Prolog

7 1 0
                                    

Sunset itu indah, tapi hanya sesaat.

Kala itu, di sebuah jalan yang sepi terjadi tawuran antar geng. Geng Reisten yang di ketuai Dhega dan Geng Caspian yang diketuai Dewangga.

Entah apa masalah di antara mereka hingga saling adu pukul hingga saling lempar batu dan kayu.

Di sisi lain, seorang perempuan bermata hazel sedang berjalan-jalan menjelajahi lingkungan rumah barunya. Ia adalah Jiana Calista yang baru pindah bersama keluarganya dua hari lalu.

Namun, sepertinya ia telah berjalan terlalu jauh. Ia pun berniat berbalik ke arah rumanya. Sebelum itu, Ia menengok ke langit dan melihat semburat oranye yang indah. Seketika senyuman terbit di bibirnya.

Ia dengar, di daerah sini terdapat bukit yang tak terlalu tinggi. Namun, bisa untuk menikmati matahari tenggelam. Dengan, semangat gadis penyuka sunset itu pergi ke bukit tersebut.

Saking semangatnya, ia sampai tak menyadari kalau di depannya sedang terjadi tawuran. Ia bahkan hampir terkena lemparan batu jika seorang lelaki tidak menepisnya.

"WOI BERHENTI, ADA ORANG LAIN DI SINI." Teriak lelaki itu tetapi tidak ada yang mengindahkan ucapannya.

Tak lama, terdengar suara sirine. "Shit," umpat lelaki itu. Ia Dhega.

Semuanya bubar dan berusaha kabur, begitu juga dengan Dhega. Tetapi, entah mengapa Dhega berlari sambil menggandeng gadis yang baru saja ditemuinya.

Dhega bingung, mengapa larinya terasa berat. Ia menengok ke belakang dan mengumpat. Kenapa gue gandeng dia sih, batinnya kesal.

Karena tidak ingin tertangkap, dan motornya masih lumayan jauh. Dhega memilih berbelok dan bersembunyi di balik sebuah batu besar.

Setelah memastikan polisi telah pergi, Dhega menengok gadis di sampingnya. Matanya terpaku pada mata hazel berbinar serta wajah dengan senyum berseri yang sedang diterangi cahaya oranye.

"Wah, ternyata ini tempatnya." Gumam gadis itu menyadarkan Dhega.

"Pulang lo, ngerepotin aja." Sinis Dhega.

Jia menoleh, "Lah? Lo tadi yang seret gue," balasnya.

"Lo ketangkep kalo ga gue seret. Mau?"

"Enggak." Jawab Jia, lalu pandangan beralih ke telapak tangan Dhega yang berdarah karena menepis batu tajam tadi.

"Tangan lo berdarah, ke rumah gue dulu gue obatin," ucapnya.

"Gak usah." Tolak Dhega lalu bangkit dari posisi sembunyinya.

"Rumah gue ga jauh dari sini kok," bujuk Jia.

"Yaudah lo balik aja, gue juga mau balik." Dhega tetap menolak, ia lalu berjalan meninggalkan Jia.

Jia menghela nafas pasrah, ia lalu berjalan hendak kembali ke rumahnya.

Tidak ada yang menyangka pertemuan singkat itu menghantarkan keduanya ke kejadian tak terduga sekaligus mengungkap sebuah rahasia besar yang siap menghancurkan mereka.





SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang