Jangan Menyerah Padaku

255 28 4
                                    


Yukine terpojok. Apa ini akan menjadi akhir baginya? Setidaknya dengan ini, aku tidak akan tersakiti lagi karna Yato. Bisiknya lirih seraya menutup matanya saat mulut ayakashi itu sudah tepat didepannya. Yukine tersenyum sedih.

"Selamat tinggal, Yato."

.

.

.

.

.

.

.

"Sekki!"

Tepat sebelum gigi runcing ayakashi itu mengoyak kepala Yukine, Yato memanggi namanya. Membawanya ke genggaman Yato yang hangat. Yukine menatap tangannya yang terkena bercakan kutukan karena Yato menyentuhnya. Yato terkena kutukan hampir setengah badannya. Separah itukah dia menyakiti Yato? Yukine terisak. Menyadari beberapa detik lalu ia hampir mati.

"Jangan menangis dulu. Setelah kita mengalahkan yang ini, kubiarkan kau mengotori bajuku dengan ingusmu." Yato mengeratkan genggamannya pada Yukine. Perlahan perasaan sesak yang menyakitkan itu digantikan kehangatan yang menjalar dari tangan Yato. Yukine mengangguk.

"Tajamkan bilahmu, Yukine!"

Yato menerjang ayakashi itu, bermanuver saat tangan ayakashi itu ingin mencabik tubuh Yato dengan cakarnya yang kotor.

"Kau makhluk yang ingin menodai tanah terbitnya sang matahari ini! Dengan kedatanganku, Dewa Yato, melawanmu dengan Sekki di kedua tanganku dan melenyapkanmu wahai makhluk kotor."

Yato melewati kepala ayakashi dan bermanuver kembali dengan mengarahkan bilah Yukine kearah ayakashi itu. Dan detik berikutnya, ayakashi itu terbelah dan meledak, disusul cahaya terang penyucian.

"Yukki"

Yukine terus menunduk selagi Yato menyiramkan air suci ke tubuhnya. Bermain dengan air suci yang dingin di bulan desember yang bersalju jelas bukan ide yang bagus. Yukine bersin beberapa kali. Tapi dibandingkan harus berakhir dengan ritual penyucian yang menyakitkan karena kutukan yang makin memburuk, seperti terakhir kali. Yukine jelas memilih untuk mengigil sebentar.

"Aku tau apa yang sebenarnya meresahkanmu." Ucap Yato pelan sembari membelai wajah Yukine. Menghalau air agar tidak menyentuh mata jingga itu.

Yukine mendongak. Walau ia hanya menatap ujung rambut Yato yang basah. Ia masih enggan menyapa manic kucing milik dewa bodohnya ini.

"Kau tau dan masih tetap mengatakan hal jahat itu? Kau dewa paling buruk, Yato!"

Yato menghapus air mata Yukine sebelum cairan berharga itu menyapa pipi Yukine yang memerah samar.

"Kau yang mengajukan diri sebagai satu-satunya hal yang kupunya disini. Tapi kenapa..hiks hiks.."

Kalimat Yukine terputus oleh tangisnya. Yato tersenyum tipis lalu menarik Yukine dalam pelukannya. Membiarkan kulit dingin mereka saling berusaha menghangatkan.

"Kalau mau menangis, menangislah dipelukanku, Yukine. Jangan dipendam. Itu jauh lebih menyiksaku."

Yukine memeluk Yato erat. Menyembunyikan wajah sembabnya di dada telanjang Yato. Dingin, tapi membuatnya nyaman.

"Kau hal paling berharga bagiku, Yukine."

Yato mendekap Yukine semakin erat. Mengecup berkali-kali puncak kepala Yukine.

"Katakan itu lagi, kumohon"

Yato tersenyum lalu mengangkat wajah Yukine. Mempertemukan dua iris beda warna mereka.

"Kau hal paling berharga dari apapun di dunia ini Yukine. Kau satu-satunya yang kumiliki. Jangan menyerah padaku."

"Jangan tinggalkan aku,Yato. Jangan buang aku."

"Kau yang jangan kabur dariku Yukine." Yato menunduk. Mengecup kening dan mata Yukine.

"hari ini aku bertemu Nora-"

"Bisakah kita tidak membicarakan wanita itu Yato!"

Yukine merengut kesal. Topik tentang Nora membuatnya kesal, Yato membelai rambut basah Yukine yang beraroma jeruk.

Yato harus mengatakannya sekarang sebelum Yukine kembali salah paham dan menyakiti mereka berdua.

"Kau harus tau, aku 'menarik' namanya. Aku sudah tidak punya ikatan apapun lagi dengannya. Kamu satu-satunya Yukine."

"Tidak ada Nora yang lain di luar sana?" Yukine masih merasa ragu. Yato menggeleng mantap.

"Kalau kau mengajakku, aku tidak akan salah paham. Kenapa malah sembunyi-sembunyi?"

"Aku tidak ingin Nora menjadi nekat dan melampiaskan amarahnya padamu, Yukine. Dan ternyata kau keras kepala."

Yukine memandang Yato merasa bersalah. Yato ternyata memikirkan dirinya sampai seperti ini? Yukine mulai merasa malu pada diriya sendiri.

"Sesekali aku harus menghukummu Yukine." Bisik Yato di telinga Yukine. Membuat bocah jingga itu meremang. "Kira-kira hukuman apa yang cocok ya, hm?"

Yukine merinding, nafas Yato yang panas menyentuh telinga dan lehernya. Perlahan suhu tubuhnya meningkat, darah berkumpul di wajahnya, membuat pipinya merona. Kata 'hukuman' yang dibisikkan Yato membuat pikiranYukine kacau dan perlahan-lahan membentuk satu imajinasi yang biasa dipikirkan remaja puber pada umumnya.

"Hmm? Kau berpikiran kotor Yukine." Seringai muncul di bibir Yato. Yukine salah tingkah. Ia lupa Yato bisa tau apa yang sedang dia pikirkan. Ah sialan!

"Hei Yukine, lain kali jika ingin 'itu' bilang saja padaku. Jangan kau bayangkan sendiri. Itu membuatku lebih horny."

Mata Yukine membulat. Tapi sebelum sempat bersumpah serapah, Yato sudah membungkamnya dengan ciuman, mengulum bibirnya tanpa memberinya kesempatan untuk menghindar. Yukine hanya bisa menyumpahi Yato dipikirannya saja.

"Dasar dewa gembel mesum nista!"


Sebenernya tadi udah mau up, tapi pas buka ms.word ternyata belum selesai diketik, hehehe lupa aku nya.

Fanfiction ini aku akhirin disini, Mampir ya ke book Levi X Reader yang aku buat..

Fanfiction ini aku akhirin disini, Mampir ya ke book Levi X Reader yang aku buat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

buat yang udah baca makasih banget ya, sayang kamu <3

Vote dan komennya kudasai~

[FF] Yatogami X Yukine - The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang