Prolog

56 18 8
                                    


"Ma, Pa. Aku hamil," lirihnya pelan sambil tertunduk.

Seketika pasang mata kedua orang tuanya langsung menoleh tajm kepadanya. Kegiatan yang awalnya lancar harus terhenti saat mendengar ucapan dari gadis tersebut.

Denis langsung berjalan mendekat ke arah anak sulungnya, dia menatap dengan tatapan tajam ke arah gadis tersebut.

PLAK!

Satu tamparan keras berhasil lolos dari tangan kekar milik Denis. Amira Salzana, anak pertama dari pasangan Karina dan Denis. Gadis itu langsung tersungkur di lantai saat menerima tamparan keras dari papanya.

"Apa maksudmu, Amira!?" Suara Denis menggelegar saat mendengar pengakuan dari sang anak, Karina juga ikut berdiri melihat Amira yang sudah tersungkur di lantai dan meringis kesakitan.

Amira hanya bisa menangis tersedu-sedu saat merasakan nyeri pada pipinya, akibat tamparan keras dari papanya sendiri.

"Apa kau ingin membuat kami malu, Amira!?" Karina juga ikut membentak Amira yang masih menangis.

Lagi dan lagi, Denis berjongkok dan mencengkram kuat rahang Amira sehingga gadis itu kembali meringis kesakitan.

"Anak tak tau diri!" ucap Denis berteriak di depan Amira.

Denis melepaskan cengkraman tangannya dari rahang Amira, gadis itu kembali menangis terisak saat mendapatkan perlakuan seperti itu.

"Kenapa kalian membentakku? Apa peduli kalian padaku? Apa itu penting? Bahkan, kalian tak pernah ada untukku!"

PLAKK!

Tamparan kembali dilayangkan oleh Karina kepada Amira, gadis itu kembali tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.

"Kau memang tak penting, tapi kami akan malu kalau rekan bisnis kami tahu tentang ini!" Karina membentak Amira yang masih menangis.

Amira mencoba untuk menghapus air matanya yang mengalir deras, dengan mata yang sembab dan hidung yang memerah, Amira mencoba bangkit untuk kembali berdiri.

"Bisnis? Kalian hanya memikirkan bisnis kalian, bukan tentang aku? Aku anak kalian berdua!" ucap Amira dengan suara yang keras.

"Kami tak pernah mempunyai anak sepertimu! Ikut aku!"

Denis langsung menyeret tubuh Amira menuju ke kamar mandi, Amira mencoba memberontak. Namun, nihil Denis terus saja menyeret tubuh Amira tanpa ampun.

"Papa, ampun!" ucap Amira sambil menangis terisak dengan sangat keras.

Denis terus menyeret tubuh Amira tanpa ampun sampai ke kamar mandi. Tubuh Amira dihempaskan begitu saja di sudut kamar mandi.

"Papa, ampun, Pa!" Amira memohon kepada Denis. Namun, pria itu tetap tak menggubris ucapan dari Amira sama sekali.

"Tak ada ampun untukmu, Amira!"

Denis langsung mengguyur tubuh mungil Amira sehingga gadis itu menjadi basah kuyup. Tangisannya terus terdengar semakin keras, yang membuat siapa saja akan terhenyuh, tapi berbeda dengan Karina dan Denis. Mereka tak pernah merasa kasihan secuil pun kepada Amira.

"Papa, udah," lirihnya pelan, tubuhnya sudah basah kuyup. Bibirnya sudah membiru dan bergetar karena menahan hawa dingin.

"Anak tak tau malu!"

PLAKK!

Satu tamparan lagi sebelum Denis keluar dari kamar mandi. Amira kembali menangis saat merasakan nyeri pada pipinya dan Denis yang pergi meninggalkannya.

Semenjak umurnya beranjak sembilan tahun, dia tak pernah lagi mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya setelah kepergian adiknya yang meninggal.

Mendadak, kedua orang tuanya jadi sangat membencinya dan enggan memberikannya perhatian sedikit pun kepadanya. Entah apa yang terjadi sebenarnya sehingga mereka membenci anak kandung mereka sendiri, dan lebih memilih fokus pada bisnis mereka. Amira yang malang.

"Papa, mama," lirih Amira pelan sebelum pandangannya mengabur dan kini telah menghitam.

BERSAMBUNG.
Bismillahirrahmanirrohim, semoga bisa kalian terima, ya.❤🎉🎉

Pengantin Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang