b ; Jurang.

1.4K 215 4
                                    


Namamu melambung dalam sekejap mata, bukan karena keindahan alam yang mempesona.




Namun karena amarah yang terus membara dan kekejaman yang membabi buta.




Kau torehkan garis hitam di atas langit, hingga setiap hati kini harus menjerit.





Pemandangan yang begitu indah kini morat-marit, meninggalkan kenangan kelam yang pahit.




Sampai kapan awan kelabu menyelimuti?




Kau ukir sejarah suram, tetesan air mata akan senantiasa terlukis, dan sajak - sajak pilu akan selalu tertulis.

Kau ukir sejarah suram, tetesan air mata akan senantiasa terlukis, dan sajak - sajak pilu akan selalu tertulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




SRAK.

Sosok pria paruh baya melempar kasar sebuah kertas map yang tergeletak rapi di atas meja kerjanya. Tak peduli jika lembaran kertas tersebut akan membuat ruangannya berantakan dan meninggalkan kesan buruk. Ia sudah terlampau kesal setelah membaca beberapa pesan yang terpampang jelas pada layar ponselnya.

"Batalkan pertemuan sore ini dan atur ulang jadwal untuk besok." titahnya pada seorang pria lain yang berdiri tak jauh dari mejanya. Sang sekretaris hanya diam dengan ekspresi was - was, memikirkan kalimat penolakan mengingat pertemuan kali ini bukanlah pertemuan biasa melainkan pertemuan dengan si pemilik perusahaan ternama yang tentunya akan membawa pengaruh besar jika mereka menjalin kerja sama.

"Apa kau tidak dengar?! Batalkan pertemuan atau kau akan ku pecat!"

Tamat. Jika kalimat pemecatan sudah keluar dengan nada penuh api, maka sang sekretaris tidak bisa berbuat apa - apa lagi selain menuruti perintah dari atasannya.

Sementara itu sang atasan berjalan keluar dari ruang kerjanya sembari memupuk emosi yang siap meledak kala tiba di tempat tujuan. Sepasang kakinya melangkah penuh amarah, kendaraan beroda empat dipacunya dengan kecepatan diatas rata - rata.

Tak butuh waktu lama untuk menuju tempat tujuan, kurang lebih sepuluh menit mobil hitamnya sudah menginjak pekarangan sebuah rumah berlantai dua. Mengabaikan sapaan satpam maupun asisten rumah tangga, ia terus membawa langkahnya ke arah tangga di sisi kanan ruangan. Salah satu kakinya hendak menapak pada anak tangga pertama, namun sebuah suara membuatnya berhenti dan menoleh.

"Ayah." sosok pemuda bermata tajam bagaikan seekor elang berjalan menghampiri Ayah kandungnya.

"Jangan menghalangi Ayah, Bumi."

Pemuda yang dipanggil Bumi itu mengeraskan rahangnya, dengan kepala tegak ia menatap lurus pada sepasang mata Ayahnya. Tak peduli dengan sopan santun lagi, ia bersuara. "Berhenti, Ayah. Kondisinya melemah, berhentilah menyiksanya."

Mengabaikan peringatan sang putra, Jeffery terus melangkah menaiki satu per satu anak tangga. Menulikan pendengaran atas rentetan larangan dari Bumi. Persetan dengan kondisi melemah, yang ada dipikirannya hanyalah segera meluapkan emosinya pada anak itu.

Pintu dengan aksen putih dibukanya perlahan, menampilkan sosok pemuda tengah terbaring di atas ranjang dengan kedua mata terpejam. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Jeffery menghampirinya. Membangunkan si pemuda dengan tindakan tak sewajarnya.

Salah satu tangannya mencengkeram surai hitam si pemuda, menariknya tanpa rasa iba. Di sisi lain, pemuda tersebut meringis sebab sakit yang tiba - tiba menyerang kepalanya. Tubuhnya ditarik paksa hingga ia berdiri menghadap si pelaku penjambakan. Rasa pening mulai menghampirinya karena ia dipaksa kembali ke alam sadarnya.

"A-ayah."

Pegangan Jeffery pada rambut pemuda di hadapannya kian menguat, rahangnya mengeras. "Bukankah aku sudah bilang padamu? Biaya rumah sakit itu tidak murah, jadi jangan ceroboh." ucapnya penuh penekanan.

Pemuda tersebut, Langit terus meringis merasakan sakit di kepalanya yang semakin bertambah. Bahkan rasanya seluruh rambutnya akan terlepas dan berhamburan begitu saja. "M-maaf."

Jeffery melepas cengkeramannya dengan kasar, membuat Langit terhuyung ke kanan hingga tubuhnya menubruk dinding polos bercat putih. Tak sampai disitu, pria paruh baya itu menggulung lengan jas beserta kemeja yang membalut tubuhnya. Dengan napas yang memburu ia kembali menghampiri Langit yang menatapnya ketakutan. Kedua tangannya terangkat mengarah pada leher sang putra, mendorongnya hingga punggung Langit bertabrakan dengan dinding. "Maaf? Sudah berapa kali kata itu keluar dari mulutmu dan adakah satupun yang berubah dengan kata maaf sampahmu itu?!"

Sang kepala keluarga sudah tak bisa mengontrol dirinya, amarah yang sedari tadi ditahan kini sudah berada dipuncaknya bak sebuah ranjau di padang pasir yang meledak bila disentuh hanya dengan satu ujung jari saja. Ia sudah sepenuhnya tak peduli dengan si korban yang terus meronta minta dilepaskan karena pasokan udara yang kian menipis.

"Uhuk.. L-lepas, k-ku mo..hon.. Uhuk.." sepasang tangannya tak tinggal diam, terus bergerak berusaha melepas cengkeraman tangan Ayahnya pada lehernya. Kedua manik beruangnya membola dengan sempurna kala cekikan itu justru semakin menguat.

"Berhenti menyusahkanku, anak sialan!"

"A-a..yah.."

Dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya, ia berusaha bertahan. Hingga cengkeraman pada lehernya melongkar dan terlepas, membuat tubuhnya merosot lemas tak berdaya. Dengan rakus, Langit menghirup oksigen untuk mengisi paru - paru nya yang terasa kering. Tangannya terangkat memegangi dadanya, kalimat syukur tak berhenti terucap saat menyadari jantungnya masih berdetak meski lemah. Kepalanya mengadah menatap sosok pria yang berdiri angkuh di hadapannya, memberikan tatapan yang sulit diartikan dan tertuju untuknya.

Jeffery melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut, tangannya meraih knop pintu untuk ditutup. Tetapi sebelum itu, ia berhenti dan menatap datar pada Langit yang masih terduduk di lantai.

"Jangan memanggilku Ayah, karena aku bukan Ayahmu!"

BRAK.

Pintu berwarna putih bersih setinggi satu meter itu dibanting dengan kasar, menimbulkan suara tak mengenakan yang menggelegar di setiap sudut kamar.

Apa yang akan kalian lakukan jika lembah yang dalam dan sempit serta curam bernama jurang ada di sisi kiri dan kanan kalian?

Apa yang akan kalian lakukan jika lembah yang dalam dan sempit serta curam bernama jurang ada di sisi kiri dan kanan kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-⋅. CHANDRAMAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang