###
"Aksaaa, kantin yuk!"
Yola menepuk punggung Ceisya sekilas, niat hati membangunkannya.
Ceisya tertidur sejak awal jam pelajaran pertama, kebetulan jam pelajaran pertama sampai waktu istirahat sedang kosong.
Yola duduk menopang dagu di sebelah Ceisya memperhatikan Ceisya yang menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan.
Menyadari tidak ada respon dari Ceisya membuat Yola terheran.
"Dia tidur apa mati sih? Kok gak gerak?" komentar Rachel melihat Ceisya yang sama sekali tidak menunjukan respon bahkan setelah punggungnya ditepuk-tepuk oleh Yola.
"Coba lo bangunin pake cara yang lebih brutal gitu Yol, kalau perlu tempeleng aja kepalanya." ujar Rachel dengan saran sesatnya.
Yola merotasi bola matanya, sedikit kesal dengan ucapan Rachel yang sering tak di filter dulu.
Baru saja tangan Yola menyentuh sedikit lengan Ceisya ia dibuat tersentak oleh hawa panas yang menjalar di permukaan tangannya.
Ia beralih menatap Laura dan Rachel dengan wajah shock.
"Kenapa lo?" heran Laura.
"Fiks, ini mah Ceisya pingsan Lau, Cel!" pekik Yola heboh.
"Serius?!"
Laura langsung mendekat dan sedikit mengangkat badan Ceisya untuk diperiksa.
"Astaga, kenapa kita sampe gak sadar sih, badannya panas banget." sesal Laura.
Teman-teman sekelas mereka yang masih tersisa di kelas pun berdatangan mendengar kehebohan yang dibuat tiga sekawan itu.
Salah satu dari mereka sedikit mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi. "Eh, itu Ceisya kenapa?" tanya seorang siswi yang merupakan wakil ketua kelas di kelas itu.
Namanya Ella, dia adalah wakil Ceisya yang kebetulan menjabat sebagai ketua kelas di 10 IPA 1.
Laura dan Rachel kompak menggeleng tidak tau menanggapi pertanyaan Ella. "Gue juga gak tau El, tadi dia masih baik-baik aja."
"Mendingan bawa ke UKS, biar Ceisya bisa sekalian istirahat." saran salah satu siswi.
"Iya bawa ke UKS aja."
"Tapi ini gimana? Cowok-cowok lagi pada gak ada di kelas, siapa yang kuat ngangkat coba." sahut Rachel.
Rachel yang memang mudah panik mulai mondar-mandir tidak jelas sambil terus bergumam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Papa
RastgeleFollow sebelum baca. [Update sesuai mood.] Apa yang lebih menyakitkan daripada tumbuh besar tanpa adanya seorang ayah? Tentu bukan hanya perkara kehilangan perannya, tapi saat dimana semua orang mulai mempertanyakan siapa dirimu. Karena faktanya hal...