ASUMSI

4.7K 25 0
                                    


"Hai Rin, gimana kabarmu?" tanyaku.

"Super duper baik Win, kemarin malam Erik menemuiku, dia menjelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Ya betul katamu, dia sedang banyak tugas, dan yang terpenting, dia berjanji tidak akan mengacuhkan aku lagi Win"jawab Karin.

"Selamat ya Rin, aku seneng banget sekarang kamu udah gak bete lagi".

Sebenarnya apa yang Erik lakukan sih? bukannya dia tidak menyukai Karin? pesanku juga belum dia balas. Aku harus segera menemuinya.

Seperti biasa aku menunggu Erik di belakang kampus untuk pulang bersama. Tapi sudah setengah jam lebih aku berdiri, belum kelihatan batang hidungnya pun! Pesanku pun belum dibalasnya. Apa dia marah? Akhirnya setelah menunggu satu jam, akupun pulang dengan naik angkot. Kesal, tapi aku fikir buat apa aku marah? Aku siapanya dia? Kalau memang Erik sedang bersama Karin, memangnya aku harus marah? Dia kan pacarnya...

Tring..

Seseorang mengirimkan pesan pada telepon genggamku.

"Win, aku lagi sama Erik loh. Kita lagi nonton nih. Dan tau gak Win, dia romantis banget, masa dia kasih aku bunga". Ternyata Karin yang mengirimku pasan yang membuat aku jadi semakin cemburu.

"Ah gila si Erik, dia anggap aku apa setelah apa yang dia lakukan!" bisiku dalam hati.

"Oh jadi kamu lagi sama Erik, selamat deh" jawabku.

Ya sudahlah, buat apa aku galau terus. Aku hanya ada diantara mereka, bukan siapa-siapa. Mungkin saja kejadian waktu itu hanya pelampiasan Erik karena sedang berdua bersamaku . Mungkin jika itu bukan aku, Erik akan tetap melakukannya. Dan mungkin saja Erik sering melakukannya dengan Karin. Berarti aku mencintai laki-laki yang berengsek dong. Ah sudahlah aku tidak mau berasumsi sejauh ini.

Sore itu aku melihat Erik yang tergesa-sega.

"Rik, tunggu aku Rik, kamu kenapa sih? kamu kenapa jadi jauhin aku sih Rik? udah 1 bulan kamu kaya gini, ngehindarin aku terus"

Erikpun langsung menarik lenganku menuju gedung kosong yang sedang direnovasi.

Erik langsung menarik pinggangku dan memeluku dengan erat.

"Maaf..."

"Maafin aku Win, aku kangen banget sama kamu" Ungkap Erik.

Erik pun mengucapkannya sambil menatap mataku. Sontak saja jantungku berdebar dengan kencangnya. Erikpun mendaratkan ciumannya dibibirku. Akupun mulai meremas rambutnya bertanda aku menikmatinya. Ciuman yang selama ini aku nantiakan. Dengan perlahan Erikpun menurunkan ciumannya sampai ke leherku, dia membuat kissmark dileherku. Aku pun mengerang karena rasa nikmat yang kurasakan. Sambil menutup mulutku, tangan yang satunya lagi mulai meraba buah dadaku. Ya ampun, rasanya indah sekali, Erik berhasil membuatku terbuai. Tidak bisa dipungkiri, kenikmatan yang Erik berikan sangat memuaskanku.

Dengan nafas yang masih terengah-engah aku pun mulai bertanya pada Erik tentang kejadian yang selama ini terjadi.

"Aku mencintainya Win" jawab Erik.

"Apa?" kagetku.

"Ya aku mencintainya, aku akan menikahinya"

"Terus apa yang kamu perbuat padaku?" tanyaku.

"Maafkan aku Win, aku menyukaimu juga, aku harap kita ga akan bertemu lagi. Aku berjanji ini yang terakhir aku menciumu".

"Tapi Rik, mengapa tiba-tiba kamu akan menikahi Karin? Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku keheranan karena secepat ini mereka menbuat keputusan.

Sambil masih mengelus-elus punggungku, Erik menatapku dengan mata yang berbinar menahan air mata. Erikpun meluncurkan lagi ciuman di bibirku dengan menahan isak tangisnya. Menciumku dengan hebat seakan ini yang teakhir kalinya. Ingin aku menolaknya tapi tubuhku tidak. Aku selalu menikmati ciuman yang Erik berikan. Dan remasan tangannya pada payudaraku membuat aku ingin selalu bersamanya.

"Maafkan aku Win, hari ini dan seterusnya kita gak bisa bersama. Aku gak mau Karin melihat kita jalan berdua" pinta Erik.

"Rik, kenapa kamu lakukan ini sama aku. Kamu sudah membuatku mabuk kepayang dan memberi harapan padaku. Seharusnya kalau kamu mau menikah dengan Karin, kamu jangan melakukan ini lagi bersamaku!" pintaku dengan masih saja mengharapkan ciuman dan pelukannya.

"Aku... Aku... Aku selalu ingin melakukannya denganmu Win. Aku tidak bisa menahannya jika bersamamu" ungkap Erik dengan masih saja mengelus-elus punggungku.

"Tapi kamu kan sudah memiliki Karin. Kamu lebih baik melakukannya bersama pasanganmu bukan?" tanyaku.

"Ah sudahlah Win! Hari ini biarkan aku tidak memikirkannya. Sekarang yang ada dimataku cuma kamu Win. Bibirmu, tubuhmu. Biarkan aku memelukmu, menciumimu, merabamu untuk yang terakhir kali" pinta Erik yang jika difikir secara logis, Erik sedang mempermainknku. Dia menciumiku dengan maksud melampiaskan nafsunya dan akan mencampakanku begitu saja dengan menikahi Karin. Sial! Aku menikmatinya!

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang