Day 1 : 'Ikan'
-Gadis itu datang entah darimana. Tanpa mengingat apapun, dia berharap kedatangannya bisa berarti sesuatu. -
***
“Ehehehe..... Ahahaha.... HAHAHAHA...... “ sebuah tawa mengerikan terdengar sepanjang lorong.
“Doctor... “ gadis Cautus itu melihat kearah pria bermasker disebelahnya.
“Aku tau Amiya, aku juga mendengarnya,” pria yang dipanggil ‘Doctor’ itu memandang jauh ke ujung lorong, “Dimana Dr. Kal’sit?”
“Dr. Kal’sit sedang keluar bersama Red. Aku tidak tau kemana mereka pergi.”
“Hmmm.... Begitu ya,” nada bicara Doctor terdengar bimbang, namu tak lama kemudian dia sudah membuat keputusan.
“Yaahhhh... Kurasa tidak ada salahnya mengunjungi gadis itu sesekali.”
“Anda yakin Doctor?” tanya Amiya retoris, tampaknya gadis itu sudah bisa menduga keputusan Doctor tersebut.
“Maaf, tapi aku serahkan urusan disini padamu,” Doctor melangkah keluar dari ruangan berukuran 5x5 meter yang tampak penuh dengan dokumen yang berserakan itu.
“Berhati-hatilah, Doctor,”
“Tenang saja, bagaimanapun dia tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan,”
Blamm
Pintu telah ditutup. Amiya sedikit mengerucutkan bibirnya, “Huhh... Bukan itu maksudku.”
Tap tap tap tap
Doctor melangkah perlahan. Meskipun dia tampak yakin dengan jawabannya tadi, sejujurnya dia masih belum tau bagaimana harus berurusan dengan gadis yang akan ditemuinya itu.
Selagi pikirannya disibukkan oleh seribu satu cara yang dapat dia gunakan, tanpa sadar dirinya sudah sampai di depan pintu tempat darimana suara tawa mengerikan itu berasal.
Tok tok tok
Doctor mengetuk pintu perlahan. “Specter, aku masuk,” tidak ada jawaban, Doctor langsung membuka pintu kamar tersebut. Hal pertama yang terlihat di pandangan Doctor adalah potongan-potongan kertas yang memenuhi ruangan. Lalu seorang gadis yang duduk di tengah ruangan, terkadang tertawa kecil bermain dengan gunting dan menciptakan potongan-potongan kertas baru.
Ckriss ckriss
“Specter...” sang gadis menghentikan aktivitasnya, menoleh ke arah sumber suara. Kedua sudut bibirnya terangkat lebar.
“Ahh... Doctor, ahaha” Specter berdiri dan berjalan mendekati Doctor, gunting di tangannya terayun mengerikan, namun Doctor tau gunting itu tidak akan melukainya-
Ckriss
-Mungkin.
“Tak biasanya kau kesini, Doctor,” Specter mendekatkan wajahnya ke wajah Doctor.
“Ahaha, begitulah,” jawab Doctor kikuk, “Apa yang sedang kau lakukan?” ucapnya mencoba berbasa-basi.
“Hmmm? Ah, hanya memotong beberapa benda,” Specter terdiam. Seolah menyadari sesuatu, tawanya mulai keluar, “Ahaha... Potong... Memotong sesuatu seperti ini memang sangat menyenangkan! Kau tau Doctor? Mungkin ini adalah hal yang benar. Beberapa hal mungkin memang ada hanya untuk menjadi potongan kecil seperti ini, Ahahahahaha!!”
Specter menjauhi Doctor. Memungut selembar kertas kemudian melanjutkan aktivitasnya, memotong kertas tersebut secara acak menjadi bagian-bagian kecil. Doctor hanya bisa terdiam. Sejak awal dia memang tak tau bagaimana harus menghadapi gadis yang mentalnya tidak stabil itu. Biasanya Dr. Kal’sitlah yang mengurus keadaan Specter. Seperti saat pertama kali gadis bersurai perak itu tiba di Rhodes Island.
“Anoo... A-apa yang akan kalian lakukan padaku? Kenapa kalian memaksaku meminum obat yang mencurigakan ini? S-siapa sebenarnya kalian?! T-TOLONG JAWAB AKU!”
Dalam sekejap gadis itu berhasil merebut pisau dan hampir melukai para staff yang mengurusnya. Entah bagaimana, Dr Kal’sit yang segera datang dengan segera berhasil menenangkannya dan membuat gadis itu menyelesaikan perawatannya.
Ckriss ckriss
Suara gunting membuat Doctor tersadar dari lamunannya. Specter terus menggunting kertas yang dipegangnya, sesekali beralih pada mainan berbulu yang ada didekatnya. Terkadang tawa kecil keluar dari mulutnya. Namun entah kenapa, pandangannya tampak tidak fokus. Terlihat kosong, seolah menerawang ke tempat yang sangat jauh. Apa yang sebenarnya ada di pikiran gadis itu?
Pat pat
Tanpa sadar Doctor mengusap pelan kepala Specter, membuat manik merah sang gadis berputar melihat kearah sang Doctor.
“Hmm? Doctor?” panggilnya terheran.
“Ah, maaf,” Doctor mengangkat tangannya dari kepala Specter.
“Tidak apa-apa, aku senang saat kau melakukannya,” ujar Specter, Doctor kemudian memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah si gadis.
“Apakah semenyenangkan itu? Memotong kertas,” Specter tersenyum lebar.
“Sangat menyenangkan. Kau memotongnya, kemudian melihat potongan kecil itu melayang perlahan dan jatuh ke tanah,”Specter kembali melayangkan pandangannya pada Doctor, “Hei... Doctor...”
“Tidak, terima kasih,” potong Doctor, “sebisa mungkin, aku ingin kembali ke ruanganku dalam keadaan utuh.”
“Ahaha, Doctor memang orang yang pemalu ya,” tanpa peringatan Specter menidurkan dirinya sendiri ke pangkuan Doctor, membuat pria bermasker itu sangat terkejut.
“Errr... Specter...”
“Specter. Begitulah para roh memanggilku,” Doctor terdiam, tak tau bagaimana harus menanggapi perkataan tersebut, “Wahai para malaikat disurga, dengarkanlah doaku. Tolong awasilah mimpiku, dan lindungilah jiwaku dari makhluk terkutuk yang bersemayam di kegelapan malam.”
Tak lama kemudian sang gadis menutup kedua matanya, terlelap dipangkuan sang Doctor. Awalnya doctor masih bingung harus melakukan apa. Tapi melihat Specter yang titidur lelap, ia memutuskan untuk membiarkannya.
“Sekali ini saja lho,” ujarnya sambil membelai surai perak sang gadis.
Setelah cukup lama dalam posisi tersebut, Doctor juga mulai merasakan kantuk menyerang kesadarannya. Namun sebelum sempat Doctor terlelap.
Cklak
“Hoo... Kulihat kalian benar-benar akur ya...” Doctor yang kesadarannya belum terkumpul sempurnapun tersentak.
“Dr. Kal’sit?! Kau sudah kembali?”
“Doctor dan Specter. Berduaan. Tidur bersama,” Red muncul dari belakang Dr. Kal’sit.
“Jangan mengatakan hal yang bisa menimbulkan salah paham Red.”
“Apanya?” sahut Dr. Kal’sit, “Kalian memang tidur bersama bukan?” nada bicara Dr. Kal’sit masih terdengar tenang, namun terasa menyeramkan.
“Aku bisa jelaskan ini....”
“Jangan salah paham,” potong Dr. Kal’sit, “Aku sama sekali tidak melarang. Malah Bagus jika kalian akrab.”
“B-benarkah?”
“Benar sekali.”
Entah kenapa, Doctor malah merasa nyawanya terancam detik itu juga. Karena guncangan yang ia rasakan, Specter perlahan terbangun dari tidur singkatnya.
“Ehmmm... Doctor. Selamat pagi,” masih dalam posisi tidur, Specter menyadari ada sosok lain di kamar tersebut, “Ah.. Dr. Kal’sit, Red, selamat pagi.”
“Specter. Terbangun. Selamat pagi.”
“Tidurmu lelap Specter?” Dr. Kal’sit berjongkok mendekati Specter.
“Ehehe... Sangat lelap. Doctor dan aku melakukan banyak hal,” sebuah senyum penuh arti terhias di wajah Specter.
“T-tunggu, Specter, apa yang kamu katakan?”
“Heeee.....”
“Nee... Doctor, apakah kamu bisa membawaku ketempat dimana aku bisa melihat bintang?”
Kedua tangan Specter meraih wajah Doctor, kemudian gadis itu mengalungkan lengannya ke Leher sang Doctor. Entah sengaja atau apa, Specter memperlihatkan wajah memelas yang terlihat menggoda di mata Doctor.
“H-hei, Specter....” Doctor mengalihkan pandangannya. Memcoba bicara pada Dr. Kal’sit.
“Aha... Kenapa kau tidak mau menatapku. Tidak ada gunanya menghindari pandanganku kau tau. Aku bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam hatimu.”
Dr. Kal’sit berdiri, berjalan cepat menuju pintu, “Red, kita kembali ke laboratorium.”
“Doctor masih bersama Specter. Tidak ikut?” Red berusaha mengikuti langkah Dr. Kal’sit
“Jangan pedulikan dia.”
Blam
“Ahaha... Sekarang bagaimana, Doctor?” goda Specter masih dipangkuan Doctor.
‘Tunggu dulu. Ini bahaya, benar-benar berbahaya’
“Tolong berhati-hatilah, doctor!”
‘Ahh.... Jadi ini maksudnya?!!!’
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Everyday : RHODES!!
FanfictionSelamat datang di Rhodes island. Tampat dimana para infected dan non-infected bisa hidup berdampingan dengan damai. dan berikut ini adalah beberapa cerita keseharian mereka.