"Sa, kayaknya kamu pulang gak bareng kita lagi deh." Meli berbisik pada Alisa yang masih sibuk pada aktifitasnya.
"Memang kenapa?" Tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari tumpukan kertas, Alisa balas bertanya.
"Kenapa apanya." Suara yang tak lagi asing menyahut.
Alisa segera membawa pandangannya pada sosok yang berada di ambang pintu sana. Laki-laki yang mengenakan hoodie-nya itu melemparkan senyum manisnya ke arah Alisa. Sedangkan Meli, jangan ditanya lagi, dia sudah ngacir duluan.
"Sibuk sekali ya." Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan. Alisa mengangguk sebagai jawaban dan mulai berbenah diri. Semua tugas dari Dosennya sudah selesai dicopy, saatnya pulang.
Alisa berjalan keluar dari dalam kelas, disusul Erlan dibelakangnya. Keberadaan Erlan dikampusnya bukan lagi asing, karena faktanya Erlan teman satu fakulitas Alisa. Sangat mengejutkan awalnya bagi Alisa yang tidak terlalu memerhatikan sekitar. Dalam keheningan tiba-tiba Erlan mengalungkan tangan panjangnya pada pundak Alisa. Tindakan itu sontak mengejutkan gadis dengan potongan rambut hitam sebahunya.
"Hoe! Pacaran mulu!" Tiba-tiba Uki muncul yang ternyata bersama Meli.
Spontan, Alisa menyingkirkan tangan Erlan yang masih bertengger di bahunya. "Aku, tidak," elak Alisa.
Tanpa tau bahwa tindakannya membuat Erlan tersinggung. Laki-laki itu menjauh meninggalkan Alisa yang menatap kepergiannya dengan bingung.
"Emang dasar, si Sa-Sa ini orangnya gak pekaan," sindir Meli. Sambil merangkul Uki seolah memperagakan apa yang Erlan lakukan beberapa saat lalu pada Alisa.
Dahi Alisa mengerut. "Memang kenapa?" tanya Alisa lugu.
Uki meninju langit, gemas dengan tingkah sahabatnya yang kelewat polos. "Gih susul, kayaknya dia cemburu sama aku deh. Memang aku kenapa ya, Mel?" tanya Uki pada Meli.
Meli berdecih. "Mukamu itu muka-muka Pepaor alias pencuri pacar orang."
"Kurang asem!" Keduanya jadi saling tengkar. Seperti tom dan jerry saja.
Menuruti ucapan sahabatnya---Alisa segera menyusul Erlan. Terhitung sudah 2 minggu Alisa mengenal Erlan, sedikit yang Alisa tau, Erlan itu gampang tersinggungan. Bahkan pada hal sekecil apapun. Jika itu semua menyangkut Alisa, Erlan bisa dengan mudah bersikap tidak suka.
Erlan terlalu sensitif dan egois. Karena itulah, Alisa berencana untuk menghindarinya.
■□■□■□■
Keputusan yang salah saat Alisa nekat membuntuti Erlan, bukannya menuju arah pulang laki-laki itu malah membawa dirinya sendiri ke arah hutan buatan yang Kampus sini miliki. Hutan itu dibuat bertujuan sebagai tempat uji coba seperti bahan kimia apa saja yang aman dan tidak amannya untuk tanaman, hewan apa saja yang bisa menjadi liar dan lain-lainnya. Tentu semua yang ada di dalam hutan buatan ini sangat berbahaya.
"Lisa."
"Ya," sahut Alisa langsung. Sudah lama sejak Alisa memutuskan untuk mengiyakan permintaan Erlan menjadi temannya, laki-laki itu memanggil Alisa dengan sebutan beda.
Erlan membalikan tubuhnya, kini keduanya saling berhadapan walaupun dengan jarak lumayan jauh.
"Kenapa mengikutiku? Bukannya pulang bersama sahabat terbaikmu," sinis Erlan.
Alisa kian menatap laki-laki itu tidak suka.
"Sebenarnya apa masalahmu pada sahabatku, Erlan? Bukannya saat aku memutuskan untuk menjadi temanmu, kamu juga harus mau menerima semua orang yang ada disekitarku." Ini pertama kalinya Alisa berani berkata panjang pada Erlan. Biasanya Alisa terima bungkam, tapi kali ini tidak.
Tatapan bagai pisau tajam itu kian menghujami Alisa. Erlan mendekat ke arah Alisa dengan langkah panjangnya.
"Akh!" Sedetik setelahnya, Erlan mencengkram kedua bahu Alisa dengan sangat kuat dan tidak berperasaan.
"Kamu tanya apa masalahku pada sahabatmu hah! Sudah sangat jelas keberadaan mereka berdua menggangguku, Lisa! Aku jadi tidak bisa berduaan denganmu. Memang siapa mereka, HANYA SAHABAT! Dan aku? Kamu harus tau! AKU MILIKMU DAN KAMU MILIKKU! Satu yang harus kamu tanamkan pada otak cantikmu itu bahwa TEMAN LAKI-LAKI SIALANMU ITU TIDAK MEMILIKI HAK HANYA UNTUK MENYAPAMU! FUCK LISA! AKU SANGAT MEMBENCINYA!"
Kini Alisa merasakan sakit yang luar biasa, pada lengan dan juga hatinya. Erlan berani membentaknya, lalu nanti apalagi.
Tubuh kurus milik Alisa di dorong keras pada batang kayu yang besar, Alisa memberontak berusaha melawan karena kali ini Erlan bertindak lebih kejam lagi dengan mencekik leher Alisa.
Apa yang dilakukan Erlan padanya mengingatkan Alisa pada kejadian malam itu, malam dimana Alisa melihat siluet wanita yang sama persis seperti dirinya--- tengah dicekik. Dari potongan rambut dan tinggi Erlan mengingatkan Alisa pada si pria, atau jangan-jangan---
"Tidurlah, lupakan semua yang aku lakukan padamu. Anggaplah semua ini hanya mimpi buruk yang bisa sewaktu-waktu datang saat kamu mencoba memancing emosiku." Walaupun sayup-sayup Alisa masih dapat mendengarnya dengan jelas. Dan selanjutnya apa yang terjadi pada Alisa adalah pingsan.
■□■□■□■
1 minggu berlalu paska kejadian itu, Alisa tidak dapat melupakannya begitu saja. Bahkan saat orang tuanya mengatakan bahwa ia pingsan di taman kampusnya karena efek kelelahan. Alibi yang cerdas, sudah jelas si pengarang cerita itu ialah Erlan.
"Kak Sa-sa, makan dulu." Satu kepala menyembul dari balik pintu, disusul kepala lainnya. Keduanya jadi tumpang tindih.
Alisa tersenyum melihat keberadaan dua adiknya itu. Visa dan Elsa.
"Kalian dulu aja, Kaka nanti nyusul kok."
Alisa itu ringkih, ia gampang sekali sakit-sakitan. Apalagi setelah menerima tindak kekerasan dari seseorang, Alisa memang terlahir lemah.
"Ada Kak Meli sama Kak Uki juga yang mau gabung makan sama kita. Kaka yakin tetep gak mau keluar?" Visa menyahut dan Elsa mengangguk setuju.
Tidak ada alasan lain untuk Alisa tetap tinggal di dalam kamar. Lantas Alisa membangungkan diri dan mulai berjalan keluar menuju ruang makan bersama dua adiknya.
"Kamu oke kan, Sa?" tanya Meli khawatir.
Setelah makan Meli dan Uki memang memutuskan untuk tinggal lebih lama dirumahnya.
Alisa mengedik. "Ya begitulah."
"Udah jelas kalo si Sa-Sa ini gak baik-baik aja, bego emang si Meli," serobot Uki dan langsung mendapatkan hadiah berupa pukulan dikepalanya.
"Aku doain semoga kamu jadi bodoh," rengut Meli. Pelaku si pemukul.
Uki tertawa, begitu juga Alisa. Mungkin jika tidak ada keduanya, Alisa masih terus murung.
"Eh Sa, setelah kejadian kamu yang pingsan itu, si Erlan gak lagi muncul di kampus." Hilang sudah senyuman yang sempat muncul di bibir Alisa.
Uki dan Meli menyadari itu, terutama bagi Meli, mungkin inilah saatnya ia mengatakan sesuatu yang mungkin bisa memecahkan teka-teki Erlan.
"Kamu juga perlu tahu ini, Sa. Mungkin kalian bakal ngatain aku gak logis atau gila lah, tapi ini serius. Erlan, dia sepertinya bukan laki-laki baik. Terutama saat aku melihat sendiri ada 4 arwah gentayangan yang terus membuntuti Erlan. Aura mereka begitu gelap pekat, seperti memendam dendam kuat," jelas Meli. Mengundang hawa merinding disekitarnya.
"Jangan ngadi-ngadi deh kamu, Mel! Udah tau aku ini penakut," protes Uki. Namun tidak Meli pedulikan, Meli hanya fokus pada wajah Alisa yang pias seiring dengan penjelasannya barusan.
"Jauhi dia, Sa," sambung Meli.
Maaf banget baru bisa up, sinyalnya dari kemarin ngajak gelud. But aku seneng bgt bisa tembus 20 vote, nanti lebih bisa kali yak wkwk.
Kira-kira kalo ini dijadiin 4 part gimana? Soalnya ide cerita ini puanjang guys
Komen dibawah 👇.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dark Side✔ (Short Story)
Romansa18+ Shutt, perhatikan sekitarmu. Apa aman? Di sini aku akan menceritakan berbagai macam kisah. Kalian cukup diam dan membacanya dengan cermat, jangan coba-coba untuk berteriak. Dia akan semakin menggilaimu kalau kamu berani melakukannya. Bagaimana...