chapter 2

658 76 7
                                    

Mohon dukungannya yerobun biar aku tambah semangat plus cepat update, dukungannya cukup vote dan koment gaes💜

Dilano Jeno Agriel

Dilano Jeno Agriel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepulang dari rumah Abigail,
Jeno langsung membaringkan tubuhnya ke ranjang king size miliknya, di kamar yang berwarna hitam, serta di sekelilingnya terdapat banyak rumus-rumus dan juga beberapa sertifikat bukti hasil dari usahanya selama ini, namun semua tak ada gunanya di mata kedua orangtuanya.

Kedua orang tuanya begitu serahkan dan selalu menuntunnya untuk menjadi seorang yang sempurna padahal Jeno hanya manusia biasa juga.

Semua sertifikat ini di dedikasikan untuk kedua orangtuanya, agar mereka mau melirik ke arahnya dan menganggap dia itu ada tapi salah, mereka malah pergi meninggalkan Jeno di rumah sendirian.

Sedari kecil dia terus di tuntut untuk sempurna, dari nilai dan segalanya sebab itu kadang Jeno merasa iri ketika melihat teman-teman seusianya asik bermain sementara dia hanya berkutat dengan buku-buku tebal yang entah sejak kapan berada di meja belajarnya.

Flashback.

Jeno terus meraung-raung meminta maaf tidak akan mengulangi kesalahannya tapi seolah tuli ayahnya terus mencambuk kakinya.

"Sakit ayah, ampun!" teriak Jeno luka di kakinya bahkan sudah mengeluarkan darah tapi niat ayahnya untuk berhenti belum kunjung datang.

Sang ibu berada di duduk ruangan hanya menonton tanpa melerai apa yang terjadi antara kedua anaknya, seolah tontonan ini menjadi makanan sehari-hari baginya.

"Ibu tolong Jeno ibu, Jeno janji nggak bakal kabur lagi ibu!" Suara yang terdengar menyedihkan namun lebih sakit lagi ucapnya hanya di abaikan.

Hanya masalah Jeno kabur dari jadwal lesnya dia mendapatkan hukuman ini, ucapan maaf yang lolos darinya tak di dengarkan kedua orang tuanya.

"Ayah maaf!" ucapan terakhir hingga kesadarannya hilang.

Flashback off

Jeno teringat dengan kejadian itu, bukan hanya sekali dia mendapatkan hukuman seperti itu tapi berkali-kali, dia saat itu hanya seorang anak kecil yang butuh kebebasan tapi tekanan dari orangtuanya selalu bergentayang, semakin besar Jeno akhirnya menuruti semua yang di katakan mereka tapi tetap saja tidak ada yang berubah.

Jika mengingat masa kecilnya tidak ada yang begitu spesial, bahkan dia sendiri tidak mau mengingatkan kembali masa-masa yang begitu kelam, saat dia kecil hal yang paling dia tunggu-tunggu hanya hari libur karena saat itu dia bisa bertemu sepupunya.

AbigailTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang