; pagi 6

13 0 0
                                    

— Davin dan bola basketnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— Davin dan bola basketnya.

🍂;

"Ayo ambil bola basketnya, katanya mau jago main basket biar bisa lawan aku?" Ujarnya sambil terkekeh menatapku.

Aku melipat tanganku didada sambil melihatnya sedikit kesal, "Gak mau, kamu curang!"

Dia mendekat dengan tetap memainkan bola basket itu, memperlihatkan sedikit keahliannya bermain basket. Dia mencoba trik apa saja agar bola itu tidak jatuh ditanganku.

"Curang dari mana? Aku main gak pake curang. Sini ambil bola nya, nanti kalo bisa aku kasih es teh manis."

Aku memejamkan mata sebentar dan menarik nafas, aku harus percaya diri jika bola itu bisa aku raih. Bisa-bisa nya dia terus yang main dari tadi.

Aku berlari ke arahnya, mencoba mengambil alih bola basket dari tangannya. Lumayan sulit, karena yang sedang aku hadapi seorang kapten basket SMA yang setiap tahun nya meraih banyak piala pertandingan.

Dia tidak memberikan aku celah, justru dia malah melakukan shoot agar bola nya masuk ke dalam ring dan mencetak point.

"Udah, aku gak sanggup. Kamu cepet banget udah cetak point aja ih."

Aku membungkukkan badanku kelelahan, mengatur nafas dan mencoba menghirup udara. Dia sangat tau jika pernafasanku sedikit bermasalah. Dia mendekat, memegang pundakku. Wajahnya sedikit cemas.

"Sakit lagi ya dada nya? Maaf, gak seharusnya aku ajak kamu main basket bareng aku. Duduk dulu, ya?"

Dia membawa ku untuk duduk dan mengambil air putih dan beristirahat sebentar. Dia merapihkan bajunya, wajahnya bercucuran keringat. Aku mengusap keringatnya pakai handuk kecil yang aku bawa.

Dia tersenyum saat aku melakukannya. Dia memperhatikanku sangat rinci. Ah, sial. Kenapa aku tiba tiba salah tingkah begini?

"Kamu cantik terus."

"Diem, kamu gak bosen bilang kaya gitu terus?"

Dia semakin menatapku, "Kenapa? Emang kamu cantik kan? Aku gak pernah bosen buat bilang kamu cantik. Gak ada lagi perempuan yang aku temuin paling cantik setelah Bunda. Kamu itu kaya Bunda. Bawel, berisik, suka paksa aku. Tapi dibalik itu semua aku selalu suka kamu. Setiap perhatian yang kamu kasih ke aku bisa ingetin aku ke Bunda. Haha. Jadi kangen Bunda.

Aku tersenyum kaku dan mengusap pelan pundaknya. "Bunda pasti seneng lihat kamu yang sekarang."

Dia ikut tersenyum kecil, "Nanti temenin aku ke makam Bunda, ya?"

Aku mengangguk. Lalu aku berdiri dan mengambil bola basket itu lagi. Mencoba melakukan seperti yang dilakukan Davin saat bermain.

"Liat, bolanya udah aku ambil. Kamu kalah!" Ujar ku meledeknya lalu tertawa kecil.

Davin tetap duduk, memperhatikanku bermain basket dan terkekeh.

"Iya, kamu yang main. Coba kamu masukin ke ring. Tiga kali masuk, nanti aku traktir eskrim sampe tiga hari."

Benarkah? Bukankah aku salah dengar?
"Beneran, ya?! Kalo bohong, kamu gak dapet jodoh sampe kamu besar!"

Dia tertawa, "Iya beneran, aku gak bohong. Emang pernah aku bohong sama kamu?"

Aku terkekeh dan lanjut bermain. Aku berhasil mencetak tiga point. Aku sangat senang, aku melihat ke arahnya lalu menjulurkan lidah– sedikit meledeknya.

"Aku bisa, jangan lupa eskrimnya!"

Dia tersenyum dan tepuk tangan, dalam kecilnya dia berbicara, "Kalau Tuhan boleh izinin aku pilih jodoh sendiri, aku akan pilih kamu buat bisa temenin aku. Sampai nanti."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang