-One-

11 3 1
                                    

  

Naomi. Seorang gadis remaja yang tengah mengendarai motor vespa tua berwarna pinknya. Bunyi yang keluar dari knalpot motor itu membelah jalanan yang lenggang.

   Ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya, sedikit terkejut karna ternyata kini sudah pukul 11 lewat 20 menit. Menghela napas pasrah, ia kembali fokus pada jalan agar cepat sampai dirumah.

     Ia terpaksa pulang larut begini karna ia mengambil kelas tambahan selepas pulang sekolah tadi.

    Naomi adalah seorang siswi kelas 3 SMA, ia bertekat untuk harus meneruskan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi meski ia tahu keluarganya dari kelas sederhana. Tapi itu bukan masalah karna jika tetap berusaha, Naomi yakin pasti akan di permudah jalannya.

    Ia sedikit menyesal karna menolak ajakan Lana-sahabat karibnya- untuk diantar pulang. Naomi hanya tidak mau merepotkan, ia sangat tahu kalau sebenarnya Lana sedang tidak baik-baik saja. Lana terlihat tidak tenang sewaktu belajar berlangsung, dan Naomi sangat paham mengapa Lana seperti itu.

   Lana sempat bercerita padanya siang tadi, bahwa ia sedang terbelit masalah keluarganya.
Beda dengan Naomi, Lana berasal dari keluarga yang berada. Namun keluarganya tidak sebahagia penilaian orang, nyatanya harta memang tidak menjamin kebahagiaan.

   Keluarga Lana kerap mengalami konflik yang menurut Naomi hanya seputar itu-itu saja. Apalagi, kalau bukan tentang harta, warisan,  dan jabatan. Orang kaya memang suka memperumit diri sendiri.

  
    Ah, satu pesan yang paling Naomi ingat adalah saat Lana mengatakan padanya agar pulang tidak melewati Jalan Atipati, tanpa mengatakan alasannya sedikitpun.

   Untuk kembali kerumahnya memang ada dua jalur. Mengingat tempat tinggal Naomi yang ada di pinggiran kota memang kadang membuatnya lelah sendiri karna harus bolak-balik, belum lagi jika jalanan macet.

   Untuk pulang biasanya Naomi akan mengambil Jalan Taruna, rela menempuh jalan yang lebih lama.

   Ia hanya sesekali lewat Jalan Atipati, itu pun hanya pada siang hari yang kondisinya lumayan ramai pengendara.

  
   Jalan yang tadinya ia lewati  masih ramai pengendara kini semakin lenyap sepi. Dari jauh sudah mulai terlihat hutan yang lebat berdembetan yang jika dilihat sekilah mirip seperti bukit.

  Mengingat Naomi sudah semakin jauh, semakin dalam mengendarai vespanya. Jalan terus  semakin senyap.

   Ia kembali melirik jam tanganya. Kini sudah menunjukan pukul 11:45,  "Shit!!!".

   Seharusnya tidak selarut ini, tapi memang sedang nasib sialnya. Saat ia keluar kelas tadi, vespanya masih berdiri seperti saat ditinggalkan, tapi tidak dengan ban nya. Bannya sudah kempes, benar-benar tidak ada anginnya. Naomi tahu siapa yang melakukan itu padanya, siapa lagi kalau bukan geng cabai yang menurutnya berlebihan memakai make up.

   Apa iya karna itu salahnya yang tadi sempat menegur salah satu dari mereka yang tidak sengaja Naomi lihat bedaknya seperti jamuran, mungkin efek terlalu lama terkena panas matahari. Padahal niatnya kan baik, apa mereka tidak bisa membedakan itu?

  
   Persetan dengan geng cabe tidak jelas itu, alhasil ia harus mendorong motornya sampai bengkel yang jaraknya tidaklah dekat dari sekolahnya, kurang lebih 2KM. Eum, sebenarnya bukan Naomi yang membawa, tentu berkat bantuan Lana dan teman-temannya.

    Motornya Naomi namai Jona. Jona memang sudah kerap kali masuk bengkel, maklum motor tua.

   
   Seketika bulu kuduk Naomi meremang saat melewati gapura bertuliskan 'Jalan Atipati'.

Jalan AtipatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang