-two-

9 3 0
                                    


"Sayang, temenya nggak disuruh masuk?"

  
Saat Naomi menoleh kearah pintu utama yang barusan dilaluinya, ia tercengang. Disana, berdiri sesosok makhluk yang--mungkin kalian tak ingin mengetahuinya.

     Baiklah, Naomi tidak tahu pasti itu apa. Kulit kepala mengelupas beserta rambut-rambutnya, seluruh tubuhnya hitam, tidak memakai sehelai benang pun, tapi percaya lah makluk itu tidak bisa dibedakan laki-laki atau perempuan karena tak ada--tidak punya--kalian paham kan?.

   Yang paling mengerikan adalah posisi makhluk itu yang khayang.

   Ibu bilang temanku? Temanku apanya? Apa ibu tidak lihat jika makhluk itu bukan manusia?!

   Naomi tak bisa bergerak, seluruh tubuhnya kaku, ingin berteriak pun rasanya hanya tertahan ditenggorokan.

   Ingin mengalihkan pandangannya dari makhluk itu pun sangat susah, sampai akhirnya ia berhasil dan malah terpaku pada sosok lain yang berdiri tak jauh dari sosok sebelumnya.

   Matanya merahnya melotot menatap tepat kearah Naomi. Sesuatu mengalir dari perutnya,  sial Naomi benar-benar ingin muntah sekarang.

   Yang semula ia kira adalah darah ternyata bukan, itu adalah gumpalan daging busuk dan belatung seukuran ibu jari pria dewasa keluar dari lubang pusarnya.

   Tentu aku dapat melihat dengan jelas karna aku kira  pakaian yang dikenakan sosok itu seperti jubah hitam besar ternyata salah, makhluk itu tidak memakai apapun. Bahkan jauh lebih menyeramkan dari makhluk sebelumnya.

   Meski seluruh tubuhnya hitam yang benar-benar hitam, tapi Naomi dapat melihat jelas mata merah dan seringgai-an makhluk itu.

  Seringgai-an itu.. Ia ingat, ia sungguh ingat dengan benar, seringgai-an itu adalah seringgai yang ia lihat saat melewati Jalan Atipati tepatnya di jembatan dan rumah aneh itu.

    Bedanya seringgai itu kini terlihat lebih jelas, nampak gigi taring yang panjangnya hingga pundak. Gigi-gigi runcing yang tidak berwarna putih seperti normalnya, tapi kemerah-merahan. Disudut bibirnya pun ada beberapa bercak merah, ia tidak tahu apa itu, atau ia hanya salah lihat.

  Jantung Naomi serasa berhenti berdetak saat melihat tangan sosok itu yang membawa kotak merah, persis seperti yang ia lihat dirumah itu. Tapi lagi-lagi ia salah mengira, itu bukan kotak tapi sebuah pisau daging yang sangat besar berlumuran darah. Bahkan, darah itu menetes dilantai.

  Ketika badannya sudah dapat digerakkan, Naomi dengan segera berlari kearah ruang keluarga dan tak menemukan orang tuanya, justu ia malah menjumpai sosok yang tidak jauh berbeda seperti dipintu utama.

  Naomi baru ingat, ibu dan Ayahnya tengah keluar kota dua pekan terakhir ini.

  Ia bergegas menaiki tangga dan masuk kekamarnya. Kini ia merasa seperti sedang di sinetron yang pernah ia lihat, hanya saja ia merasakan yang benar-benar Real.

   Badannya bergetar hebat, meski begitu Naomi tetap  terus berlari menaiki tangga. Ada setitik kelegaan saat ia telah melihat pintu kamarnya yang tinggal beberapa langkah lagi.

  Saat tinggal selangkah, secepat mungkin Naomi membuka pintu dan bllasssshhh..

  Naomi terjatuh di aspal, ini bukankah?

    Tidak tahu bagaimana ia berada di jalan seperti sekarang, terkahir yang ia ingat bukan kah ia masuk kekamarnya?

   Sebenarnya apa kesalahan yang telah ia buat hingga ia harus mengalami ini semua?

   Saat ia mencoba bangkit, Naomi melihat sorot cahaya dari ujung jalan yang mengarah kearahnya.

  Tak tahu cahaya apa, terlalu cepat karena seperkian detik selanjutnya Naomi merasa tubuhnya remuk tak dapat digerakkan, tapi ia tidak merasakan apa-apa.

 
   Ah--Ia sulit berpikir atau ini memang bukan waktunya untuk berpikir, ini sudah benar-benar diluar nalarnya.

  Lalu ia merasakan kehadiran seseorang atau entah apalah, dengan sisa tenaganya ia mengarahkan pandangannya pada sekelebat bayangan.

  Disana! Tidak jauh dari posisi ia sekarang. Naomi melihat sosok-sosok itu, bukan hanya satu tapi banyak sekali. Tapi itu adalah rumah aneh tadi yang berarti Naomi--

   Terlambat, seharusnya Naomi mendengarkan saran Lana. Tak tahu harus bagaimana. Kini Naomi hanya pasrah dirinya di pandangi sosok-sosok itu dengan seringgai mengerikannya.

  Seluruhnya menatap tepat kearahnya yang sudah dibanjiri darah.
Sepertinya tubuh dari pinggul kebawahnya sudah remuk di lindas mobil tadi, tidak tanggung-tanggung karena itu adalah mobil besar semacam pendem.

   Dan Naomi tidak tahu bagaimana tapi kepalanya sudah tertancap pada besi di pinggir trotoar. Pemandangan setelahnya hanya gelap.

-The End-



Thanks udah mampir, dan udah sampai sini. Karna ini adalah ending hehe.

Vote dan komen kalo suka!







 



 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jalan AtipatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang