Sisi Nuca

229 19 6
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Lyo, biar kuberi tahu satu rahasia terbesarku, rahasia yang selama ini tidak pernah aku ungkapkan pada siapapun, termasuk pada diriku sendiri.

Bahwa selama ini aku selalu mengusir perasaan yang menyusup, membunuh lalu membuangnya hingga tak berjejak, karena aku tidak mampu merawatnya, terlalu menyakitkan.

Tapi nyatanya aku tak bisa. Perasaan itu selalu hadir kembali dan mengoyak hatiku. Dulu hingga kini pun tetap sama.

Alangkah lucunya mengingat dahulu aku tidak tahu apa nama perasaan itu. Aku hanya menikmati desiran yang tercipta kala kita bermain bersama, kala kau menatap mataku, kala kau memanggil namaku. Semua hal yang kau lakukan selalu saja mengundang desiran aneh. Saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti dan menerima--aku baru mengerti sekarang.

Rasa itu mulai hadir sejak aku menatap manik cemerlangmu, saat kau masih berkepang dua. Kala itu kau memanggilku dengan suara cemprengmu,

"Kak Nucaaa, ayo main!"

atau

"iih, kak Nuca nyebelin!" Astaga, lucu sekali dirimu saat itu.

Hingga tak kusangka kini kau hadir kembali, membuatku tenggelam pada mata yang masih sama indahnya seperti dulu. Sialnya, matamu meruntuhkan pertahanan yang selama ini sudah kubangun susah payah selama 8 tahun belakang ini.

Satu pendirian yang selalu kupegang kuat, pendirian yang membatasi segalanya,"Untuk apa memulai suatu hubungan yang akhirnya pun sudah kita ketahui akan hancur? hanya menimbulkan luka." Walaupun itu berarti aku harus menikam hatiku berkali-kali, membunuh perasaanku lagi dan lagi. Sungguh, bagiku itu lebih baik dibandingkan mengkhianati Tuhanku.

Selama ini aku berusaha membohongi diriku sendiri.

Pun kau sudah bersamanya, sudah bahagia. Lalu, apa lagi yang mau diubah? Aku tidak cukup nyali untuk menyatakan perasaanku. Bukan takut kau akan menolak. Aku lebih takut pada diriku sendiri. Takut terjebak dan terperosok semakin dalam, takut akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin tidak akan terjadi.

Tetapi Aku tidak mau berkhianat. Maka dari itu, kita jalani hidup kita masing-masing ya? Aku dengan takdirku dan kamu dengan takdirmu. Toh jikalau kita berjodoh, takdir kita akan bertemu dengan sendirinya. Sebesar apapun perbedaan kita, seluas apapun aral melintang, jika nama kita memang sudah disandingkan oleh Tuhan, kita bisa apa? Karena selama ini terlalu banyak kebetulan yang tidak bisa lagi disebut kebetulan, terlampau sering dan mengejutkan. Dan sesungguhnya aku berharap pada kebetulan itu.

Rembulan yang takkan tenggelam di wajahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang