Follow sebelum baca.
[Update sesuai mood.]
Apa yang lebih menyakitkan daripada tumbuh besar tanpa adanya seorang ayah?
Tentu bukan hanya perkara kehilangan perannya, tapi saat dimana semua orang mulai mempertanyakan siapa dirimu.
Karena faktanya hal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
###
"Nggak.."
"Kamu pembohong,Sa!"
"Aku gak ngelakuin itu."
"Aku benci kamu Asa...."
"Dia bohong!"
"Kamu jahat Asa.."
***
"Tidak!"
Asa terbangun dengan nafas memburu, jantungnya berpacu cepat, ia menatap gusar sekelilingnya.
Namun setelah beberapa saat dilanda rasa cemas, Asa lantas tersadar.
Tadi itu, mimpi?
"Hah.." Asa mengusap kasar wajahnya yang sudah dibanjiri keringat dingin.
Saat hendak bangkit untuk mengambil air minum, gerakan Asa tertahan ketika merasakan tangan hangat yang melilit erat perutnya.
"Kal.." ujarnya melirih.
Putri dari Asa itu nampak nyaman tertidur sambil memeluk perutnya, kemarin tengah malam, gadis remaja itu tiba-tiba datang dan meminta untuk tidur bersama.
Asa mulai termenung, menelisik setiap inci wajah sang anak, hingga untuk sepersekian detik ia tanpa sadar terlarut dalam lamunan.
Sampai pada saat ingatan masa lalu yang mendadak menyeruak, memaksa masuk memporak-porandakan perasaannya.
Tak bisa dipungkiri, pahatan wajah putrinya selalu mengingatkan Asa pada pria yang paling ia benci, namun sialnya juga sangat ia cintai.
Mengingatkan Asa tentang luka di masa lalu yang pernah pria itu torehkan pada hatinya yang bahkan masih membekas sampai detik ini.
Suaminya.
Entahlah, masih pantaskah pria itu ia sebut suami? Bahkan setelah semua yang terjadi.
Asa tak tau, karena faktanya sampai akhir tak pernah ada kata cerai di antara mereka walaupun sudah bertahun-tahun berpisah.
Asa kembali memandangi wajah damai sang anak yang tengah terlelap.
Menyusuri setiap inci wajah itu, Asa berkali-kali mengucap kagum dalam hati tentang betapa miripnya sang anak dengan ayahnya.
Asa bahkan sangat yakin, jika sekali saja pria itu melihat wajah Anchika, dia pasti akan berlutut dan meminta maaf untuk semua tuduhannya 15 tahun silam.
Walau begitu, Asa tak menyesal meskipun wajah putrinya lebih mirip sang ayah. Karena wajah itu juga merupakan bukti kuat atas identitas sang anak yang sempat dipertanyakan.
Cup
Satu kecupan singkat Asa hadiahkan pada kening putri kesayangannya itu.