Dery Bukan Pilihan

101 31 2
                                    

Hari-hari terlewati begitu saja tanpa adanya perubahan diantara aku dan mereka. Aku masih perlu memikirkan keputusan terbaik tanpa menyakiti salah satu dari mereka. Dan tanpa terasa waktu berjalan sangat cepat. Sudah sebulan lebih setelah insiden Dery mabuk di kosanku dan membuatku menjadi serba salah seperti sekarang ini.

Entah mengapa juga, aku menjadi jarang berkumpul dengan mereka baik di kantin atau sekedar melepas penat di club-club yang biasa aku datangi bareng mereka. Seperti ada jarak tak kasat mata yang sudah aku buat, walaupun sebenernya tidak. Entah mereka yang sengaja menghindariku atau aku yang memang tidak tahu kesibukan mereka.

Aku sudah memantapkan diri untuk tidak menghindar lagi, kalau-kalau kembali menemukan Dery di depan kelas atau Juan atau Raras yang mengajak kami berkumpul lagi. Tapi, semua itu gak ada. Gak ada Dery atau Juan yang menungguku di depan kelas atau bahkan Raras yang mengajakku ngobrol saat kami berada di kelas yang sama. Setiap aku memiliki kelas yang sama dengan Raras, aku mencoba untuk mengajaknya berbicara namun tanggapan Raras hanya sekenannya seakan-akan ia tak mau ngobrol denganku. Hal yang aneh, padahal seharusnya tidak ada masalah antara aku dan Raras.

Jadi, aku lebih memilih untuk bertemu atau mengajak Eca sekedar untuk menemaniku ketika aku merasa gabut atau tak ingin sendirian melewati masa-masa semester 3 yang sungguh menguras emosi dan tenaga.

"Jadi, lo belum memutuskan juga sampai sekarang?" Eca meneguk minumannya yang sudah habis setengah.

Kali ini kami mampir disalah satu club yang sering aku datangi. Bertujuan untuk melepas penat karena seminggu penuh aku diberikan tugas seabrek yang menyita jam rebahanku. Karena sedang tidak memiliki teman saat ini, jadi aku memutuskan untuk mengajak Eca.

Aku menggeleng untuk menanggapi pertanyaan Eca. "Belom...tapi gue kepikiran untuk gak milih siapa-siapa sih, Ca. What do you think?"

Eca menatapku dengan satu alis terangkat, raut wajahnya mengatakan bahwa apakah pernyataanku barusan hanya sebuah candaan atau tidak.

"Serius lo? Lo beneran gak ada rasa apapun itu sama Dery or Juan? Yakin???" Tanyanya dengan nada tak percaya.

Aku diam setelah mendengarkan pertanyaan beruntun dari Eca sambil memandangi gelasku yang hanya berisikan jus apel. Kami memang tidak berniat untuk mabuk malam ini. Hanya mencari pengalihan sementara sambil menikmati alunan musik yang terputar dengan sangat kerasnya.

"Gue gak tau...gue ngerasa kalo porsi sayang gue ke mereka sama, makanya gue gak bisa milih. Gue gak mau kehilangan dua-duanya, Ca."

Eca kembali meneguk minumannya hingga tandas. Menyisakan gelas kosong yang masih dalam genggamannya. "Let me help you then.."

Aku mengangguk saja walaupun gak mengerti bagaimana caranya dia bisa menolongku.

"Gue kasi lo pilihan, then you should choose one. Pilih dengan cepat, gak boleh mikir lama!" Begitu titahnya setelah meletakkan gelas kosong ke meja.

Badan Eca sudah sepenuhnya menghadapku. Tatapannya fokus menatapku seakan-akan ini kuis yang menghadiahkan mobil mewah dan aku harus menjawabnya dengan benar.

"Kalo lo lagi dalam keadaan sakit, siapa yang bakal lo telpon duluan? Dery or Juan?"

Gampang. "Juan."

"Why?"

"Ya jelas Juan yang bakal gue telpon lah, apa yang mau lo harapin dari seorang Dery, sih? Yang ada kalo gue telpon dia, gak diangkat."

"Oke next, kalo lo lagi nugas nih yang sampe tengah malem dan lo kan orangnya jarang mau nginep, lo bakal telpon siapa buat nganterin lo balik?"

"Dery."

"Kalo lo lagi dalam keadaan keram perut karna day one haid, siapa yang tiba-tiba ke kosan lo sambil bawa makanan?"

"Dua-duanya, tapi seringan Dery sih."

Eca merubah mimik wajahnya. "Kalo lo lagi dalam keadaan mabok parah, lo bakal dateng ke tempat siapa?"

"Dery."

"Oke, kali ini gue penasaran. Kenapa lo datengin Dery pas lo mabok? Gak takut diapa-apain Dery?"

Aku meminum sisa minumanku. Sambil memikirkan kenapa aku datang ke tempat Dery daripada Juan kalo aku sedang mabok ya? Kayaknya itu spontanitas deh, tapi aku gak yakin juga sih.

"Karena doi rela kasurnya gue pake buat tidur dan dia bakal tidur di sofa kamarnya?" jawabku tak yakin.

"Emang kalo Juan kenapa?"

"Juan gak bisa tidur selain di kasur," jawabku singkat.

Karena kenyataannya memang begitu. Juan satu-satunya cowok yang aku tau gak bisa tidur disembarang tempat walaupun kebanyakan cowok seharusnya bisa. Jadi, aku akan tidur di lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu walaupun menjelang pagi badanku berpindah dari karpet ke kasur karena Juan menggendongku. Juan akan bangun lebih pagi kalau aku menginap disana dan membiarkan aku menguasai single bednya.

"Skor Dery udah tiga loh, sedangkan Juan baru satu. Lo beneran gak tertarik sama Dery? Gak ada rasa apa gituuu??? Walaupun gue liat-liat masih kaleman Juan daripada Dery sih, tapi gak apa-apalah, Dery cakep juga!"

Saat Eca ngomong gitu, tiba-tiba aku teringat akan satu hal. Mungkin ini alasan kenapa aku gak bisa milih atau memandang Dery lebih dari seorang sahabat.

"Ahh..Ca, gue baru inget sesuatu.."

Eca terlihat semangat menunggu kalimat selanjutnya, tapi Ca, ini bukan kabar bagus.

"Apa? Apa?"

"Raras suka sama Dery."

---

2 atau 3 chapter lagi bakal tamat! :")

Dery gak nyariin Kinara soalnya lagi liburan ke korea

Gara-Gara DeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang