Perempuan berambut hitam sebahu itu menatap sendu sebuah foto pernikahan didepannya. Matanya terasa panas saat melihat senyum bahagia mempelai wanita disana, dengan wajah yang masih terlihat cantik diusianya yang tidak lagi muda. Tampaknya, ada beberapa bagian dari perempuan itu yang kini ada pada dirinya, mata bulat dan hidung lancip yang menurut semua orang yang sering dia dengar itu adalah perpaduan pas untuk fisiknya.
Matanya kini bergerak kesebuah pigura foto yang sedari tadi ia genggam, fotonya beberapa tahun silam yang diambil saat mereka sedang bermain di salah satu taman hiburan di salah satu kota terpadat di Jepang ini. Ia menatap pigura itu lagi, sebuah gambar tiga orang manusia yang tampak bahagia. Ibu dan ayahnya yang mengapit dirinya yang tersenyum lebar kearah kamera, dan tangan yang saling memeluk satu sama lainnya.
Rasanya kebersamaan itu baru kemarin, dan hari ini dia mendapati kenyataan bahwa ibunya sudah meninggal satu Minggu yang lalu, dan ayahnya yang kini sudah memasuki tahun ke lima dirumah sakit jiwa.
Dia sekarang sendirian.
Asik dengan lamunannya, ia tidak sadar jika ada seorang pria yang kini menatap dirinya lapar, seolah dia adalah sebuah daging lezat di mata seekor singa yang sudah ingin makan. Tubuhnya tersentak kala merasa tangan dingin yang meraba lengan atasnya yang hanya tertutup oleh kaus pendek berwarna putih yang sedikit kedodoran, dia menoleh melihat pria paruh baya yang serupa dengan gambar mempelai pria di foto yang sedari tadi ia perhatikan. Bau alkohol menyengat dari mulutnya, membuat dirinya mengernyit dan perlahan bergerak mundur untuk menjauh.
"A-ayah?" Tanyanya kaget, pria yang kini berstatus sebagai ayah sambung semenjak menikahi ibunya itu bergerak untuk mendekat. Tanpa curiga, namun tetap waspada dia mencoba menjaga jarak tanpa membuatnya tersinggung karena perbuatannya.
"Kau sedang melihat foto pernikahan kami?"
Pria itu duduk disebelahnya, ikut menatap kedepan —kearah foto pernikahan dirinya dan ibu gadis itu— "kau lihat, ibumu adalah perempuan cantik." Gadis itu mengangguk, sedari kecil ia mengagumi wajah cantik ibunya. Dan ia akan berbangga saat orang-orang memuji betapa cantiknya dia.
"Itulah sebabnya kau bisa menjelma Dewi, saat ini." Hening. Dirinya mulai merasa tidak nyaman saat ayah tirinya memujinya seperti itu, apalagi tatapan yang membuat dirinya semakin ketakutan.
Pria itu semakin mendekat, dengan sangat tidak terduga dia membungkam mulut kecil gadis itu saat hendak terbuka untuk berteriak. Dia mencium ganas, tidak peduli penolakan yang dia dapatkan. Semakin gadis itu bergerak, semakin pula libidonya naik kepermukaan
Sebelah tangannya, menggenggam kedua tangan perempuan yang kini sudah mulai menangis. Keparat! Dia dilecehkan oleh ayah tirinya sendiri saat dia dalam keadaan berduka atas meninggalnya sang ibu. Takdir sepertinya ingin bermain, melebarkan sayap luka bertameng kekuatan yang harus terbentang untuk memulai sebuah perjuangan kehidupan. Sedangkan tangan yang lain digunakan lelaki tua itu untuk merobek paksa kaus yang dikenakan, matanya menggelap, ada kabut nafsu yang jelas sangat besar disana.
Dia bergerak menciumi leher dan berhenti pada payudara sekal milik gadis yang berada di bawahnya ini, rontaan terus gadis itu berikan, demi Tuhan ia tidak berpikir jika ayah tirinya hendak berbuat tidak senonoh padanya. Kesal karena penolakan, ayahnya menggigit keras atas payudara putih itu hingga membuat empunya meringis menahan sakit. Tangan besarnya meraba hingga kebawah, ke titik paling membuat para wanita lemah, bagian sensitif yang selalu berhasil membuat setiap perempuan mendesah hingga pada akhirnya tanpa sadar pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
General FictionAmbitions, hatred and love. Cover by : @honey_10969 Present © Princessayinghua - 2020, 27 Oktober