Di keluarga baru ini, Rina diperlakukan bak putri. Ia sangat disayangi kedua orangtua barunya dan juga difasilitasi mewah. Hal ini seperti mimpi baginya. Walaupun ayah ibunya sibuk kerja setiap hari, Rina sudah cukup puas karena ia tidak pernah merasa seenak ini selama hidupnya. Ia sekarang disekolahkan di sekolah elit dimana tidak semua orang bisa masuk.
Rina berharap agar ia bisa memiliki banyak teman. Benar saja, semua orang langsung mengerumuninya saat ia turun dari mobil sedan mewahnya itu. Semua mata tertuju padanya dan bahkan beberapa siswa ternganga melihat Rina. Ia terlihat seperti orang yang berbeda. Tidak salah lagi kalau ia langsung didekati banyak orang. Ingin masuk ke dalam kelas saja rasanya bagaikan artis yang hendak berpergian saja bagi Rina.
Namanya primadona, pasti ada saja yang membencinya. Siapa lagi kalau bukan primadona sebelumnya, Nindy. "Heh! Lo tuh ya, masih anak baru aja belagu! Harusnya lo tuh tau kedudukan lo disini apa! Seenaknya aja mau ngikutin gue!" itulah kata – kata yang keluar dari mulut Nindy. Sungguh rasanya seperti ada duri di hatinya. Tapi, ia tak akan membiarkan satu hal buruk merusak banyak hal baik di hidupnya. Ia akan membuktikan bahwa Nindy dan gengnya salah menilai dia sehingga dia mengajak bertemuan setelah pulang sekolah di toilet.
Ya, hal ini adalah aksi bunuh diri namanya. Jelas – jelas terlihat kebencian di mata Nindy. Tidak salah lagi jika pada akhirnya Rina diguyuri sampah oleh Nindy dan teman – temannya. Rina pun pulang dengan bau amis terpancar dari tubuhnya. Semua orang yang awalnya mendekat, sekarang berusaha semaksimal mungkin agar tidak dekat – dekat dengannya. Wajah Rina memerah akibat kemaluan yang sangat besar.
Sesampainya di rumah, ia langsung tergesa – gesa. Rina berlari tak karuan. Tasnya pun hanya dilempar di lantai saja. Rina mengambil handuk dan segera berlari ke kamar mandi. Selesainya mandi, ia mengurung dirinya di kamar. "Betapa sedihnya hidupku ini" katanya sambil menangis tersedu – sedu. Untuk meredakan kesedihannnya, ia pun akhirnya bergegas ke kulkas untuk mengambil beberapa kudapan. Dipeluknya satu batang es krim di tangan yang satu dan semangkuk mie kuah di tangan yang satunya lagi.
Setelah menghabiskan semua makanannya, Rina pun tertidur pulas, sampai lupa mengerjakan tugasnya. Ia baru terbangun keesokan harinya. Dengan panik, Rina pun akhirnya pasrah. Sesampainya di sekolah, ia segera mengambil buku catatannya dan mencoba mengerjakan latihan soal kemarin. Ia pun kebingungan menatapi buku tulisnya yang masih di halaman pertama itu. "Lho, kok udah selesai?" tanya Rina terheran – heran.
Walau hatinya lega, ia tetap gemeteran karena ia sendiri tidak sadar apa yang sebenarnya terjadi sampai semua murid disuruh mengumpulkan tugasnya. Terlihat Mariska, salah satu anggota geng Nindy yang sedari tadi bolak – balik merogoh tasnya. "Mariska! Kenapa kamu tidak mengerjakan tugas yang Bapak kasih! Baru satu hari sekolah saja sudah tidak ada niatnya!" bentak Pak Ridwan. Rina awalnya hendak mengakui kalau itu sebenarnya Buku Mariska yang ia kumpuli karena tulisannya pun beda dengan tulisan tangannya. "Impas kita sekarang." gumam Rina dalam hati.
Jam istirahat pun tiba. Para murid berhamburan keluar dari kelas, tak terkecuali Rina yang perutnya sudah meraung – raung dari saat jam pelajaran pertama. Ia sendiri tidak sarapan hari ini sehingga ia lesu. Kelesuan itu hilang ketika seseorang terjatuh di tangga. Rina terkaget – kaget melihat kaki Nadine, anggota laing geng Nindy yang patah akibat terjatuh di tangga.
Nadine segera dilarikan ke rumah sakit. Akibatnya, kakinya harus diamputasi karena luka yang terlalu parah. Mengapa semua hal yang buruk terjadi kepada geng Nindy? Apakah ini perbuatan seseorang atau apakah ini masih sebuah kebetulan? Pikiran tersebut pun akhirnya buyar ketika perut Rina kembali berkeroncong.Ia pun bergegas ke kantin dengan langkah yang hati – hati agar tidak terjadi hal yang terulang.
"Totalnya dua puluh ribu ya, mbak Rin" ucap Pak Agus sang penjual mie ayam di kantin sekolah. Sesudahnya Rina membayar mie ayamnya, ia pun segera mengambil tempat duduk. Pas sebelum ia duduk, tempat tersebut diambil oleh laki – laki usil dari gengnya Jeremy. Rina merasa kesal, tapi tak lama karena ternyata tempat duduk yang diambil darinya penuh dengan lem. Mungkin hal ini yang dinamakan karma.
Hari ini merupakan hari yang biasa saja bagi Rina. Ia cukup senang karena beberapa orang yang menganggunya mendapat apa yang mereka patut dapati. Selain itu, mie ayam hari ini terasa lebih enak dibandingkan hari lainnya. Mungkin karena Rina orang pertama di barisan.
Malam itu, Rina hendak menulis diarynya karena kebetulan esok hari tidak ada tugas apapun. Di diary tersebut, Rina mencurahkan semua isi hatinya terhadap semua hal yang dialami. Ia sangat bersyukur karena orang tua angkatnya sangatlah baik walaupun ia sangat merindukan ayah dan ibunya yang sekarang ia yakin pasti sedang menjaganya di atas.
Tanpa sadar, Rina pun akhirnya tertidur lelap. Keesokan harinya, Rina sangat syok sesampainya di sekolah. Nindy dinyatakan harus putus sekolah karena tulang ekornya patah. Diduga ia terjatuh dari lantai dua rumahnya saat hendak melihat teras. Perasaan tidak enak pun kembali muncul di benak Rina. Ia tiba – tiba mual dan terpaksa harus menerobos kerumunan agar bisa masuk ke kamar mandi. Rina muntah sampai tiga kali di toilet. Ia pun akhirnya izin kepada guru agar pulang cepat diakibatkan sakit.
Setelah hari itu, keberadaan Nindy dan gengnya pun tidak pernah muncul lagi. Mariska pindah sekolah karena ayahnya dinas, tidak meninggalkan satupun jejak sebagai anggota geng Nindy terakhir yang bertahan. Sekarang, kondisi di sekolah cukup membaik dengan tidak adanya geng Nindy. Semuanya menjalani hari – hari dengan biasa sampai hari kelulusan pun tiba. Rina lulus dengan nilai yang memuaskan.
Sesampainya di rumah, orang tuanya menyuruh Rina untuk membersihkan kamar karena kamarnya sangat penuh. Rina pun membuang semua hal yang menurutnya tidak penting. Setelah satu jam membenahi kamar, kamarnya terlihat lebih rapi dan tidak terlalu padat dibandingkan sebelum dibenahi.
Masa SMA pun dimulai. Karena pandemi semakin parah, para murid pun terpaksa harus bersekolah dari rumah. Hari itu adalah hari yang membosankan bagi Rina. Saking malasnya sampai tidak satupun hal masuk ke otaknya. Perkataan gurunya masuk dari kuping kiri dan keluar dari kuping kanan.
"Rina, itu boneka kamu jatuh ya?" tanya Melissa temannya Rina melalui WhatsApp. Rina terkejut dan heran. Seingatnya, ia sudah membuang boneka tersebut. Rina berpaling ke belakang dengan bingung dan perlahan – lahan. Boneka tersebut hanya tersenyum kepadanya. Kamera Rina tiba – tiba mati. Hanya terdengar suara teriak yang melengking yang kemudian hilang seketika.
Saat bibi hendak masuk menyapu kamar Rina, Rina hilang walaupun laptop masih tertuju kepada online learning. Kamar Rina menjadi berantakan, tetapi Rina pun tidak ditemukan dimanapun. Bibi pun kembali menaruh dua boneka yang tergeletak di lantai ke atas rak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pemberian
TerrorMelihat orang lain bahagia dengan keluarganya, Rina hanya bisa memalsukan senyum yang ia pasang di wajahnya. Ia juga ingin merasakan kehangatan dalam keluarga. Tapi, apa boleh buat?