serendipity

2 0 0
                                    

" lo gapapa? ayo mundur! nnanti kena gas aer mata" seorang lelaki yang wajahnya ditutupi makser itu menarikku menjauhi titik kerusuhan demo

bukan aku saja, tapi juga semua mahasiswa yang ada disana. gas air mata ditembakan secara membabi buta, banyak korban yang berjatuhan. aku juga sudah terpisah dari rombonganku. aku benar benar linglung sekarang. dehidrasi, karena tadi air minumku jatuh dan terinjak oleh salah satu mahasiswa yang tak kukenal. 

"duduk" dia membawaku kesebuah warung terdekat kemudian memberikanku sebotol air mineral yang masih tersegel

baru saja dia ingin duduk disampingku, tiba tiba saja banyak polisi yang datang dan ingin menangkap kami. merasa panik, dia langsung menarik tanganku kembali, mengajakku berlari agar kami tidak tertangkap

"ggue ga kuat larii" keluhku dengan nafas hampir habis dan kehilangan kesadaran, melihatku seperti itu dia langsung saja menggendongku dan lari secepatnya.

"s-sorry" aku meminta maaf menengggelamkan wajahku dibahunya, punggungnya yang gagah itu menjadi tempatku bersandar sementara waktu

'aaah" aku berteriak, karena tiba tiba seorang bapak bapak menarik kaki kiriku, lelaki itu juga panik, dan langsung menoleh kearah bapak bapak yang menarik kakiku

"sini dek, siniii, disini ada  temen kamu" bapak bapak itu menunjukan kami kesebuah pintu dari sebuah warung dipinggir jalan. tanpa pinkir panjang, dan mungkin karena dia juga sudah terlalu lelah menggendongku, lelaki tersebut langsung saja membawaku masuk kewarung tersebut

"sabrinaaa" rani, itu rani salah satu mahasiswi dari rombonganku, dia juga sepupuku yang umurnya hanya berbeda beberapa bulan denganku

"sabb, gue pikir lo hilang" rani hampir menangis, karena selama demo berlangsung banyak sekali mahasiswa yang dinyatakan hilang tanpa kejelasan

"ngga, gue diselamatin dia" aku tersenyum kepada lelaki tersebut, dia hanya mengangguk saja, membuka maskernya dan duduk dibangku terdekat kami

"nih minum dulu" rani memberikan sebotol air mineral kepadaku dan kepada lelaki tersebut

"thanks ya udah nyelamatin sepupu gue" rani membungkukan badan berterima kasih kepada lelaki tersebut

"iya santuy aja kali" lelaki tersebut tersenyum, tersenyum tulus kepadaku dan Rani.

Bagai kafein dalam kopi dan zat narkotika, senyumnya berparas candu. Sayang saat aku ingin menikmati senyumnya kembali, dia sudah menghilang pergi keluar warung tanpa bisa kutahan.

Menyesal aku belum bertanya siapa namanya! Tapi bagaimana lagi? Aku disini untuk menyuarakan suara rakyat bukan? Terhindar dari itu semua, anggap saja kejadian tadi hanyalah pemanis belaka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

about the memories that were thereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang