dan matanya sendu. Tidak jauh dari tempat sosok yang ternyata seorang gadis, dua lelaki bertelanjang dada mengawasi. Masing-masing berusia dua puluh lima tahun dan tiga puluh tahun.
"Tuan Putri. Lebih baik makan. Jatahmu sedikit. Dan bila kau sia-siakan, maka tubuhmu makin kering kerontang!" ujar laki-laki yang berusia dua puluh lima tahun.
"Cuih! Siapa sudi menyentuh makanan busuk ini?! Lepaskan aku! Lepaskan...! Kalian bajingan-bajingan terkutuk! Apa yang kalian inginkan dariku?!" sentak gadis itu dengan suara serak dan mata melotot garang.
"Hahaha...! Sudah kukatakan berkali-kali padamu, tak ada gunanya berteriak. Kau hanya membuat tenggorokanmu kering. Sabarlah, sebab nasibmu akan ditentukan esok hari..." lanjut pemuda itu.
"Eh, Kiman! Bagaimana menurutmu? Setelah dia tidak diperlukan lagi, apakah kau tidak memohon pada ketua untuk memilikinya?" tanya laki-laki yang berusia lebih tua daripada pemuda bernama Kiman.
"Seandainya saja aku bisa, ah! Rasanya tidak mungkin, Balung! Ketua agaknya akan menggarap gadis ini sendiri untuknya," sahut Kiman.
"Hm, sayang sekali. Tapi masih ada jalan lain kalau memang kau betul-betul menginginkannya!" kata laki-laki yang bemama Balung.
"Apa?!" Kiman langsung berpaling dengan wajah bersinar gembira.
"Ini kesempatan, selagi ketua tidak ada di sini!" kata Balung lagi.
"Coba katakan, apa rencanamu?"
"Sini, kubisikkan!"
Kiman mendekatkan telinganya. Balung membisikkan sesuatu ke telinga kawannya untuk sesaat. Namun kesudahannya, Kiman terkejut setengah mati dan memandang kawannya dengan wajah kaget.
"Gila! Kau hendak menjerumuskan aku, he?! Sial, kau!"
"Eh, tunggu dulu! Jangan lekas marah. Ketua tidak akan tahu apakah dia masih perawan atau tidak," kilah Balung.
"Tidak! Aku tidak berani menanggung akibatnya. Ketua hanya menyuruh menjaga dan memberinya makan. Tidak lebih! Aku tidak berani macam-macam!" sahut Kiman tegas.
"Bodoh kau! Tidakkah kau menyadari? Di luar saja, puluhan ksatria dan putra raja berjuang mati-matian untuk mendapatkannya? Kini dia sudah berada di tempat kita. Maka bodoh sekali kalau kita hanya mendiamkannya saja," desah Balung.
Kiman terdiam, memikirkan kata-kata kawannya.
"Ayolah. Yang kita hadapi ini bukan gadis sembarangan. Dia putri raja, dan sekaligus wanita tercantik di seluruh negeri. Jarang ada kesempatan seperti ini yang datang dua kali dalam seumur hidup. Jika kau tidak segera menikmatinya, maka akan menyesal selamanya!" bujuk Balung memanas-manasi.
"Tapi..., bagaimana kalau Ketua tahu...?"
"Jangan takut! Ketua tidak akan tahu bila kita tidak memberitahukannya. Dia akan menilai gadis ini sudah tidak perawan lagi!" desah Balung dengan suara semakin berbisik.
"Tapi... Aku masih takut, Lung. Ketua akan marah besar bila mengetahui kalau kita melanggar tugas. Dia amat keras. Dan salah-salah, kita akan binasa dihukumnya."
"Ketua tidak peduli. Lagi pula seperti kebiasaannya, dia hanya memakainya sekali. Dan selanjutnya, kita yang menikmati. Dia tidak akan menghiraukan apakah gadis itu pernah dipakai sebelumnya atau belum sama sekali!"
Kiman terdiam kembali.
"Ayolah! Kapan lagi kita akan mendapat kesempatan seperti ini?" desak Balung.
Kiman menoleh. Dan pandangan matanya menelusuri lekuk-lekuk tubuh gadis itu. Sama sekali tidak dihiraukannya gadis ini tengah memelototinya. Terbayang dibenaknya tubuh gadis itu yang amat menggiurkan di balik pakaiannya. Tanpa sadar Kiman menelan ludah.
"Bagaimana...?" Balung menunggu jawaban sambil cengar-cengir.
"Kau yakin ketua tidak akan mengetahuinya...?" tanya Kiman berusaha meyakinkan.
"Percayalah! Dia tidak akan mempedulikan soal itu!"
"Tapi..., siapa yang lebih dulu...."
"Eee! Karena aku yang mengusulkan, maka aku yang harus lebih dulu. Sesudah itu, barulah giliranmu...!"
Kiman hanya bisa mengangguk lemah, seraya menelan ludah. Dia hanya mampu memandangi kawannya yang langsung bangkit menghampiri gadis itu dengan cengar-cengir.
"Hehehe...! Putri cantik... Hari ini kita akan bersenang-senang sejenak. Dan kau akan menikmatinya nanti...," kata Balung, tersedak.
"Cuih! Bajingan keparat! Mau apa kau dekat-dekat denganku?! Pergi! Pergi...!" teriak gadis itu seraya meludah.
Balung mendengus geram. Wajahnya yang tadi menyeringai, kena diludahi gadis itu. Seketika dia mencengkeram leher gadis itu. Sementara tangan kirinya merobek baju bagian dada gadis itu. Dan tubuhnya pun merapat dengan cepat.
"Ouw! Bajingan terkutuk! Apa yang kau lakukan padaku?! Setan! Pergi! Pergiii...!" maki gadis itu dengan amarah meluap.
"Huh! Kau kira dirimu siapa saat ini? Kau hanya tawanan yang menunggu waktu ajalmu. Akan kuperlihatkan, bagaimana kami mengurus tawanan!" dengus Balung.
Lelaki itu kembali menyeringai. Dan perlahan-lahan tangannya hendak meremas kedua payudara gadis itu yang membusung menantang, setelah bajunya dirobek laki-laki ini. Gadis itu terus berteriak memaki dan berusaha melepaskan diri. Namun sia-sia saja. Karena, ikatan itu kuat sekali. Dia ingin meludah, namun wajah laki-laki itu telah merapat di mukanya dengan tangan kiri mendekap mulutnya. Tak ada lagi yang bisa dilakukan selain memejamkan mata, menangis, dan berdoa dalam hati.
"Buka pintu!"
Tiba-tiba terdengar bentakan dari luar yang diikuti gedoran kuat di pintu. Kiman terkejut. Demikian pula Balung. Mereka menoleh dan memaki kesal ketika melihat seraut wajah bertopeng hitam di balik jeruji kecil yang ada di atas pintu masuk.
"Ada apa?!" tanya Balung, membentak.
"Ketua menyuruhku membawa tawanan!" sahut orang bertopeng di balik pintu.
"Tidak bisa! Tawanan akan ditentukan nasibnya esok hari. Ketua tidak pernah membatalkan keputusan!" bantah Balung.
"Kurang ajar! Berani kau membantah perintah ketua?!" Sepasang mata orang bertopeng itu mendelik lebar menandakan kalau tengah marah besar.
Balung termangu. Sedangkan Kiman ciut nyalinya. Melihat kemarahan orang itu, mereka merasa yakin akan kesungguhan berita yang dibawanya.
"Buka pintunya!" perintah Balung.
Dengan terburu-buru, Kiman membuka pintu. Kini tampak jelas seseorang yang memakai baju rompi putih tergesa-gesa masuk dan bermaksud membebaskan gadis itu.
"Tunggu! Sejak kapan kau boleh memakai baju seperti itu?!" hardik Balung yang masih merasa kesal, karena niatnya terhalang sehingga mencari-cari kesalahan orang ini.
"Apa urusannya denganmu?! Aku dari istana kerajaan, sedang terburu-buru. Dan ketua memintaku cepat kembali, jangan kau mempersoalkan pakaian segala! Tidakkah kau tahu kalau kawan-kawan yang lain justru lebih hebat, karena memakai seragam prajurit?!" bentak orang bertopeng yang memakai baju rompi putih itu.
Balung terdiam. Demikian pula Kiman. Mereka tidak bisa membantah lagi, saat gadis itu dilepaskan dari ikatan.
"Bajingan! Mau kau apakan aku?! Lepaskan! Lepaskan...!" teriak gadis itu kalap, berusaha memukul ketika ikatannya terlepas.
"Gadis liar! Sebaiknya kutenangkan dulu kau!" dengus orang bertopeng ini, sambil menotok. Dan kini, gadis itu lemas tak berdaya. "Aku harus pergi buru-buru!" lanjut orang bertopeng itu setelah membopong gadis ini.
Baru saja orang bertopeng itu akan keluar pintu, mendadak terdengar teriakan dari lorong di depan
"Pengacau! Ada pengacau..!"
"Heh...?!" Balung dan Kiman saling berpandangan dengan wajah terkejut. Demikian pula orang bertopeng itu. Kedua anak buah Gendoruwo Samber Nyawa langsung bisa menduga. Dan mereka seketika makin curiga terhadap orang bertopeng berbaju rompi putih ini.
Balung mendengus geram seraya mengepalkan kedua tangannya. Dia menatap tajam pada orang bertopeng yang memakai baju rompi putih itu.
"Tunggu! Aku harus periksa, siapa kau! Jangan-jangan, kau malah salah seorang dari pengacau. Buka selubung topengmu!" sentak Balung.
"He, kau berani mencegahku? Aku utusan langsung dari ketua!"
"Aku tidak peduli! Buka topengmu! Atau, kubuka dengan paksa?!"
"Baiklah kalau itu maumu. Tapi ingat. Jangan menyesal! Aku akan laporkan pada ketua kalau kau menghambat perjalananku. Dia akan marah besar. Dan kau akan dihukum berat...!" sahut orang bertopeng itu, seraya meletakkan gadis yang dipondongnya di bawah.
"Ketua akan berterima kasih bila ternyata kau seorang pengacau! Aku kenal semua anggota kawanan ini. Termasuk suaranya. Tapi kau membuatku curiga. Sebab aku belum pernah mendengar suaramu sebelumnya. Buka topengmu, cepat!" dengus Balung, memerintah.
"Baik! Lihat...!" Orang itu membuka topengnya. Namun bersamaan dengan itu kaki kanannya menghantam ke arah perut.
"Uts! Kurang ajar...!" Balung memaki geram. Untung dia mampu bergerak kesamping menghindari tendangan. Namun orang bertopeng yang ternyata seorang pemuda tampan itu tidak memberi kesempatan. Kepalan tangan kanannya menyusul cepat menghantam ke dada.
Wuuut!
Sodokan itu berhasil dihindari Balung dengan melompat ke atas. Namun pemuda yang kini telah membuka topengnya itu mengikuti gerakannya dan sempat mengayunkan satu tendangan, tepat ke dadanya.
Bugkh!
"Aaakh...!" Balung memekik tertahan. Tubuhnya terlempar dan membentur dinding, lalu ambruk tidak berkutik.
"Siapa kau sebenarnya?!" hardik Kiman berang, ketika melihat seraut wajah tampan berambut panjang.
"Aku malaikat maut yang datang menjemputmu!" dengus pemuda itu.
Pemuda itu bergerak cepat, mengayunkan tendangan. Namun Kiman cepat melompat ke atas, langsung mencabut pisau yang terselip di pinggang. Dua buah senjata rahasia itu seketika melesat kencang. Cepat bagai kilat, pemuda itu menjatuhkan diri dan lawan bergulingan menghindarinya. Sehingga senjata itu menancap ditonggak kayu. Dan seketika pemuda itu melenting, bangkit berdiri.
Belum sempat Kiman melancarkan serangan kembali, pemuda itu telah menyodok ulu hatinya. Cepat bagai kilat, Kiman bergerak ke samping sedikit. Masih sempat tangannya dikibaskan untuk menangkis tendangan pemuda itu yang menyusul cepat. Tapi....
Plak! Krak!
Selanjutnya Kiman memekik keras saat tangannya membentur kaki pemuda itu yang dialiri tenaga dalam tinggi. Terdengar tulang berderak patah di pangkal lengannya. Belum sempat Kiman menghilangkan rasa sakitnya, mendadak satu hantaman keras di perut membuatnya terjungkal roboh dan tidak mampu bangkit lagi.
Begkh!
"Ugkh!"
"Huh!" Pemuda itu mendengus dingin. Lalu dihampirinya kedua lawannya. Dia merogoh sesuatu di pinggang mereka, mengambil beberapa bilah pisau kecil. Kemudian dengan terburu-buru dihampirinya gadis itu.
"Kaukah Putri Randu Walang...?"
"Eh, iya.... Siapakah kau?" tanya sang putri, setelah cukup lama terkesima memandangi penolongnya.
"Namaku Rangga. Tidak usah takut. Aku datang ke sini bersama pasukan kerajaan. Jangan banyak membantah, karena kau akan mendengar sendiri ceritanya nanti. Sekarang yang terpenting, kita harus keluar dari sini secepatnya," ujar pemuda yang ternyata Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Eh! Ba.. baik..."
"Maaf!" Rangga berujar pendek, lalu membopong tubuh Putri Randu Walang keluar dari ruangan ini.
"Hei, siapa itu?!"
Mendadak terdengar bentakan keras dari sebuah lorong.
"Heh?!"
Lebih dari sepuluh kawanan Gendoruwo Samber Nyawa langsung melompat dan bermaksud menghadang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi...
"Hiiih!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat mengibaskan tangannya yang memegang pisau.
Crab! Crep!
"Aaa...!"
Tiga orang kontan roboh disertai jeritan keras. Dahi mereka tertancap pisau-pisau yang dilepaskan Rangga.
"Kurang ajar! Siapa kau...?!" bentak orang-orang yang mampu menghindari dari sambaran pisau-pisau tadi.
Dua orang dari mereka langsung menerjang dengan golok terhunus ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa...!"
"Sial!" rutuk Rangga geram. Dalam keadaan begini, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau berpikir panjang lagi. Sehingga dengan sekali sentak, tangan kanannya mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang tersampir di punggung. Maka seketika memancar sinar biru berkilau dari batang pedang.
Cahaya biru terang itu membuat dua orang yang berada di dekatnya terkesima. Cahaya itu bergerak cepat, langsung memapas putus kedua golok mereka.
Trang!
Kesempatan itu digunakan Rangga sebaik-baiknya. Kakinya cepat bergerak menghantam kedua lawannya sekaligus.
Duk! Des!
"Aaakh...!"
Kedua orang itu menjerit kesakitan dan terjungkal menghantam dinding ruangan yang tidak begitu luas. Mereka langsung ambruk tak berdaya!
"Siapa yang mencoba menghalangiku, boleh menemui ajal!" desis Pendekar Rajawali Sakti garang penuh ancaman.
Kawanan yang tersisa memandang ragu ke arah Rangga. Kedua orang yang tadi maju lebih dulu, memiliki tingkat kepandaian di atas mereka tapi dengan mudah pemuda itu menjatuhkannya. Lalu apa artinya jumlah mereka saat ini?
"Bagus! Agaknya kalian masih sayang nyawa. Ayo, masuk! Masuk ke dalam penjara itu! Kalian akan bergabung dengan yang lain. Bawa kedua orang ini! Cepaaat!" hardik si Pendekar Rajawali Sakti.
Delapan orang itu bekerja cepat mematuhi perintah Pendekar Rajawali Sakti. Satu persatu mereka masuk ke dalam ruangan, tempat Putri Randu Walang tadi dikurung. Dua orang dari mereka menggotong dua kawannya yang tadi dijatuhkan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi mendadak saja...
"Hiiih!"
Dua orang coba-coba membokong Rangga dengan mengibaskan tangannya. Seketika, melesat sinar-sinar keperakan dari pisau-pisau yang dilepaskan.
"Hup...!" Bola mata Pendekar Rajawali Sakti melotot. Seketika dia melompat gesit sambil mengibaskan pedang.
Trang! Trang!
Pisau-pisau itu berhasil dipatahkan Rangga dengan pedangnya. Dan seketika, Pendekar Rajawali Sakti melompat mendekati dua orang yang melakukan serangan gelap.
Cras! Bruesss!
"Aaa...!"
Seorang dari kawanan ini nyaris putus lehernya. Sementara yang seorang lagi ususnya terburai keluar. Tubuh keduanya kontan menghitam. Terutama pada bagian yang terkena luka sambaran pedang Pendekar Rajawali Sakti. Mereka langsung ambruk dengan nyawa melayang!
"Jangan coba-coba membokongku. Dan aku tidak segan-segan bertindak keras pada kalian!" dengus Rangga geram.
Tidak ada seorang pun yang berani membantah. Mereka langsung masuk ke dalam ruangan dengan wajah pucat dan tubuh gemetar membayangkan bagaimana pemuda itu mampu bertindak kejam.
"Bersenang-senanglah kalian di dalam!" lanjut Rangga seraya mengunci ruangan dari luar.
Setelah itu, Pendekar Rajawali Sakti membuka totokan Putri Randu Walang dan bergegas keluar dari tempat ini. Setelah melewati lorong ini, di ruangan depan Pendekar Rajawali Sakti bertemu Ki Srengseng yang telah membebaskan dua pasukan anak buahnya.
"Bagaimana?" tanya Ki Srengseng berseru girang, melihat Putri Randu Walang selamat.
"Mereka telah kubereskan! Sekarang kita harus bergegas ke istana untuk membuat rencana serangan!" lanjut Rangga.
"Rangga... Aku kagum padamu. Kau bertindak cepat dan perhitunganmu tepat. Kau seperti bukan orang sembarangan. Dan kelihatannya kau mengerti betul soal peperangan...!" puji Ki Srengseng.
"Ki Srengseng, jangan terlalu memuji. Itu tidak ada gunanya. Lebih baik, kita bahas soal serangan ke istana kerajaan."
"Baiklah. Apakah kau punya usul?" tanya Ki Srengseng.
"Begini. Jumlah kita saat ini kurang dari lima puluh. Bentuk pasukan kecil seperti semula."
"Lalu?"
"Bagi-bagi tugas pada tiap pasukan itu! Satu pasukan bertugas menyebar ke beberapa wilayah. Bujuk rakyat untuk berjuang. Dua pasukan ikut denganku, menyerang dari depan. Dan dua pasukan yang tersisa, kau pimpin dari belakang. Kejutkan mereka dengan segera. Jangan ragu-ragu! Hajar siapa pun yang coba menghalangi! Mengerti?!" jelas Rangga.
"Aku bisa mengerti. Tapi ada usul yang mungkin bagus!" sahut Ki Srengseng.
"Bagaimana?"
"Ada jalan rahasia yang menembus ke gudang persenjataan. Rahasia ini hanya diketahui Gusti Prabu Arya Turangga Waskita dan beberapa orang yang terpercaya termasuk aku. Bagaimana kalau kami masuk dari sana dan mengejutkan mereka?"
"Itu usul yang baik! Ada usul lain?"
Semua terdiam. Maka atas usul Rangga, Ki Srengseng segera membagi tugas. Dan setelah semua sepakat, mereka bergerak cepat meninggalkan tempat ini.

***

148. Pendekar Rajawali Sakti : Putri Randu WalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang