3

41 3 0
                                    


Raa, aku tahu kamu pasti tahu aku siapa, tanpa harus aku kasih tahu.

Raaa...

Paginya aku membuka layar handphone dan ku buka chat darinya. Tak ku balas, hanya ku read saja. Aku gak mau punya urusan lagi sama dia. Apalagi urusan rasa. Tak kan ku biarkan untuk terulang lagi.

Dibanding dengan sibuk mikirin hal yang gak perlu, lebih baik aku membantu tante untuk menyiapkan pesanan kue.

"Ra, kamu mau gak anterin pesanan bolu ulang tahun ini ke rumah Satya?" Baru saja aku hendak membantu bibi membuat adonan kue, bibi malah nyuruh aku buat nganterin pesanan ke rumah lelaki itu lagi.

"Ke rumah Satya?" tanyaku. Aku harus nganterin sendirian?

"Iya."

"Sendiri doang tante? Gak diantar sama tante?" tanyaku lagi memastikan.

"Iya soalnya kan tante harus bikin pesanan yang lain, Ra. Gapapa ya sendiri?"

"Iyadeh tante, Rara mau." Aku pasrah aja ya karena mau gimana lagi. Kalau bukan aku juga siapa lagi yang mau nganterin. Di rumah aku hanya tinggal berdua sama tante.

"Makasih ya, Ra."

"Oh iya, uangnya gak perlu kamu tagih ya Ra, soalnya udah bayar."

"Iya tante."

"Bentar tante siapin dulu."

Setelah semua selesai disiapkan, aku bersiap untuk pergi mengantar pesanan itu. Karena aku sendirian jadi aku malas jika harus berjalan kaki. Aku menggunakan motor. Biar lebih cepat juga.

"Aku harus bilang apa ya nanti saat ketemu dia." selama perjalanan aku sibuk memikirkan hal itu. Jantungku terasa berpacu lebih cepat dari biasanya. Kenapa gini sih?

Karena jaraknya yang tak terlalu jauh, hanya dalam waktu beberapa menit aku sudah sampai tempat tujuan.

Ketuk enggak ya?

Ketuk enggak ya?

Tapi harus diketuk.

Tok... Tok... Tok... Ku ketuk pintunya. Tak lama kemudian si pemilik rumah keluar. Aku hanya berharap andai itu bukan Satya.

"Nganterin pesanan bolu ya?" tanyanya.

"Iya." jawabku.

"Tumben gak sama tante Riska?"

"Iya, soalnya di rumah lagi banyak pesanan." aku rada kikuk mengatakannya.

"Ini pesanannya." ku sodorkan tanganku hendak memberikan pesanan itu. Dia pun mengambilnya.

"Makasih ya. Saya pamit pulang. Assalamu'alaikum." lanjutku. Aku berlalu setelah dia menjawab salamku.

Huhhh.... Akhirnya pulang.

"Ada lagi yang harus Rara anterin, tante?" tanyaku pada tante Riska saat tiba di rumah.

"Belum ada Ra. Paling nanti sorean." jawabnya.

"Yaudah, Rara bantuin bikin kue aja ya."

"Kan biasanya juga gitu." ucap tante menanggapi ucapanku. Sebenarnya aku hanya berbasa basi.. Hehe..

Saat aku sibuk memasukkan kue ke dalam toples, handphone dalam saku-ku berbunyi. Layar handphoneku menampakkan panggilan masuk. Aku memilih untuk tak mengangkatnya. Kenapa dia masih terus saja menghubungiku?

"Ra, handphone-mu bunyi terus dari tadi. Kenapa gak diangkat aja." mungkin tante mulai risih mendengar handphone-ku yang terus berdering. Apalagi aku risih banget.

Ku jawab pada tante "itu alarm tante. Biasanya kan kalau alarm gak langsung dimatiin suka berulang" Alibiku.

"Jangan bohong. Jujur sama tante siapa yang nelepon?"

Ternyata alibiku tidak berhasil.

"Bukan siapa-siapa, tante. Orang iseng. Makanya gak Rara angkat. Buang-buang waktu." Ku putuskan untuk menon-aktifkan handphoneku. Biar dia tak menghubungi aku lagi. Paling tidak untuk saat ini. Syukur-syukur untuk selamanya. Jangan datang lagi dalam hidupku. Sudah cukup.

"Tadi kamu ketemu Satya kan, Ra?" bersyukur akhirnya tante mengalihkan pembicaraan. Meskipun yang dibahas adalah Satya, setidaknya itu jauh lebih baik untuk saat ini.

"Iya tante."

"Terus ngobrol apa aja?" tanyanya yang ku lihat sangat antusias. Sepertinya tante Riska memang serius ingin mendekatkan aku dengan Satya.

"Cuma nanyain kenapa kok gak bareng sama tante? Udah sih. Rara kan langsung pulang biar bisa bantuin tante." Aku mengambil tutup toples untuk menutup toples yang telah aku isi dengan kue.

"Kenapa gak ngobrol aja yang lama." ucapnya.

"Rara malu. Toh juga kan kita baru kenal." jawabku.

Lagi pula ku pikir Satya juga sudah punya pacar atau bahkan mungkin calon istri. Di umurnya yang masih muda, bukan tidak mungkin jika lelaki itu berniat untuk menikah muda ya kan? Dia tampan, pasti juga banyak yang suka sama dia. Jika dibanding denganku levelnya jauh. Belum tentu lelaki seperti dia mau sama aku. Aku hanya tidak ingin untuk terlalu berharap.

Aku ingin bisa belajar dari pengalaman. Tak usah berlebih dalam membawa rasa. Sewajarnya saja. Bawa pada porsi yang pas. Karena terkadang,  di bumi ini juga ada bercandaan yang diseriusin dengan selucu itu. Hmmmm....

Aku cuma mau sedikit cerita. Menilai laki-laki itu jangan hanya sekedar dari ucapannya saja, tapi lihat dari sikapnya juga. Karena apa yang terucap bisa dirangkai dengan semanis mungkin. Tapi sikap, walau disembunyikan seperti apapun lama kelamaan bakal kelihatan juga aslinya.

Dan percayalah, jika seseorang itu adalah jodoh kita. Dengan cara seperti apapun, allah akan mendekatkan dia kepada kita. Tugas kita bukan hanya tentang mencari dan juga menjemput. Tapi adalah dengan memperbaiki diri. Biar allah yang mendekatkan dengan cara-Nya.

Untukmu, kamu dan kita yang rindu akan kehadiran si jodoh. Fokuslah untuk memperbaiki dirimu. Karena menikah itu bukan lah akhir dari tujuan, tapi awal. Maka persiapkan dirimu dengan baik.

Dan bukankah jika seseorang itu memang jodoh kita, dia tidak akan pernah untuk menjadi milik orang lain?

Jodoh gak akan ketuker, dan gak akan salah alamat kok.



360 Hari Bersama RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang