Chap 1. Dreams

995 74 2
                                    

Phi Deeen... !! Sini.. sini..! Ayo cepaat..!! Nanti kita tidak keburu melihat lumba-lumbanyaa..!
Phi Deeen..!!
PhiDeeen...!
Phi.. "

Singto terkesiap dan mendadak terjaga dari tidurnya. Matanya memicing silau karena terpaan sinar matahari dari sela tirai jendela kamar. Sudah siang rupanya.
Mimpi itu lagi. Sudah sebulan belakangan ini Singto sering mengalami mimpi yang sama.

 Sudah sebulan belakangan ini Singto sering mengalami mimpi yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Phi Den? Siapa itu? Singto tidak merasa pernah mendengar nama itu.
Lumba-lumba? Seumur hidupnya Singto memang belum pernah melihat lumba-lumba secara langsung. Dia tidak suka ke pantai. Bahkan sebenarnya ada rasa takut di hatinya setiap melihat pantai. Entah mengapa. Lagipula seberapa besar sih kemungkinan melihat lumba-lumba di pantai yg sarat manusia?

Tapi suara di mimpi itu entah kenapa terasa sangat akrab di telinganya. Nada suara yang lembut tetapi manja. Singto berusaha keras mengingat sosok di mimpinya barusan. Seorang pemuda, perawakan sedang, sepantaran dirinya. Di tangan kirinya melingkar gelang perak. Tangan yang berkulit putih bersih itu menggandeng tangan Singto. Mengajaknya berlari untuk melihat lumba-lumba.
Wajahnya..

Ah, wajahnya seperti apa? Matahari menyorot arah mereka berlari. Sehingga Singto hanya melihat silau matahari. Wajah pemuda itu tak terlihat.

Singto memandangi tangan kanannya. Seakan masih terasa genggaman hangat tangan pria di mimpi tadi.

Tok.. tok..

"Nak, kamu tidak mau sarapan dulu? Sudah waktunya berangkat kuliah kan?"
Suara Khun Boonrod, ayah Singto dari balik pintu membuyarkan lamunannya.

"Sebentar Pho.." Singto menjawab sambil bangkit dari tempat tidurnya dan menyambar setelan kemeja yang sudah disiapkan semalam.

Khun Boonrod sudah menghabiskan sarapannya dan sedang meneguk kopi saat Singto yang sudah berpakaian rapi menghampiri meja makan. Singto duduk di hadapan ayahnya, mengambil setangkup roti dan mengunyah perlahan.

"Ini hari terakhir kuliah kan? Besok sudah mulai libur semesteran?" Khun Boonrod memecah keheningan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini hari terakhir kuliah kan? Besok sudah mulai libur semesteran?" Khun Boonrod memecah keheningan.
Singto mengangguk perlahan.

Khun Boonrod mengambil sepucuk amplop dari saku bajunya dan mengangsurkannya ke hadapan Singto.
Singto menatap amplop itu kemudian menatap Pho nya dengan bingung. "Apa ini Pho?"

"Hadiah ulang tahun mu. Minggu depan kamu kan berulang tahun ke 20. Pho sudah menabung untuk memberimu hadiah liburan seminggu ke pulau Koh Phangan. Pho tahu kamu tidak begitu suka ke pantai. Tapi ini tempatnya indah. Pho dengar juga jika beruntung kamu bisa melihat lumba-lumba pink disana" Khun Boonrod berkata dengan antusias.

Singto menganga tak percaya. Setelah sering dibayangi mimpi tentang pantai, lumba-lumba, dan (uhuk) pemuda berkulit putih itu, kini ia benar-benar berkesempatan liburan ke pulau?

"Tapi maaf, Pho tidak bisa ikut ya nak. Ada urusan bisnis yang tidak bisa ditinggal. Kamu hati-hati dan semoga senang disana ya" ujar Khun Boonrod lagi.

Singto bangkit dari duduknya dan memeluk ayahnya. "Terima kasih Pho. Pho adalah ayah terbaik"

 Pho adalah ayah terbaik"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Legendary Couple (Tamat. H.E)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang