1. Jangan Dipaksakan

11 4 0
                                    


Jangan lupa vote-nya dan komen juga. Enjoy, semoga suka part satunya ini. Aamiin. Sorry typo.

~~~••~~~

1. JANGAN DIPAKSAKAN

Seperti biasa, kantin kampus di jam istirahat memanglah selalu ramai. Meja dan kursi dipenuhi oleh mahasiswa yang memang makan siang, sekedar mengobrol atau hanya menghindar dari mata kuliah yang menyulitkan.

"Ahh, seger banget es-nya. Lo gak mau pesen, Ay?" Seorang gadis imut berambut sebahu menyadarkan lamunan gadis disebelahnya.

Gadis disebelahnya tidak merespons, ia hanya menatap kosong meja kantin. Seakan sudah paham tabiat temannya itu, gadis berambut sepundak menggebrak meja.

Brakk!!

Ups, sepertinya itu tidak hanya menyadarkan temannya, melainkan menyita seluruh perhatian kantin. Gadis itu malu jadinya. Menyengir, lalu kembali fokus pada temannya yang masih diam, seolah gebrakan tadi hanyalah angin lalu.

"Lo ada disini tapi gue ngerasa kayak sendirian. Pikiran Lo dimana sih? Dari tadi diem mulu, kayak Patung Pancoran," celetuk gadis berambut sebahu itu.

"Lebay!" Gadis berambut panjang di sebelahnya itu akhirnya bersuara.

"Ya, ampun, Air! Lagian, gue udah makan hampir tiga mangkok bakso, dua gelas minuman, sampe perut gue mau meledak ni! Eh Lo masih belum makan apapun. Emangnya gak laper?"

Air Hujan, gadis berambut panjang dengan kaca mata bertengger di hidungnya pun menoleh.

"Eh, Ca? Katanya perut Lo mau meledak, tapi kenapa bakso gue masih Lo embat?" tanya Air.

Neca Pusprianti hanya menyengir, "Kan sayang kalau Lo pesen tapi gak dimakan. Eh, emangnya Lo kenapa sih?"

Seharusnya Neca tidak pernah bertanya itu. Lihat? Air kembali terdiam dan melamun.

"Eh, lah, Lo hobby banget ngelamun! Bandung aja cuacanya cerah, lah elo? Kayak gurun pasir yang ditimpa badai halilintar, kacau banget! Lagian, Lo lagi mikirin apa sih?" Sambil mengunyah bakso milik Air, Neca terus mencerocos.

Cuaca Bandung saat ini memang sedang terik-teriknya, tapi tidak lama lagi, mungkin hujan sore ini akan turun. Begitulah siklus musim zaman sekarang, tidak menentu. Padahal ini sudah masuk musim penghujan, tapi panas masih saja menyerang daratan bumi.

Air melamun lagi. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Sesuatu yang beberapa hari ini menggangu kinerja belajarnya: salah fokus, salah banyak menjawab soal latihan, sering kepergok melamun oleh dosen. Haruskah ia bercerita pada sahabatnya ini? Tapi ia tidak ingin sisi kesedihannya diketahui oleh orang lain, sekalipun itu sahabatnya atau bahkan keluarganya sendiri. Jadilah ia kembali menggeleng, menandakan bahwa ia tidak kenapa-napa, hanya lelah dengan mata kuliah hari ini.

Namun, bagi Neca, Air tidaklah pandai dalam menyembunyikan kenyataan. Anak kecilpun tahu bahwa Air sedang tidak baik-baik saja: ada hal yang ia pikirkan atau bahkan ia cemaskan.

"Lo kenapa sih? Cerita aja, kenapa?" Neca kali ini menghentikan suapannya. Ia lebih fokus pada menatap wajah 'galau' Air.

"Gue gak kenapa-napa." Air menegakkan tubuhnya, memutuskan untuk pergi dari kantin.

"Eh Lo mau kemana, Air? Ya elah! Gue benci deh. Kenapa gak pacar, gak PDKT-an, gak sahabat sendiri, hobinya ninggalin gue terus! Hah, padahal kan hati ini butuh pengisinya, udah lama kosong, takut keburu angker deh ni hati, diisi setan yang ada! Hah!"

Meski Air sudah jauh dari kantin, tetapi Neca tetap saja menggerutu. Biasa, ia kesal dengan dirinya yang selalu ditinggal tiba-tiba. Tapi tidak apalah, toh yang paling penting adalah: perutnya benar-benar sudah terisi, full!

Melepas HarapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang