"Mir, kepala lo gak kenapa-napa?"
Ica masih saja merasa khawatir pada Amira setelah bola basket yang menghantam kepalanya. Amira hanya menggelengkan kepalanya kepada Ica dan tersenyum manis.
Ica mengembuskan napasnya perlahan dan menganggukan kepalanya kepada Amira. Sekarang mereka telah berada di dalam kelas untuk melaksanakan MPLS.
Tak lama kemudian, empat orang cowok masuk ke dalam kelas mereka, mungkin mereka kakak kelas dari Amira dan Ica. Pandangan Amira tak bisa lepas dari Farel, pria yang menghampirinya tadi. Amira tak bisa memudarkan senyumannya kepada pria tersebut. Namun, pandangannya kali ini malah teralih kepada sosok pria yang ditemuinya di taman belakang sekolah.
'Jadi dia senior gue,' batin Amira.
Semua siswa dan siswi baru hanya diam saat mendengarkan perkenalan dari para senior mereka, mulai dari Farel dan sekarang tibalah giliran pria yang ditemui oleh Amira tadi pagi.
"Baiklah, langsung saja ke intinya. Perkenalkan nama saya Mahesa Gibrantara, saya tidak menerima pertanyaan apa pun," ucapnya datar.
Amira menautkan alisnya saat mendengar ucapan dari pria tersebut, terdengar sangat ketus dan benar-benar sombong. Saat sedang mencaci maki pria itu di dalam hatinya, Gibran langsung menatap tajam ke arah Amira yang membuat gadis itu menjadi gelagapan saat ini.
Amira mengalihkan pandangannya dari Gibran, seolah menolak berkontak langsung dengan pria dingin itu. MPLS mereka berjalan dengan sangat lancar, semua siswa dan siswi mendengarkan dengan teliti dari setiap penjelasan dari senior mereka.
Namun, tiba-tiba saja kepala Amira terasa sangat sakit dan pusing. Gadis itu mencoba menahan kepalanya yang terasa sangat sakit itu, Ica yang melihat Amira kesakitan langsung merasa khawatir pada Amira.
"Mir, lo gak apa-apa?" Ica mengangkat dagu Amira agar bisa menatapnya. Dan betapa terkejutnya Ica saat melihat darah segar mengalir melalui lubang hidung Amira.
Amira langsung sterpejam dan tak sadarkan diri lagi saat ini yang membuat semua mata tertuju padanya, Ica berteriak sedikit histeris saat melihat keadaan dari Amira. Gibran dan Farel yang melihat itu langsung berlari menuju Amira.
Tanpa basa-basi lagi, Gibran langsung membopong tubuh Amira untuk membawanya ke UKS. Semua murid lainnya mengikuti Gibran dari belakang.
Tubuh Amira langsung direbahkan di atas ranjang UKS, dan Farel dengan segera memberi tahu kepada guru mereka untuk memanggilkan dokter untuk Amira.
Tak lama kemudian, seorang dokter masuk ke dalam ruangan UKS dan langsung memeriksa keadaan dari Amira. Sedari tadi Ica hanya mondar-mandir di luar karena merasa khawatir pada Amira.
"Apa dia punya penyakit?" tanya Farel kepada Ica. Gadis itu menatap ke arah Farel yang bertanya padanya dan menggelengkan kepalanya.
"Nggak tahu, Kak. Aku baru kenal Amira tadi pagi," jawab Ica dengan napas yang masih memburu karena khawatir.
Tak lama, dokter yang memeriksa keadaan Amira langsung keluar dari ruangan UKS. Ica dan Farel langsung menghampiri dokter tersebut untuk mengetahui keadaan Amira saat ini.
"Dokter, gimana keadaan teman saya sekarang?" Ica langsung melemparkan pertanyaan kepada dokter tersebut. Dokter itu hanya menanggapinya dengan senyuman.
"Dia tidak apa-apa, hanya kelelahan saja. Saya permisi dulu," ucap sang dokter dan langsung meninggalkan mereka.
Ica dan Farel langsung memasuki ruangan UKS yang terdapat Amira terbaring lemah di sana. Amira yang melihat Farel dan Ica masuk ke dalam ruangan UKS hanya menampilkan senyuman manis miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Putih Abu-Abu
Genç KurguTak dianggap. Begitulah hidupnya sekarang, sepi, perih, dan tak pernah dianggap oleh kedua orang tuanya sendiri. Dia tak pernah meminta dilahirkan bila jadinya akan seperti ini, kejadian na'as yang menimpanya dan merenggut nyawa sang adik, menjadi a...