Chapter 1

2.5K 158 40
                                    

Hai aku bawain cerita baru

Mohon dukungannya yerobun dengan cara mem vote dan komen cerita ini makasih🖤

Jangan menyalahkan cinta yang hadir di antara kita, keadaannya saja yang tidak tepat, ikuti alur hingga kita bertemu di takdir yang terbaik.

"Kak kita mau kemana sih?" tanya seorang gadis, memiliki paras yang cantik dengan mata yang hitam legam, rambutnya yang lebat kini di kuncir, dan satu lagi senyumannya yang terus menghiasi wajahnya.

"Pertanyaan yang ke tiga puluh kali kamu tanyakan Gail," jawab orang itu, yang masih terus menutup mata gadis di depannya, Sambil terus menuntun menuju sebuah tempat yang sudah dia sediakan.

"Susah kalau mau nanya ke orang yang peringkat satu, apa-apa di hitung," kesal gadis itu.

"Kamu sih, jadi orang penasaran banget, tenang aku nggak niat bunuh kamu kok!" sahut laki-laki itu berusaha menenangkan gadis di hadapannya yang sudah kesal.

Dilano Jeno Agriel, masih setia menutup mata gadis di hadapannya yang tak lain adalah Abigail Zahra Rawnie. Sehingga mereka telah sampai di tempat tujuan.

"Tunggu disini, disaat hitungan ketiga buka mata kamu," ujar Jeno menjauhkan tangannya dari mata Abigail.

"1, 2, 3."

Hal pertama yang Abigail lihat adalah, ruangan yang penuh dengan lampu-lampu yang menghiasi di sekitarnya, dan satu meja serta dua bangku yang saling berhadapan. Dan yang paling membuatnya takjub adalah pria yang dicintainya sedang berlutut dihadapannya, sambil mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru.

"Abigail Zahra Rawnie apa kau menerima aku, Dilano Jeno agriel sebagai seorang yang selalu bersedia menjagamu dan melindungi mu walaupun nyawa taruhannya?" ujar Jeno lantang, tanpa tersendat-sendat, menandakan bahwa semua yang dilakukannya ini bukanlah mainan semata.

Abigail yang mengetahui dirinya sekarang sedang dilamar, menitikkan air mata, yang dengan cepat jeno berdiri dan menghapus air matanya menggunakan pipi.

"Jangan menangis, karena sekarang kita tidak di acara pemakaman," ucap Jeno datar.

"Tapi ....."

"Nggak ada tapi tapian." Jeno dengan cepat memasangkan cincin ke jari manis Abigail, dan begitu juga sebaliknya. Setelah Abigail selesai memasangkan cincin di jari Jeno, dengan cepat Jeno langsung memeluknya erat, seakan tiada hari untuk esok.

"Aku tau hubungan kita ini salah, tapi berikan aku satu kesempatan untuk memperjuangkan mu," ujar Jeno, sambil sesekali mencium puncak kepala gadisnya.

"Kak, aku nggak mau cuma kamu sendiri yang berjuang atas dasar cinta kita, aku juga ingin berjuang." jawab Abigail menatap mata Jeno.

"Satu lagi, cincin ini jangan pernah dilepas, jika kamu berani lepas aku nggak segan-segan memotong jari-jari ini Gail, terkecuali kamu udah capek dengan hubungan ini, silahkan lepasin ini dari tanganmu," ucap Jeno datar, memainkan jari-jari Abigail yang indah, ditambah kehadiran cincin yang simpel hanya dihiasi berlian saja keindahan tangan Abigail pun bertambah.

Jeno pun menuntun Abigail untuk duduk di bangku yang sudah di sediakan. Dengan menarik bangku Jeno mempersilahkan Abigail duduk seperti seorang pelayan yang melayani ratunya. "Apa kau senang Gail?" tanya Jeno, sambil mengiriskan daging steak untuk gadis di depannya.

Abigail masih menatap kagum di sekelilingnya dimana ruangan yang dihiasi sedemikian rupa agar menciptakan kenyamanan untuk terus berada di dalamnya, lampu yang bergantung pada pohon-pohon kecil menambah keindahan dari ruangan ini.

AbigailTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang