Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan prajurit-prajurit pemberontak yang kini telah diringkus oleh anak buah Ki Srengseng dengan pandangan tajam. Di bawah todongan senjata, agaknya mereka tidak akan berbuat macam-macam lagi.
"Rangga.... Kami mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang kau berikan. Kau muncul begitu saja seperti dewa yang turun dari langit," ucap Ki Srengseng.
"Ki Srengseng.... Kebetulan saja aku tertarik dengan kejadian yang menimpa kerajaanmu ini, kata Rangga.
"Apakah kau juga telah tahu tentang kejadian yang menimpa kerajaan saat ini?" tanya Ki Srengseng, lebih lanjut.
"Hal itulah yang membuatku tertarik."
"Tahukah kau, siapa yang menjadi biang keladi semua ini?"
"Kau bisa tanyakan pada mereka!" tuding Rangga pada para prajurit pemberontak.
"Betul juga saranmu!"
Dengan wajah geram Ki Srengseng menghampiri para prajurit itu. Kemudian dia berkacak pinggang.
"Katakan padaku! Siapa kalian?! Dan siapa pula yang menjadi biang keladi pemberontakan ini?!" hardik Ki Srengseng penuh amarah.
"Eh! Kami..., kami..!" sahut salah seorang. Namun suaranya tergagap. Dan berkali-kali kepalanya menoleh ke arah kawan-kawannya.
"Apa yang kau tunggu?!" hardik Ki Srengseng lagi.
"Eh! Aku..., aku"
"Dengar! Aku tidak akan segan-segan membunuhmu. Bicaralah! Atau, kau akan mampus sekarang juga!"
Wajah prajurit itu tampak pucat menahan rasa takut. Bukan saja takut oleh ancaman Ki Srengseng, tapi juga seperti takut pada sesuatu yang kelak dihadapi bila berani buka mulut. Dan mendadak saja...
Set! Set!
"Awas...!" Rangga berteriak memberi peringatan, begitu melihat beberapa sinar putih keperakan yang meluncur ke arah mereka.
Crab! Crab!
"Aaa...!"
Sayang, sinar-sinar putih keperakan dari beberapa bilah pisau itu meluncur begitu cepat. Dan salah satu di antaranya menancap di dahi prajurit yang tengah bicara tanpa dapat dicegah lagi.
Tiga orang prajurit pemberontak langsung roboh dan tewas tertancap pisau. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti dan Ki Srengseng sendiri telah sibuk menghadapi tiga bilah pisau yang melesat kearah mereka.
"Uts!" Rangga bergerak sedikit ke samping dengan kedua tangan bergerak lincah. Langsung ditangkapnya dua bilah pisau yang mengancam keselamatannya.
Tap!
"Yeaaa...!"
Begitu tertangkap, Rangga cepat melemparkan kembali kearah datangnya pisau-pisau tadi. Sebentar saja, dari semak-semak tak jauh dari situ melompat sesosok tubuh ke udara menghindari pisau-pisau yang dilepaskan Rangga. Setelah jungkir balik beberapa kali, sosok itu mencelat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hahaha...! Siapa sangka kalau Pendekar Rajawali Sakti ternyata ikut campur dalam urusan ini!" ujar orang itu, begitu mendarat di hadapan Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti tersenyum, memperhatikan orang yang bertelanjang dada di depannya. Wajah orang itu ditutupi kain hitam. Hanya terdapat dua lubang pada bagian matanya. Di pinggangnya terselip sebilah golok agak panjang, yang dililit kain sarung kotak-kotak hitam dan putih. Orang ini hanya memakai celana pangsi hitam, yang panjang-nya sedikit di bawah lutut.
"Oh! Jadi, kaukah si Pendekar Rajawali Sakti? Benarkah itu, Rangga?!" Ki Srengseng memandang Rangga dengan wajah heran dan tidak percaya.
"Hahaha...! Jadi kau belum tahu, Ki Srengseng? Hm, dasar bodoh kau!" kata orang bertopeng itu.
"Siapa kau sebenarnya?! Buka topengmu, jika benar ksatria. Dengan demikian, aku bisa melihat wajah pengecutmu!" sentak Ki Srengseng tidak mempedulikan ocehan orang itu.
"Hehehe...! Kau katakan aku pengecut karena membunuh para prajurit tolol ini, dan sekaligus menyerang kalian?! Topeng ini bukan sekadar menutupi wajah. Tapi lebih merupakan ciri khas kawanan kami. Kau tentu bisa menduganya bukan?"
"Hm, kalau tidak salah kau anak buah Gendoruwo Samber Nyawa?" tebak Ki Srengseng.
"Hehehe..! Ternyata ingatanmu tajam juga, Ki Srengseng!"
"Ada urusan apa kau ke sini?!" tanya Ki Srengseng, ketus.
Sikap Ki Srengseng memang beralasan, karena kawanan Gendoruwo Samber Nyawa bukanlah kawanan baik-baik. Mereka merupakan kawanan penjahat, perampok, dan pembuat kekacauan. Selama ini, pihak kerajaan sudah cukup kerepotan menghadapinya. Bukan saja tiap anggotanya memiliki kepandaian cukup hebat. Tapi mereka juga memiliki sikap licik dan cerdik. Bila pasukan kerajaan mengejar, mereka sembunyi dan menyerang tiba-tiba. Sehingga tidak jarang para prajurit kerajaan menjadi geram. Sebab korban di pihak mereka terlalu banyak yang jatuh, ketimbang korban yang diderita kawanan itu.
"Urusan apa?! Hahaha...! Tidak tahukah bahwa kini kau dan anak buahmu adalah pemberontak? Dan aku ditugaskan menangkap kalian!"
"Jangan bicara ngawur! Jaga sikapmu terhadap prajurit kerajaan. Kalau tidak, kau akan kena hukuman berat!" desis Ki Srengseng, mengancam.
"Hahaha...! Bicaramu boleh juga. Tapi harap kau ketahui, saat ini kerajaan berada di tangan Kanjeng Gusti Ayu Rara Ningrum. Beliau bekerjasama dengan kami dalam menggulingkan rajamu. Maka tidak heran kalau kawan-kawanmu mudah sekali kami tangkap, meskipun menyamar dengan berpakaian biasa," jelas orang bertopeng itu.
"Kurang ajar! Pantas perempuan itu begitu berkeras dengan usulannya. Kiranya dia menyimpan niat busuk! Huh! Kurang ajar!" geram Ki Srengseng seraya mengepalkan kedua tangan.
"Hm... Kau menambah kesalahan lagi, dengan memaki junjungan kami. Maka kau patut mendapat hukuman mati"
"Bangsat bertopeng! Kau yang harus mampus di tanganku!" hardik Ki Srengseng.
"Budak hina, mampuslah kau!"
Mendadak saja, orang bertopeng itu menghentakkan tangan kanannya ke arah Ki Srengseng, melepaskan pukulan jarak jauh. Ki Srengseng sama sekali tidak menduga kalau orang ini mampu menyerangnya secepat itu. Tiba-tiba saja selarik cahaya kehitaman sudah melesat bagaikan kilat. Dia berusaha menghindar dengan membuang diri ke samping. Namun bersamaan dengan itu, orang bertopeng ini meluruk, melepaskan satu tendangan keras.
Begkh!
"Aaakh!"
Ki Srengseng menjerit keras begitu perutnya terhantam kaki orang bertopeng itu. Belum sempat dia berbuat sesuatu, orang bertopeng itu sudah menyerang secara beruntun. Terpaksa tangan kanan Panglima Kurata ini bergulingan menghindarinya. Begitu mendapat kesempatan, Ki Srengseng cepat bangkit dengan satu lentingan indah.
Orang bertopeng itu menggeram. Sebelah kakinya langsung menyapu pinggang. Ki Srengseng berusaha menghindari dengan melompat ke atas. Tapi saat itu juga lawannya mengejar dengan kepalan tangan kanan menghantam ke arah dada. Begitu cepat gerakannya, sehingga Ki Srengseng tak sempat menangkis.
Buk!
"Hugkh!"
"Mampuslah kau!" Orang bertopeng itu menggeram. Langsung diayunkannya satu tendangan saat Ki Srengseng terhuyung-huyung.
Des...!
"Aaakh...!" Ki Srengseng terjungkal, tidak mampu bangkit. Sementara orang bertopeng itu sudah bergerak cepat dengan satu injakan kaki untuk menghabisinya.
"Hiiih!"
Mendadak saja, berkelebat satu bayangan putih yang langsung memapaki injakan kaki orang bertopeng itu.
Plak!
"Hm...!" Orang bertopeng itu mendengus dingin. Dia langsung melompat ke belakang dan berdiri tegak mengawasi bayangan putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Sudah kuduga, kau akan mencampuri urusan ini!" dengus orang bertopeng itu.
"Maaf, Kisanak. Aku telah mencampuri urusan ini sejak semula. Kepalang basah. Maka lebih baik mandi sekalian. Lagi pula apa yang kalian lakukan adalah satu tindakan pemberontakan terhadap kerajaan. Kawanan Gendoruwo Samber Nyawa hendak memimpin kerajaan? Hm... Rakyat akan terancam bahaya bila dibiarkan!"
"Pendekar Rajawali Sakti! Kuhormati kau karena nama besarmu. Tapi bukan berarti aku takut berhadapan denganmu. Pergilah! Dan, jangan campuri urusan ini. Sesungguhnya aku tidak ingin terlibat perkelahian denganmu!" ujar orang bertopeng itu lantang.
"Terima kasih. Tapi kau salah alamat bila menghormatiku. Tapi bila betul-betul ingin menghormatiku, maka hormati dulu nasib rakyat jelata. Bukan padaku!" sahut Rangga mantap.
"Hm... Kalau demikian, rasanya tidak ada jalan lain. Aku harus melenyapkan semua penghalang. Itulah sumpah kami!" dengus orang bertopeng itu, dingin.
"Kisanak! Tidak usah sungkan. Seperti apa yang kau inginkan, maka sekeras itu pula niatku. Aku tidak surut dari apa yang telah keluar dari mulutku!"
"Kalau begitu, bersiaplah! Aku tidak akan bertindak setengah-setengah padamu, Pendekar Rarajali Sakti!"
Setelah berkata begitu, orang bertopeng ini membentuk jurus. Kedua tangannya bergerak cepat di sekitar perut dan dada. Dia mendengus dingin. Kemudian tubuhnya menggelinjang dan meliuk-liuk dengan kedua kaki bergerak lincah.
"Yeaaa...!"
Sambil melangkah keras, orang bertopeng itu melakukan sodokan lewat kepalan tangan kanan ke arah dada. Dan Rangga cepat berkelit ke kiri. Tanpa diduga cepat sekali kepalan kiri orang bertopeng itu menyusul dari bawah. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat membuat lompatan ke samping kanan. Sementara orang bertopeng itu terus bergerak menggelinjang. Kemudian mencelat melewati kepala Rangga sambil melepaskan beberapa hantaman ke kepala.
Plak! Plak!
Rangga yang memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' cepat mengangkat tangannya memapak pukulan yang hendak membelah kepalanya. Beberapa kali mereka beradu pukulan. Dan sejauh itu, belum terlihat tanda-tanda siapa yang lebih unggul. Sepintas lalu, memang terlihat Pendekar Rajawali Sakti agak keteter menghadapi serangan-serangan gencar yang dilancarkan lawannya.
"Hup! Yeaaa...!"
Begitu orang bertopeng itu mendarat, ganti tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang mencelat ke atas. Setelah berputaran beberapa kali tubuhnya cepat menukik turun dengan kedua telapak terbuka lebar. Bersamaan dengan itu, agaknya orang bertopeng ini telah bersiap pula memapaki mengerahkan tenaga dalam tinggi.
Plak! Plak!
"Uhhh...!" Orang bertopeng itu mengeluh tertahan setelah memapak kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Terasa kalau tenaga dalam pemuda itu lebih tinggi. Bahkan tubuhnya sampai terhuyung-huyung ke belakang.
Sementara Rangga kembali melompat menerjang. Dan sepertinya, dia tidak mau memberi kesempatan sedikit pun. Orang bertopeng itu mendengus geram. Bahkan segera mengeluarkan sesuatu dari balik sarung yang melekat di pinggangnya, dan secepat itu dilemparkan ke arah Rangga.
Set! Set!
"Uts!" Pendekar Rajawali Sakti bergerak gesit menghindari dua bilah pisau yang menderu kencang ke arahnya. Bersamaan dengan itu, agaknya orang bertopeng ini menggunakan kesempatan untuk menghantam Pendekar Rajawali Sakti dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
"Heaaa! Mampuslah kau, Bocah Busuk!"
Werrr!
Tubuh Rangga melenting indah, menggunakan jurus "Sayap Rajawali Membelah Mega'. Sehingga pukulan orang bertopeng itu mengenai tempat kosong. Begitu berada di udara, Pendekar Rajawali Sakti cepat merubah jurusnya. Kedua kakinya langsung bergerak lincah, dengan kedua tangan membentang membuat gerakan indah. Dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' yang sekarang dikeluarkan, tiba-tiba Rangga menukik tajam kearah orang bertopeng itu.
Huk! Desss!
"Aaakh...!"
Tahu-tahu saja ujung kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti menghantam dahi. Kemudian kaki kanannya menyapu muka. Orang bertopeng itu terjungkal roboh disertai pekik kesakitan. Dengan terhuyung-huyung dia berusaha bangkit. Untung saja Rangga hanya mengeluarkan seperempat dari seluruh kemampuannya. Tapi kalau kepandaian lawannya pas-pasan, jelas kepalanya sudah hancur terhantam kaki Pendekar Rajawali Sakti. Begitu bangkit, orang bertopeng itu melemparkan pisau beracun ke arah Rangga yang baru saja mendarat di tanah.
Wuuut! Tap!
Dua buah berhasil dielakkan Rangga dengan memiringkan tubuh ke kanan. Sementara pisau yang sebuah lagi ditangkap. Dengan gemas, pisau itu dilemparkan Rangga, hingga melesat tidak tertahankan. Dan...
Crab!
"Aaa...!"
Orang bertopeng itu menjerit keras, tidak bisa menghindari pisau yang dilemparkan Rangga. Kembali dia roboh. Dan kali ini tubuhnya menggelepar tidak menentu, karena dahinya tertancap sebilah pisau miliknya sendiri. Hanya beberapa saat tubuhnya menggelepar. Kemudian dia meregang kaku, dengan wajah membiru. Racun dipisau itu bekerja cepat membunuh majikannya sendiri.
Sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti membuat para prajurit pemberontak bergidik. Pemuda ini telah membunuh dua orang berkepandaian hebat dalam waktu singkat. Dan kalau mau, dia bisa membunuh mereka semua. Itulah yang ditakuti kawanan yang bersegaram prajurit kerajaan ini. Sebab jelas sudah, kalau pemuda berjuluk Pendekar Rajawali Sakti berpihak pada Ki Srengseng.
"Bukankah kalian termasuk kawanan Gendoruwo Samber Nyawa?!" tanya Rangga dingin.
"Eh! Bu..., bukan. Kami prajurit-prajurit kerajaan!"
"Betul! Kami prajurit-prajurit kerajaan...!" timpal yang lain, cepat.
"Jika benar kalian prajurit-prajurit kerajaan, berarti harus mati ditanganku!" desis Rangga dengan nada mengancam.
Wajah Pendekar Rajawali Sakti tampak penuh perbawa dengan sepasang mata tajam mengawasi para prajurit satu persatu. Perlahan-lahan dihampirinya mereka. Dan hal itu membuat para prajurit kerajaan ini menjadi salah tingkah. Beberapa orang di antaranya tampak pucat.
"Jawab yang benar!" bentak Rangga, lantang.
"Eh! Benar, Kisanak. Kami memang kawanan Gendoruwo Samber Nyawa!" sahut seseorang mewakili kawan-kawannya.
"Bagus! Kalau demikian kalian tahu, di mana para prajurit kerajaan lainnya yang hilang secara aneh?"
"Mereka ditawan kawan kami."
"Tunjukkan padaku, di mana tempatnya!"
"Kau akan celaka berani memasuki sarang kami."
"Kau dan kawan-kawanmu yang akan lebih dulu celaka, sebelum menunjukkan di mana para prajurit kerajaan yang tengah menjalankan tugas itu kalian tawan!" desak Rangga mengancam.
"Hm. Terserah padamu saja. Kalau memang kau menginginkan kematianmu tentu saja akan kutunjukkan."
"Bagus! Satu lagi pertanyaanku! Apakah Putri Randu Walang kalian sembunyikan di tempat yang sama?"
Prajurit itu diam tidak menjawab. Dia memandang pada kawan-kawannya dengan gelisah.
"Jawab!" hardik Rangga, seraya mencengkeram leher orang itu dengan kuat.
"Eh! Oh..., iya! Iya...!"
"Apakah keadaannya aman?"
"Dia selamat, selama penobatan itu belum dilangsungkan. Namun bila lewat dari waktu itu, maka dia tidak diperlukan. Ketua kami berpesan begitu untuk berjaga-jaga bila istana kerajaan tidak aman, sehingga sang putri akan dijadikan sandera," jelas prajurit itu.
"Siapa yang akan dinobatkan menjadi raja?"
"Putra Kanjeng Gusti Ayu Rara Ningrum, yaitu Pangeran Sodong Palimbanan."
"Kapan acara penobatan itu dilakukan?"
"Esok hari, saat matahari terbit"
"Nah! Jangan buang waktu lagi. Kau ikat kawanmu. Dan yang lainnya saling mengikat. Bila berani membantah, aku tidak akan segan-segan membunuh. Lalu naik ke kuda masing-masing dan kita berangkat sekarang kesarang kalian!" sentak Rangga memberi perintah.
Para prajurit itu bekerja saling mengikat sehingga mereka membentuk semacam rantai yang saling berkaitan. Sementara mereka tengah bekerja, Ki Srengseng mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
"Rangga.... Sekali lagi, aku atas nama para prajurit kerajaan, mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu!"
"Ki Srengseng, simpan saja terima kasihmu itu untuk nanti. Pekerjaan kita belum selesai," ujar Rangga tersenyum.
"Rasanya tidak bisa kupercaya kalau kau muncul begitu saja dan membantu memecahkan kemelut ini. Benarkah kau betul-betul mengetahui kejadian buruk yang menimpa istana kerajaan?" tanya Ki Srengseng, seperti tak percaya.
"Saat itu hanya kebetulan saja. Bermula dari kerusuhan yang menimpa peserta sayembara. Aku kebetulan lewat di tempat itu, dan ingin melihat-lihat keramaian. Dan ketika kerusuhan terjadi, aku sempat bentrok dengan salah seorang anak buah kawanan Gendoruwo Samber Nyawa. Maka sejak itu, aku merasa penasaran karena ada yang tidak beres di kerajaanmu. Kemudian dalam waktu yang berbeda sedikit, putri yang disayembarakan itu diculik. Aku mengejarnya dan terlibat duel sampai dikacaukan oleh kalian...," jelas Rangga.
"Maafkan aku, Rangga. Aku sama sekali tidak bermaksud..."
"Sudahlah. Tidak usah dipikirkan. Sejak itu, aku semakin tertarik. Dan, istana kerajaan selalu kuawasi. Termasuk saat kalian keluar dari istana kerajaan dengan cara menyamar. Padahal, saat itu aku ingin memberitahu kalau di belakang istana telah berkumpul kawanan Gendoruwo Samber Nyawa yang siap melakukan pemberontakan, begitu kalian berlalu. Tapi aku tidak tahu, siapa yang bisa kupercaya. Prajurit-prajurit kerajaan telah banyak yang berpihak pada pemberontak," jelas Rangga lagi.
"Lalu bagaimana caramu hingga tiba di sini?"
"Saat itu, kuputuskan untuk mengikuti kalian. Dan sungguh tidak terduga kalau kawanan itu bermaksud menyergap kalian yang telah berpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Dua kelompok berhasil kuselamatkan. Dari mereka, aku tahu ke mana tujuan ketiga kelompok yang lain. Dua kelompok tidak berhasil kutemui. Dan aku berpikir, mereka telah dibunuh oleh kawanan itu atau mungkin ditawan. Lalu kuputuskan untuk mengikuti arah yang kalian ambil," jelas Rangga.
"Rangga, apakah kau memiliki langkah selanjutnya untuk membantu kami? Maaf, tidak seharusnya aku bertanya begitu. Tapi saat ini hanya kaulah yang bisa kupercaya, sekaligus mampu membantu kami menghajar para pemberontak itu," pinta Ki Srengseng, berharap.
"Tidak perlu bicara seperti itu, Ki Srengseng. Rasanya sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling tolong-menolong. Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menyelamatkan sang putri."
"Membebaskannya dari sarang kawanan Gendoruwo Samber Nyawa? Astaga! Itu bunuh diri. Kau tidak mengetahui kekuatan mereka?!"
"Tenang saja! Semuanya sudah kupikirkan."
"Hhh..., entahlah. Tapi aku percaya dengan kepandaianmu. Ada hal yang kulupa, yaitu tentang kedua pasukan prajurit kerajaan yang berhasil kau selamatkan.... Kemana mereka? Kenapa tidak bergabung denganmu?"
"Mereka tengah menjalankan tugasnya masing-masing. Pasukan yang dipimpin Panglima Palaseha mengawasi keadaan istana kerajaan. Sementara pasukan yang dipimpin Panglima Dasmuka kusuruh mengawasi jalan masuk menuju Hutan Genjing."
"Hutan Genjing?" tanya Ki Srengseng dengan dahi berkerut heran.
"Ya! Sarang Gendoruwo Samber Nyawa!"
"Heh?! Jadi, kau telah mengetahui sarang mereka. Buat apa memaksa mereka." Kata-kata Ki Srengseng yang diucapkan dengan wajah kaget, seketika terhenti saat pemuda itu memberi isyarat.
"Ssst! Sudahlah. Tidak usah banyak bicara. Lihat, mereka telah selesai! Ayo kita berangkat!" ajak Rangga.
Ki Srengseng hanya bisa mengikuti, dengan langkah bingung!***
KAMU SEDANG MEMBACA
148. Pendekar Rajawali Sakti : Putri Randu Walang
ActionSerial ke 148. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.